50#

38 5 0
                                    

Malam ini Vivi mulai bekerja di cafe bersama Nana. Ia sedikit gugup, mungkin karena ini hari pertamanya. Dalam hati Vivi ada rasa bangga, ternyata ia bisa mandiri tanpa bergantung pada orangtuanya lagi. Semoga semuanya berjalan lancar.

Vivi berjalan ke meja pelanggan untuk mencatat pesanannya. Ia berusaha seramah mungkin pada pelanggan. Seketika wajah Vivi berubah redup. Mereka koq di sini sih, batin Vivi.

Vivi terus melangkah hingga sampai di meja yang di tempati Genk Refour. "Pesen apa?" ujar Vivi. Busett, neng. Koq ketus amat yakಠ‿ಠ

Genk Refour menatap Vivi penuh keheranan, melihat gadis itu mengenakan seragam karyawan cafe sangat aneh di mata mereka. "Lo ngapain di sini? Vera ada?"

"Vera mulu lo!" ujar Gio pada Arka. Mentang-mentang udah ....

"Gak ada! Lo pada mau pesen apa?"

Genk Refour saling menatap satu sama lain. "Malah tatap-tatapan! Ayo buru, jangan bikin hari pertama kerja gue kehambat deh!"

"Oooo hari pertama kerja ...." ujar Gio menggerakkan kedua alisnya. Jujur saja, Vivi memang tidak bisa dikatakan sangat akrab atau sangat dekat dengan Genk Refour. Tapi untuk sejauh yang ia tahu saat ini, sepertinya mereka cukup patut diwaspadai—otaknya!

Kenzo dan Kevin langsung mengatakan pesanannya. Yah, dua pria ini memang tidak memiliki niat apapun pada Vivi. Niat mereka sangat lurus! Tidak seperti Arka dan Gio yang dari ekspresi wajahnya saja sudah terlihat aura negatifnya. Sebagai informasi, Genk Refour saat itu hanya ber-empat, Karel tidak bisa bergabung karena ada urusan keluarga.

Gio mengambil pena dan catatan Vivi. "Sebagai pelanggan mandiri, gue nulis sendiri aja." Vivi belum menaruh curiga pada Gio, ia setia menunggu pria itu menyelesaikan tulisannya. Setelah selesai, Gio memberikan catatan itu kembali pada Vivi. Wajah Vivi berubah merah kesal. Bagaimana tidak, tulisan Gio benar-benar tidak bisa di baca. "Ini apaan?" ujar Vivi menunjukkan tulisan itu.

"Pesenan gue lah!"

"Lo bisa kan, nulis pake bahasa Indonesia! Ini apaan coba? Sandi rumput, hah?" Arka dan Gio tertawa terpingkal-pingkal melihat wajah kesal Vivi.

"Gila lo ya!"

"Lo yang gila!"

"El—!

"Vii ...." panggil Nana. Arggg! Vivi geram sekali dengan dua orang di depannya ini. Jika Vivi punya kekuatan super sudah tentu ia lempar mereka ke mars. Huh, hari pertamanya yang indah jangan sampai berubah jadi musibah.

"Seneng banget lo, Gi?" ujar Kevin melihat Gio tertawa dengan leluasa.

"Ekpresinya bikin ngakak we!"

Bela duduk sambil menonton Tv di ruang depan. Sejak kemarin Bela belum mendengar suara cekcok dari orangtuanya. Bukannya mengharapkan mereka bertengkar, tapi kan mereka sedang ada masalah, biasanya rumahnya akan terdengar seperti perang dunia ditambah lagi dengan rencana perceraian mereka.

Tak lama pintu kamar orangtuanya terbuka. Sarah keluar dari balik pintu dan langsung menghampiri Bela. "Morning sayang!"

"Udah selesai ya ulangannya? Gimana lancar?"

Perasaan Bela seketika dag-dig-dug. "Lancar ... lancar koq." Dari pada ibunya nanti bertanya soal nilai lebih baik ia menghindar dulu.

"Ah, iya. Mumpung masih pagi, Bela mau ke luar dulu ya. Olahraga bentar." Ngeles duluu
Baru saja Bela membuka pintu rumahnya, sesosok tamu tak diundang sudah berdiri tegap di hadapannya. "Elo?"

The Sisterhood {SEDANG REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang