EXTRA PART 3

3.9K 304 21
                                    

"terima kasih buat kerja kerasnya di Quarter kemarin, saya sangat menghargai setiap jerih payah yang rekan – rekan semua sudah curahkan bagi perusahaan ini. Dedikasi kalian luar biasa, tapi sayangnya kita jangan terburu – buru berpuas hati. Yang belum terbawa semangat, ayo pacu lagi semangatnya. Yang masih mengantuukk..."

Gue terlonjak mendengar kata mengantuk, karena bertepatan dengan kaki yang menyenggol gue. Gue langsung menegakan duduk gue walau kepala gue mendadak rasanya pening dan tatapan gue bertumbukan dengan mas Hafiz yang sudah melotot kearah gue, gue cuma bisa nyengir sambil garuk – garuk.

Sumpah gue ngantuk banget, ini juga gak sengaja ketiduran. Salahkan AC yang berhembus kayak angin puncak dan bikin gue jadi lama – lama ketiduran.

Kanan kiri semua sudah menahan tawa bahkan belakang gue sampai terkikik – kikik. Selanjutnya mas Hafiz jalan lagi kearah lain sambil melanjutkan sambutannya mengobarkan semangat buat semua karyawan untuk menyambut Quarter baru pembukuan.

"kurang tidur bro?" tanya Agustian disebelah gue, gue cuma menggumam sambil menggosokan tangan ke muka "nih permen kopi" dia menyodorkan permen kopi dan gue terima, lumayan lah walau bukan kopi beneran. "mata lo berkantong banget" ucapnya sambil ketawa pelan "dah berapa bulan sih?" tanyanya lagi dan gue menguap lebar walau gue tutupi dengan tangan gue "baru mau dua bulan bro, masih berantakan tidurnya. Semalam aja gue sampai keder, mau ganti popok Rayna, eh popok lamanya gak gue lepas malah langsung gue tiban pakai popok baru.. pantes masih nangis aja dia" ucap gue selesai menguap dan menggosokan muka gue.

"biasalah gitu, nanti udah 3 bulan lewat mulai teratur kok pola tidurnya. Istri lo gimana?" tanyanya dan gue menyandarkan punggung gue pada kursi lipat ini, gue benar – benar butuh merem sebentar. Sungguh ngantuknya luar biasa "istri gue masih kacau banget lah jam tidurnya. Apalagi kalau gue masih dikantor gini, gak ada yang bantu. Ini mulai tandem sama ASI perah sih, jadi kalau yang satu nyusu langsung yang satu pakai botol. Soalnya suka barengan. Gue takut Nana baby blues Gus.." ucap gue pelan, sambil pandangan terus kedepan kearah mas Hafiz.

"ada tanda – tandanya gak? Suka bengong, suka nangis sendiri, marah – marah, jadi lebih sensitif sama omongan kita ?" tanya Agustian sambil dia juga tatapannya terus kedepan, biar kami gak ketahuan amat kalau ngobrol diluar topik. Gue menghela nafas "belum sampai nangis sih, tapi kadang suka bengong gitu kalau lagi nyusuin, tatapannya kayak kosong gitu, dan agak sensi kalau gue nanya apa gitu, nanti langsung ketus 'ya menurut mas aku sempat?' langsung gitu.."

"hmm.. bisa kesana sih, udah tanda – tanda awal dia exhausted it. Orang banyak salah ngira, dibilang baru sekian bulan jadi ibu aja udah sewot, padahal sekian bulan pertama itu justru masa krisis karena si ibu belum nemu celahnya harus gimana.." ucapnya sambil bersidekap dan melirik sekilas "mending diatasin dari sekarang Ndra" sambungnya. Gue memang pernah baca soal baby blues ini, dan katanya bisa berakibat depresi kalau gak segera diatasi dengan benar. "ngatasinnya gimana Gus? Harus gue bawa ke psikolog gitu?" tanya gue. Dia menegakan posisi duduknya "kalau masih awal masih gampang, Ndra. Gak harus langsung dibawa ke psikolog juga. Pijitin, sediain cemilan yang dia suka, ajak ngobrol dan yang paling ngebantu ya bantu pegang anak – anak lo. Kadang mereka butuh dijauhin sebentar dari anak – anak. Lo sejauh ini bantuin kan?"

Gue merengut kesal "kalau gue gak bantuin, gimana ceritanya muka gue kayak zombie gini? gue ikut bangun kali" sahut gue sewot dan Agustian terkekeh menyenggol lengan gue "santee kalee... sewot amat"

****

"mamiii...." gue membuka pintu kamar perlahan. Nana sedang berdiri disamping changing table dan mengganti popok Rayna. Rambutnya yang sudah panjang menyentuh pungung dia ikat asal berbentuk seperti konde, dia memakai daster kancing depan yang memang gue belikan untuknya karena memudahkan dia menyusui.

Mencintai NaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang