Mencintai Dewa...
Rasanya? Perih walau indah. Perih karena aku tahu semuanya tidak akan berujung dan berjalan tanpa arah. Keindahan dan kebahagiaan yang semu yang anehnya masih juga aku jalani. Padahal seorang Qhafkah Andra Prtama sudah bolak – balik megingatkanku bahwa semuanya tidak akan berujung baik.
Tapi aku memilih abai dan melanjutkan langkah, dan membiarkan cinta berkembang diantara kami, lalu terhempas begitu saja. Dengan sisa – sisa rasa yang menggantung.
Mencintai Bobby...
Siapa yang tidak terpesona pada pria dewasa dengan pembawaan yang tampak tenang dan penuh kasih sayang? Perlakuan mas Bobby kepadaku tak terkatakan. Dia tahu betul memperlakukan wanita apalagi yang jauh lebih muda sepertiku begini.
Aku rasanya disanjung dan dimanjakan, seolah aku bisa meringkuk dan berlindung dibalik dekapannya. Tapi apa? ternyata dia yang paling tega menorehkan luka diantara semuanya.
Kecewakah aku? iya aku kecewa. Sedihkah aku? jelas. Patah hati? Pasti... tapi anehnya luka itu membuatku cepat melupakan semua rasa cintaku padanya.
Mencintai Abram...
Pria ini sungguh memusingkan dan membingungkan. Siapa yang tidak terenyuh dan tersentuh, ketika seseorang bersedia merubah hidupnya demi dirimu? Ketika Abram menyerahkan secarik kertas padaku dan berkata bahwa segalanya akan menjadi masa lalunya dan tidak akan mengulangi.
Dia yang sampai rela menjalankan tes kesehatan demi menyatakan dirinya bersih. Dia yang bersedia mengikat tangannya kebelakang untuk tidak menyentuhku, padahal menyentuh wanita adalah kebiasaannya bertahun – tahun. Bagaimana aku akhirnya tidak luluh?
Tapi harus kukatakan apa pada pria yang menyia – nyiakan kesempatan yang kuberikan sebanyak dua kali? Dia menginginkanku, tapi tidak utuh. Aku tidak mau di miliki setengah – setengah.
Dan bagaimana dengan mencintai suamiku? Qhafkah Andra Pratama?
Hidupku memang sungguh lain dari yang lain. Kalau anak – anak lain memiliki cinta yang bervariasi dari ayah dan ibunya. Aku hanya punya satu cinta dalam hidupku. Cinta dari papaku yang luar biasa.
Dengannya, aku mendamba suatu saat aku akan ditangkap oleh seorang prince charming, yang akan membuai ku dalam kehidupan penuh pemujaan cinta. Haha.. memang aku terlalu muluk – muluk dalam membayangkan cinta.
Kartun favorit masa kecilku saja sangat memuja fairy tale princesses, seperti Cinderella, Aurora, Ariel dan Snow White. Mereka yang dipuja habis – habisan oleh prince charming yang memuja mereka dengan cinta yang tampak nyata. Jelas dan terucap.
Katakanlah aku mengalami prince charming syndrome karena memiliki bayangan akan calon suamiku kelak, dalam gambaran yang tidak realistis karena aku mengharapkan romantisme, cinta membara, pemujaan, komitmen dan kesetiaan pada satu pria.
Membayangkan priaku akan menyambut kedatanganku dengan berlutut dan selalu memuja cinta didepanku. Selalu mengatakan bahwa betapa dia mencintaiku dan rela melawan dunia untuk itu. Tapi di sisi lain dia juga bersumpah setia kalau perlu berteriak diatas bukit meneriakan betapa dia bersumpah bersetia kepadaku. Sudah persis seperti kartun – kartun itu.
Tapi sayangnya, dunia ini diisi oleh manusia – manusia yang tidak memiliki segalanya. Dan aku terlanjur mengharapkan segalanya.
Papa yang selalu memujaku setengah mati, memperlakukanku bak boneka porcelain yang rapuh dan mudah pecah. Membuatku semakin menerbangkan angan – anganku, akan prince charmingku dimasa depan.
Walau kenyataan berkata lain, sekilas aku tampak menemukan prince charmingku pada diri Dewa lalu terhempas perbedaan. Kembali menemukan pada sosok mas Bobby, lalu aku dijatuhkan begitu saja. Mencoba mencari kembali pada Abram, lalu aku dimentahkan lagi, dua kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintai Nania
RomanceWarning! Adult content, 21+. Some scenes and languages might not be suitable for below 21. Silahkan membaca Trial&Error dulu sebelum membaca cerita ini. Dewa : Nania.. cinta aku ke kamu itu,nyata. Cinta aku ke kamu itu, ada. I love you with all my...