Nana memang berubah menjadi manja luar biasa yang gue sinyalir adalah bawaan hamil. Dia suka melarang gue kemana – mana kalau dirumah, dan maunya gue temani diatas tempat tidur dulu.
Dia suka minta ditemani ngemil diatas tempat tidur, walau dia hanya bisa ngemil wafer atau biskuit yang mengandung cokelat. Nana juga gak sanggup nelan susu hamil, dan terpaksa gue ganti dengan susu UHT strawberry kesukaannya.
"mas..." panggilnya lirih, sementara gue sedang melanjutkan pekerjaan gue yang belakangan terpaksa gue bawa pulang karena gue selalu pulang tenggo. Nana yang memang gue larang naik turun tempat tidur, sedang berbaring miring menghadap gue dengan tangannya yang terselip dibawah pipinya.
Gue jadi senyum teringat pose dan tatapan yang sama, yang pernah gue temui dulu waktu gue membangunkan dia yang lagi tidur dikamarnya, mau kasih tahu kalau laptopnya sudah gue benerin. Tragedi dimana malamnya gue malah.. colongan cium kening dia.
Sekarang gue gak perlu colongan cium dia lagi, karena gue bebas cium dia. Gue singkirin laptop gue dan gue berjongkok disampingnya. Gue mengusap keningnya lembut dan mata kami saling bertatapan. Nana tersenyum manis banget ke gue, dan rasanya dunia baik – baik aja.
"kenapa?" tanya gue selembut mungkin. Gue takut banget kalau gue gak sengaja terdengar marah sama dia, karena gue gak mau Nana sedih. Nana malah ngelihatin gue sambil senyum gak menjawab kenapa dia panggil gue. "sayang kamu.." dia cuma bilang itu.
Gue tersenyum dan mencium bibirnya mesra, diapun menyambutnya. Waktu gue melepaskan pagutan kami, dia menatap gue dengan bola matanya bergerak – gerak seperti menunggu gue mengucapkan sesuatu.
Gue mengecup mata, hidung dan bibirnya lalu menatapnya lagi "mami mau bobo ditemenin?" tanya gue sambil menjawil hidungnya. Nana gak langsung menjawab dan mengangguk. Gue akhirnya meninggalkan pekerjaan gue sebentar dan beranjak naik ke tempat tidur.
Bukan gue gak mau jawab kata – kata sayang Nana. Tapi gue takut.
Gue takut kalau gue menjadi manusia euphoria yang bakalan teriak – teriak cinta dan sayang sampai gue menemukan titik bosan. Terus gue jenuh.
Bukankah rata – rata begitu? Heboh setengah mati sayang..sayang.. cinta..cinta.. kayak orang mabok dan sakaw kalau sekali aja gak nyebut itu. Nanti begitu udah puas buang – buang semua kata – kata itu, terus dia bosan dan pergi gitu aja.
Seperti Bowo Drafter dikantor yang belakangan pacaran dengan receptionist. Tiap hari telpon – telpon kebawah cuma buat nanya sayangnya aku lagi apa. Dikit – dikit berduaan manggil sayang.
Gue juga diceritain anak – anak, kalau dia tiap hari nyamperin ke bawah cuma buat nyelipin kartu dimeja kerjanya yang tulisannya I love you. Dan baru satu bulan dia putus dengan alasan 'lama – lama gregetnya ilang'.
Gue bertahan 6 tahun bersama Nana mulai dari cuma bisa lihatin dia sampai sekarang jadi suaminya. Alhamdulillah gregetnya gak hilang, karena gue gak mau euphoria kayak orang kesetanan dan teriak – teriak cinta – cinta tanpa makna, terus kayak si Bowo 'gregetnya ilang'.
Lihat aja ayah dan bunda, gregetnya gak pernah hilang. Karena mereka mengesampingkan hal – hal yang gak esensial begitu.
Gue menarik Nana kedalam pelukan gue, mengusap – usap punggungnya dan membawanya tidur sore bersama.
Yang terpenting buat gue adalah, gue harus menjadi suami dan ayah yang selalu menjaga mereka berdua. Jangan sampai ada yang menyakiti mereke berdua.
Gue akan kasih Nana dan anak gue, sesuatu yang lebih nyata dari pada cinta.
*****
Sesiap – siapnya gue mempersiapkan diri gue untuk datangnya hari ini, nyatanya gue rubuh juga. Dunia gue rasanya runtuh, gak hanya duka yang gue rasakan, tapi rasanya seperti kiamat akan segera menjemput. Kiamat untuk rumah tangga gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintai Nania
RomanceWarning! Adult content, 21+. Some scenes and languages might not be suitable for below 21. Silahkan membaca Trial&Error dulu sebelum membaca cerita ini. Dewa : Nania.. cinta aku ke kamu itu,nyata. Cinta aku ke kamu itu, ada. I love you with all my...