“Mama!”
Bela terkejut melihat ibunya yang berdiri tegap di ambang pintu. Wanita itu berjalan menghampiri Bela.
Bela menautkan alisnya kala ibunya duduk di tepi ranjangnya. Aneh sekali batinnya.
Sarah—ibu Bela, terus menatap putrinya datar. Sikapnya itu membuat Bela semakin bingung. Apalagi selama ini keduanya tidak pernah dalam posisi berdua seperti itu.
“Kenapa?” tanya Bela. Sarah hanya terdiam. Pandangannya tertunduk dan ia memejamkan matanya perlahan. Bela semakin bingung harus berbuat apa.
“Bela ... Mama gak pernah ngajarin kamu kurang ajar ya!”
Bela tersentak mendengar ucapan Sarah. Kenapa tiba-tiba ia berkata begitu?
“Maksud Mama apa?”
“Bela, Mama udah tau semunya. Mama udah tau kelakuan kamu di sekolah.”
“Denger ya! Kamu itu cucu dari pemilik Sekolah, harusnya kamu itu bisa jaga sikap. Jangan kurang ajar, jangan etika, hargai orang lain, jaga nama baik keluarga!” Nada bicara Sarah sudah mulai meninggi.
Bela menatap sarah tak mengerti. Sebenarnya apa yang dikatakan ibunya ini?
“Mama apaan sih, Bela gak ngerti.”“Gak usah pura-pura gak ngerti, mama udah tau semunya.”
“Bela, kamu itu harus pintar memilih teman dan pergaulan. Biar kamu gak terpengaruh sama keburukan mereka. Kamu itu berasal dari keluarga terpandang, semua orang bisa kamu jadiin temen. Kenapa kamu malah temenan sama anak yang gak bener, kamu temenan sama anak-anak yang ga—”
“Maksud Mama apa sih?” Bela mulai kesal dengan pembicaraan ibunya. Jujur saja, ia paling tidak suka ada seseorang yang mempermasalahkan pertemanannya. Bagi Bela, tidak ada yang salah dari pergaulannya. Teman-temannya pun tidaklah buruk.
Bela bangkit dari ranjangnya dan berdiri tepat di depan ibunya.
“Siapa yang Mama maksud gak bener? Siapa yang Mama maksud, siapa?”“Mama tau dengan siapa yang bergaul, kamu berteman dengan salah satu anak yang pernah kena kasus gak bener, dan kamu juga tidak berteman dengan orang yang sepadan dengan kita. Kamu berteman sama mereka yang punya kelakuan buruk.”
Bela bergidik geli mendengar ucapan Sarah. Bagaimana mungkin ibunya bisa memiliki pemikiran seperti itu. Menjijikan sekali.
“Mama gak usah sok tau deh, Mama tau apa tentang Bela. Coba Mama tanya Oppa, karena Oppa lebih tau dari pada mama.”
“Oppa kamu itu enggak setiap saatnya memperhatikan kamu, pasti ada yang luput dari perhatiannya. Dan kamu itu sudah salah memilih teman. Kamu itu banyak peluang temenan dengan orang-orang seperti kita, tapi kamu justru bermasalah sama mereka dan milih—”
“Arrghh, Mama apaan sih? Kenapa Mama bisa mikir kayak gitu? Bela udah gede Ma, dari kecil juga Mama gak pernah perduli sama urusan Bela kan? Terus kenapa sekarang Mama mau ikut campur?”
“Mama lakuin ini karna Mama sayang sama kamu, untung aja tadi anak temen mama cerita tentang kamu. Kalo nggk, Mama gak bakal tau kalau kamu begini.”
Bela mengernyitkan dahinya, jadi ada yang berusaha memojokkan dirinya di sini. “Siapa ... siapa yang bilang ke Mama? Harus Mama tau, kalau semua yang Mama bilang tentang temen Bela itu gk ada yang bener!”
“Angel ... Angel udah cerita semuanya sama Mama, dan Mama minta kamu jauhin temen-temen kamu itu. Lebih baik kamu temenan sama Angel dan teman-temannya.”
“Gak mau! Jangan atur Bela, dengan siapa Bela mau temenan itu terserah Bela. Bela udah gede mah, lagian Angel siapa? Bela gak ada yang kenal namanya Angel!”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sisterhood {SEDANG REVISI}
Teen Fiction⚠️14+ {BELUM REVISI} ON GOING Tidak open feedback ya :) Jika kalian suka ceritanya silahkan divote, tapi harus baca dulu sebelum vote. saya tidak memaksa untuk Vt+Cm, tapi jika mau melakukannya terimakasih, karna itu membuat saya semangat😊 SISTERHO...