Sinar mentari yang masuk melalui jendela kamar Vera membuat gadis itu refleks mengucek mata. Diliatnya jam dinding bermotif Doraemon miliknya. Waktu menunjukkan pukul 6.30. Vera mengambil ponselnya. Semalaman ia mengabaikan benda pipih kesayangannya itu. Banyak sekali notif pesan dari Arka. Vera masih teringat kejadian kemarin, saat Arka ikut menuduh dirinya. Padahal dirinya kan tidak bersalah huh!
Vera menutup ponselnya tanpa sedikitpun berniat membalas. Ia segera menuju kamar mandi. Bersiap ke sekolah. Riri pasti sudah siap di depan.
•••
Di rumah, Arka terus mengacak rambutnya frustasi. Bagaimana tidak, gadis pujaannya itu tak kunjung membalas pesannya. Padahal sudah lebih dari 100 pesan dikirimkannya.
"Arghh Vera, pliss," rengek Arka sambil bergelut dengan selimutnya.
Desi yang mendengar suara Arka lantas menghampirinya ke kamar. "Arka!"
Tak ada jawaban dari putranya. Desi hanya melihat sepasang kaki tanpa badan yang menjulur dari dalam selimut. Desi menarik dan mencoba membuka selimut yang menyelubungi tubuh Arka. "Kamu kenapa?" tanya Desi.
Arka membuka selimutnya, menatap wajah ibunya yang kebingungan. "Gapapa," ujar Arka.
"Yaudah, sana keluar. Ada Cindy di depan." Arka terkejut. Cindy?
"Tumben, ke sini?" ujar Arka. "Ya mana Mama tau, sana samperin."
"Nyamperin siapa?"
"Nyamperin Cindylah, masa nyamperin calon mantu sih. Tapi ya gatau kalo calon mantu Mama ternyata Cindy juga, haha." Desi tertawa meledeki Arka.
"Dih, apaan!"
Arka turun dari ranjangnya. Berjalan menuju ruang tamu. Seorang gadis berambut panjang lengkap dengan seragam sekolahnya tengah duduk di sana. "Kenapa Cin? Tumben pagi-pagi ke sini."
Cindy tersenyum melihat Arka. "Iya, tadi aku di anter Papa ke sini. Papa nyuruh aku bareng kamu berangkat sekolahnya. Gapapa kan?"
Arka mengangguk. "Gapapalah."
"Thankyou," ucap Cindy tersenyum.
Arka menatap Cindy lekat. Apa sebaiknya ia tanya dengan Cindy tentang peristiwa kemarin? Sebenarnya kronologinya juga belum terlalu jelas ya kan.
"Cin" panggil Arka.
"Kenapa, Arka?"
"Boleh kamu ceritain kronologi cerita yang kemarin?" Cindy terdiam.
"Cindy" panggil Arka lagi.
"Ah, iya Arka. Aku bakal ceritain."
"Jadi, kemarin itu aku mau ke toilet. Trus aku ketemu sama dia. Dia natap aku tajam banget, aku sampe takut. Trus dia bilang kalo aku itu kegatelan, dia bilang kalo dia benci banget sama aku. Akhirnya dia dorong aku sampe jatuh." Cindy menundukkan kepalanya. Isak tangisnya mulai terdengar. Arka mendekat ke arah Cindy dan menenangkannya.
"Koq bisa ya dia ngomong gitu."
"Gatau, mungkin karena kita berdua dekat. Dia cewe yang kasar bangett."
Arka tidak terlalu mendengarkan ucapan Cindy. Pikirannya jutsru terbang ke tempat lain. Apa Vera cemburu ya karna gue deket sama Cindy? Berarti dia juga suka sama gue dong. Demi apa ya Allah, ini beneran?
Hati Arka seketika berbunga-bunga, sebisa mungkin ia menahan senyumnya.
"Emang Cindy pantes ya dibenci? Cindy emang ada kekurangan apa sih Arka?" Arka kembali fokus pada Cindy.
"Udah, kamu jangan terlalu dipikirin ya. Kita berangkat sekolah aja yuk." Cindy mengusap air matanya lalu mengangguk.
•
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sisterhood {SEDANG REVISI}
Teen Fiction⚠️14+ {BELUM REVISI} ON GOING Tidak open feedback ya :) Jika kalian suka ceritanya silahkan divote, tapi harus baca dulu sebelum vote. saya tidak memaksa untuk Vt+Cm, tapi jika mau melakukannya terimakasih, karna itu membuat saya semangat😊 SISTERHO...