Vivi mengemas barang-barangnya ke dalam koper. Suasana hatinya tengah bagus pagi ini. Vivi memutuskan tinggal di rumah Nana mulai hari ini.
Setelah dirasa selesai berkemas, Vivi segera keluar menemui orangtuanya. Bagaimanapun sikap orangtuanya terhadap dirinya, Vivi rasa ia tetap harus meminta izin.
Vivi menatap ke arah tiga orang yang tengah duduk di ruang tamu—Ibu, ayah dan adiknya.
"Ma, Pa," panggil Vivi lirih.
"Vivi izin mau nginep di rumah temen beberapa Minggu. Rumahnya gak terlalu jauh koq ...." Vivi menghentikan sejenak perkataanya. Ayah Vivi menarik sudut matanya ke arah Vivi.
"Kunci mobil mana?" tanya Ayah Vivi tanpa menoleh. Matanya masih terfokus membaca sebuah koran ditangannya.
"Kunci mobil?"
"Mana?" Vivi mengambil sebuah kunci dalam sakunya dan menunjukkan pada ayahnya. "Ini, Pa!" tunjuknya.
"Bawa sini!"
Vivi perlahan berjalan mendekati ayahnya dan memberikan kunci mobilnya.
"Kalau mau pergi, gak usah bawa mobil. Kalau ini memang keputusan kamu, kenapa harus pergi dengan membawa sesuatu dari sini."
Vivi terkejut mendengar penuturan ayahnya. Apa ia sedang diusir secara halus saat ini?
Setelah mengambil kunci mobil itu ayah Vivi langsung bangkit dan pergi menuju kamarnya disusul pula oleh ibunya.
Tinggalah Vivi yang membeku memikirkan sikap ayahnya barusan.
Vivi lo gak boleh nangis! Harusnya lo tau kalo ini memang bakal terjadi, batinnya.
Vivi menarik kopernya dan melangkah keluar rumah. Sebelumnya Vivi sempat menoleh menatap adiknya yang sedang fokus bermain ponsel.
"Gue pergi! Jagain Mama sama Papa ya."
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam," jawab Vito lirih. Namun, masih bisa didengar oleh Vivi.
Vivi mengambil ponsel dari sakunya dan menghubungi salah satu temannya. Setelah 10 menit berlalu, Vera sampai di depan rumah Vivi. Dengan segera Vivi masuk ke dalam.
"Thanks ya, Ver."
Vera terdiam.
"Vi, kita ke rumah Riri ya?"
"Ha? Ke rumah Riri, ngapain?"
"Sebenernya kemarin Riri pulang, dan sampe sekarang dia gak ada hubungin gue. Gue khawatir, Vi."
"Dia pulang? Oo emm oke-oke. Ayok ke sana!"
Vera menginjak pedal gasnya melesat menuju rumah Riri. Tak perlu waktu lama mereka sudah berada di depan gerbang rumah Riri. Ah, ya lebih tepatnya rumah ayah tirinya.
Vera menelan ludahnya. Jujur ia ragu datang ke sini. Apalagi mereka tahu masalah yang terjadi di rumah itu.
"Ver, kenapa berhenti di sini?"
"Emm, gue ragu Vi. Kira-kira ada masalah gak kalo kita dateng."
"Apapun itu, kita harus nemuin Riri kan?"
"Ah, iya."
Vera kembali menjalankan mobilnya. Mereka berhenti tepat di depan rumah Riri. Saat keduanya keluar dari mobil mereka langsung mendapati sesosok gadis yang duduk meringkuk di depan pintu.
"Riri!" Vera dan Vivi langsung menghampiri Riri.
"Lo kenapa?"
Riri mengangkat kepalanya. Matanya sembab dan wajahnya pun memucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sisterhood {SEDANG REVISI}
Teen Fiction⚠️14+ {BELUM REVISI} ON GOING Tidak open feedback ya :) Jika kalian suka ceritanya silahkan divote, tapi harus baca dulu sebelum vote. saya tidak memaksa untuk Vt+Cm, tapi jika mau melakukannya terimakasih, karna itu membuat saya semangat😊 SISTERHO...