36#

31 8 0
                                    

"Menyebalkan!"

"Meresahkan!"

"Gila!"

"Banci!"

Bela melemparkan anak panahnya ke papan dartboard. Setiap sekali lempar ia menyisipkan kata umpatan untuk seseorang yang ada di dalam fikirannya.

Setelah merasa cukup lelah. Ia menjatuhkan bokongnya di kursi sofa.

"Ah, masih kesel gue!" Bela berdecak kesal.

"Entah kenapa, yang jelas gue tuh gak suka banget sama cowo yang suka main keroyokan. Apalagi mereka berantem karena masalah ...." Bela tak melanjutkan kalimatnya.

"Kevin juga, arhh ... gue gak nyangka dia begitu," tambahnya.

"Citra mereka udah jelek di mata gue, apalagi Arka. Sekarang gue jadi makin gak suka," ungkap Vera.

"Hah, pusing gue Ver. Di rumah ... gue ribut mulu ama nyokap. Mau ke sekolah, gue lagi badmood. Makanya gue pagi-pagi udah ke markas."

Vera terdiam menyimak.

"Yaudahlah, nanti kita ke RS ya, nemenin Riri. Sekalian bawain baju ganti sama makanan," tutur Vera.

Bela hanya mengangguk. Matanya beralih melihat Riri yang sejak tadi diam membisu.

"Lo kenapa, Ri?"

"Gapapa, Bel," jawab Vivi lirih.

"Lo lagi ada masalah?"
Vivi menggeleng.

"Udahlah, apaan sih lo. Lo kira gue gak tau, dari sikap lo dah keliatan."

"Kebiasaan ini mah, satu masalah dateng. Eh ... yang lain ikut dateng," tutur Vera.

"Gak usah dipikirin masalah gue mah, udah biasa. Gue barusan memang tiba-tiba kepikiran aja gitu. Lo pada tenang aja."

"Yaudah, ayok sekolah!" ajak Vera.

Atainakum muhayyina ... wa ji'nakum muhannina ....
Ata—

Plak!

Nana mendelik menatap Kia. "Sakit heh, enteng banget sih tangan lo!"

"Yaa enteng lah, kan tangan gue sendiri," jawab Kia sambil terkekeh. Ia sama sekali tidak merasa bersalah telah menampol pipi temannya.

"Lagian suara lo jelek, gausah nyanyi."

"Bodo amat! kan suara gue sendiri, wleee!"

Biyaumin tadl-hakud-dunya ...
Lana fihi tunajina
Wa bil afrohi walluqya
Ma’al ahb—

Nana malah semakin mengeraskan suaranya untuk mejahili Kia. Alih-alih membuat Kia kesal, ia justru membuat dirinya sendiri malu. Murid-murid yang lalu lalang mendadak menatap aneh ke arahnya.

"Hahaha, ngapa lo diem? Lanjutin, Naa." Kia tertawa melihat wajah Nana yang memerah.

"Diem lo!" ucap Nana sambil mencubit pinggang Kia.

"Malu ya ... malu ya! Liat deh, daun aja sampe rontok denger suara lo," tunjuk Kia pada sebuah daun kering yang baru saja jatuh.

"Bodo amat!"

Kia tertawa renyah melihat ekspresi Nana. Ia merogoh ponsel dan dua bungkus dodol dalam tasnya.

"Ini mereka pada ke mana ya? Jam segini belum dateng," ucap Kia sambil menatap layar ponselnya.

The Sisterhood {SEDANG REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang