42#

37 7 0
                                    

Di Rooftop

"Tapi apa tujuannya? Gue masih gak ngerti." Riri duduk di kursi sambil mendengarkan penjelasan Alan barusan.

"Lo masih ingat, di hari yang sama kalian ke markas genk Refour. Gue ada ngirim surat. Dari sana sebenarnya Dika sama anak warrior yang lain udah ngerencanain semuanya. Tapi mereka belum pasti bakal kapan ngelakuinnya. Dan kebetulan mereka dapet info kalo lo pada mau ke markas genk refour hari itu. Jadi mereka .... Argg."

Alan tak melanjutkan ucapannya. Tangannya memegang sudut bibirnya yang terasa nyeri akibat pukulan dari Gio dan Arka tadi.

"Maafin gue. Gue emang salah! Tapi gue gak punya pilihan. Adik sepupu gue ada di SMALA, mereka bisa ngelakuin apa aja ke dia kalo sampe gue nolak."

"Dika pernah ngajak gue gabung bareng Warrior, tapi gue nolak. Mungkin itu juga yang bikin mereka kesel sama gue."

"Kenapa Dika bisa ngajak lo?" tanya Kenzo.

"Karena Warrior lagi nyari anggota murid SMAVIC."

"Dih, pasti nyari tenar," cibir Gio.

Kevin menepuk-nepuk pundak Alan.
"It's oke! Gue bisa ngerti."
Setelah mengatakan itu,
Kevin langsung pergi disusul Kenzo dan Karel. Tinggalah Arka dan Gio.

"Jadi ... yang neror Vera apa anak Warrior juga?" Itu suara Kia.

"Gue gak tau apa-apa soal itu. Gue cuman tau soal surat," jawab Alan.

Suasana hening sejenak.
Arka membalikkan badannya menuju pintu, kepalanya menoleh ke samping dan sudut matanya melirik ke arah Vera.
"Dan yang pasti itu bukan gue," ucapnya. Setelah itu ia langsung pergi bersama Gio di sampingnya.

Riri termenung menghadap luar jendela. Sejak tadi ia tak memperhatikan pak Bambang yang sedang mengajar. Kevin, Dika, Ibunya-tiga orang yang tengah menguasai pikirannyaa saat ini.

Huhff!

"Riri!" panggil Pak Bambang.

Riri langsung menoleh. Oh tidak, Jangan sampai ia mendapat pertanyaan seputar materi yang disampaikan tadi. Ia sama sekali tidak menyimaknya.

"Iyaa, Pak."

"Oooh gak jadi," jawab pak Bambang santai. Ia kembali menghadap ke papan tulis.
Riri bernafas lega. Hampir saja ia senam jantung.

"RIRII!" pekik Pak Bambang tiba-tiba.
Bukan hanya Riri, bahkan teman sekelasnya ikut terkejut. Beberapa murid di kelas sampai ada yang berdiri karena refleks terkejut, termasuk Riri. Ia berdiri dengan wajah memucat.

Pak Bambang tersenyum. "Nah, ini yang bapak maksud dengan gerakan refleks atau tak sadar. Jadi ... impuls atau rangsanganya itu tidak melalui pengola-"

"Paaaak, plis lah! Jantung Akbar lemah," potong Akbar dramatis.

"Kalau nanti dia copot, siapakah yang akan mengganti," lanjutnya.

"Iyaa ... maafin Bapak," ucap pak Bambang sambil tertawa renyah.

"Astaghfirullah, Bapak emang sangat kreatip," puji Varo sambil mengangkat jempolnya.

"Jantung lo aman, Ri?" kata Bela sambil terkekeh.

"Kaget gue."

"Lo kenapa? Masih mikirin yang tadi? Hem, ntar gue temenin deh minta maaf ke Kevin."

The Sisterhood {SEDANG REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang