ANDRA (25)

1.6K 140 4
                                    

Kembali berjarak dan saling berdiam seperti ini adalah hal yang sangat gak gue harapkan terjadi lagi diantara gue dan Nana. Gue pikir kami bisa menghadapi musibah ini bersama – sama, dan menjadi kuat bersama.

Gue ingin memeluk Nana dan membiarkannya perlahan menjadi kuat didalam pelukan gue.

Tapi apa yang terjadi? Justru musibah ini membawa kami berdua ke dalam jurang yang sama lagi.

Kalau kemarin gue pikir, gue sudah nyaris berhasil merangkak naik bersama Nana dan menyelamatkan diri dari jurang ini. Sekarang kami malah jatuh lagi kedalamnya, bahkan lebih dalam.

Gue rasanya sudah kehabisan akal harus melakukan apa lagi. Sekuat – kuatnya gue, yah segini aja mampunya gue. Gue gak bisa lebih kuat lagi.

Kalau Nana memang butuh menangis, tolong, menangislah dipelukan gue. Jangan terus bersuudzon sendiri seperti ini.

Gue sedih kehilangan calon anak, itu pasti. Tapi bukan berarti gue menyalahkan Nana atas hilangnya calon anak kami. Gue bahkan gak kepikiran sedikitpun, andai gue menikah dengan perempuan lain, pasti gue sudah punya anak karena istri gue yang itu, gak akan pakai acara keguguran segala.

Gue gak punya sedikitpun pikiran kayak begitu. Nana keguguran? Yasudah, itu takdir Allah. Gue akan temani Nana sampai dia sanggup menguasai dirinya lagi. sampai dia mampu meredakan emosinya. Lalu kami memikirkan kembali program kehamilan Nana.

Bukan berarti karena dia keguguran, lantas Nana pikir waktunya gue ganti istri. Kenapa dia menilai dirinya serendah itu? Kapan gue merendahkan dia? Gue gak pernah menilai Nana serendah itu. Kenapa dia pikir, dirinya dia itu mudah aja digantikan? Gampang dibuang?

Gue tahu selama ini dia selalu jadi yang tersingkir di setiap hubungannya. Tapi itu dengan mereka! bukan dengan gue! Bukan dengan Qhafkah Andra Pratama!

Dia adalah perempuan yang sangat gue hormati, istri gue, wanita yang wajib gue muliakan kedudukannya. Karena dia adalah calon ibu dari anak – anak gue, pasangan gue dalam menjalani semua susah dan senang. Gak mungkin gue menilai teman seperjuangan gue dalam mengarungi hidup, serendah itu.

Bahkan gue gak pernah berniat poligami, sekalipun.

Bukan gue sok setia, tapi jujur gue gak akan sanggup. Gue gak akan bisa membuat Nana bahagia kalau gue berpoligami. Gue mau pikiran gue fokus ke Nana dan anak – anak kami nanti. Gue mau Nana menikmati semua yang ada di diri gue, semua tentang diri gue, dan segala jerih payah gue.

Tua mudanya gue, ya untuk Nana seorang.

Diri ini, hanya milik Nana seorang.

****

I am exhausted, mind, body and soul. Gak bersisa rasanya lelah gue. Gue gak bisa bilang satu tahun ini melelahkan, tapi gue juga gak bisa merangkum satu tahun ini membahagiakan. Semuanya terlalu naik dan turun mengerikan. Mungkin ternyata gue sama aja kayak orang kebanyakan. Terlalu membayangkan pernikahan itu kayak gerbang kemenangan.

Gue pikir, dengan menikah, semuanya akan berjalan dengan mudah, mulus dan damai. Ternyata gue salah.

Padahal, pernikahan itu adalah awal yang baru. Awal yang baru dari segala hal termasuk hal – hal yang gue alami selama satu tahun pernikahan gue ini. Segala naik dan turun ini terlalu ekstrim.

Selamat menempuh hidup baru itu, gue salah artikan selama ini. Ucapan selamat seolah gue sudah berhasil menuntaskan suatu hal. Ternyata gue salah, yang tuntas hanyalah proses pencarian gue akan pasangan. Yang tuntas adalah masa – masa gue yang mungkin penuh dengan pandangan dan pikiran zinah.

Tapi yang lainnya, pernikahan ini ternyata membuka gerbang menuju hidup yang baru lagi. Jalan yang baru, tantangan yang baru. Dan semuanya? Gak selalu seperti apa yang sudah gue rencanakan. Banyak banget manuver didalamnya. Banyak banget target yang meleset ditengah perjalanannya.

Mencintai NaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang