kayaknya harus belajar membiasakan membagi file kepanjangan jadi dua bab ya hahaha... kasihan yang baca jadi siwer
_________
Gue pernah bilang kalau lebih baik bertengkar kan? nyatanya bertengkar rasanya gak enak juga. Gue marah bukan karena Nana kelayapan. Tapi maksudnya dia apa gak minta izin gue?
Dan setiap pertanyaan gue gak ada yang dia jawab. Dia cuma bilang "aku juga butuh bergaul dong, mas. Aku juga butuh kenal banyak orang"
Dan pas gue tanya "kalau aku gak tahu dari papa. Terus kamu pulang sama siapa?"
Dia malah mengendikan bahunya sambil membuka bungkus roti yang dia bawa dari dalam tasnya "Refan?" jawabnya sambil melirik gue dan menggigit rotinya santai.
Gue tarik nafas dalam – dalam dan menghembuskan kasar. Jadi dia mau pulang jam 11 malam dengan laki – laki? Sementara dia punya suami?
"Nana... aku gak pernah larang kamu mau ngapain. Selama itu baik buat kamu. kamu mau berteman boleh. Mau jalan – jalan boleh. Tapi tolong Na... tolong..."
"izin dulu?" tanyanya sambil melirik gue malas dan kembali memandang lurus kedepan sambil menggigiti roti boboiboy kesukaannya itu. Ini perpaduan antara gue mau ngakak lihat istri gue masih doyan roti boboiboy sama tingkah dia malam ini sukses bikin gue naik darah gak karuan.
"kamu juga gak pernah minta izin apa – apa sama aku? apa memang kalau udah nikah begini ya? mendadak aku gak punya kuasa untuk berbuat apa tanpa persetujuan kamu?" dalam hati gue, iya. Memang istri hanya boleh bertindak atas seizin suami.
Dan itu bukan kata gue, tapi kata agama. Tapi kalau gue bilang itu sekarang? Gue sama aja nyiram bensin ke api.
"Na..."
"aah aku capek ah.." dia membuang bungkus rotinya ke bawah kursinya lalu meringkuk duduk. Gue dengar dia sesenggukan beberapa kali "aku juga butuh kali, kenal orang lain selain kamu doang. Maunya kamu apa? aku dirumah sementara kamu kemana – mana?"
Gue mendadak tertohok mendengarnya. Ini sebenarnya Nana lagi bahas apa sih? emang gue kemana? Kok pakai bilang gue kemana – mana? Lawong urusan gue juga cuma kantor, rumah, kantor rumah. Sama nge gym sekali – sekali.
'tapi kayaknya diantara yang sudah pada nikah, lo paling sering ya?' kata – kata Tari tiba – tiba terngiang lagi. Tapi gue langsung menggeleng. Nggak ah, frekwensi gue biasa aja. Gue masih gak akan mau give up nge gym. Gue butuh.
"Na... sebenarnya apa yang gak kamu izinin tapi kamu pendam?" tanya gue akhirnya. Dan Nana gak menjawab. Gue hanya mengusap – usap kepalanya.
"Nana... please maafin aku. Aku cuma khawatir, ini malam, dan kamu pulang dengan orang yang gak bisa aku percaya karena aku gak kenal. Seharusnya kamu bilang ke aku. Aku bisa jemput..."
"aku gak mau merepotkan" jawabnya cepat "dan kenapa kamu nanya aku apa yang perlu izin aku apa yang nggak?"
"Na.. aku gak mau ribut.."
"aku juga" jawabnya ketus.
******
Gue udah bilang kan, bertengkar sama Nana gak enak. Tapi di diemin Nana lebih gak enak lagi. gue jadi serba salah. Emang salah kalau suami khawatir kemana istrinya pergi dan lagi ngapain sampai jam 11 malam?
Gue yang berusaha telepon Nana malam itu tapi telepon gue gak dihiraukan, dan pas gue tanya dia cuma bilang 'maaf gak dengar' tanpa rasa bersalah.
Akhirnya malam ini gue dapat dua – duanya. Nana yang bikin gue marah, Nana yang marah juga sama gue walau dia masih gak bilang kenapa dia bertingkah kayak begini malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintai Nania
RomansaWarning! Adult content, 21+. Some scenes and languages might not be suitable for below 21. Silahkan membaca Trial&Error dulu sebelum membaca cerita ini. Dewa : Nania.. cinta aku ke kamu itu,nyata. Cinta aku ke kamu itu, ada. I love you with all my...