37#Vivi Derandra Maheswara

52 11 1
                                    

Seorang anak, harusnya tidak dinilai dari apa jenis kelaminnya,
Tapi dari seberapa besar bakti dan kasih sayangnya terhadap kedua orangtuanya.

~Vivi Derandra Maheswara

***


Malam ini, suasana di rumah Vivi sangat tegang, sepertinya akan terjadi cekcok antara anak dan orangtuanya. Vivi tak kuat lagi menahan rasa yang dipendamnya selama ini. Mungkin malam ini akan dijadikannya kesempatan untuk meluapkan segalanya.

Vivi memang pulang sedikit terlambat, hal itu karna hujan yang tiba-tiba saja menderas saat ia di perjalanan pulang.

Vivi menatap kedua orangtuanya yang terlihat marah. “Anak gadis itu ada aturan!” ucap Ibu Vivi.

“Benar-benar gak bisa diharapkan!” ucap ayah Vivi. “Bahkan kelakuannya lebih liar dari anak laki-laki, memang lebih baik kalo saya itu hanya memiliki anak laki-laki,” tambahnya.

Dada Vivi sesak mendengar ucapan kedua orang tuanya itu. Apa salahnya? Orang tua
Vivi memang menantikan anak laki-laki, dikehamilan pertama, harapan mereka pupus ketika mengetahui bahwa Vivi adalah anak perempuan. Namun, pada kehamilan kedua mereka benar-benar mendapatkan seorang anak laki-laki. Vito derandra maheswara, ia adalah adik laki-laki Vivi. Usianya hanya berselisih 2 tahun dari Vivi. Sejak Vito lahir, orang tuanya sudah tidak memperhatikan Vivi. Vivi diurus oleh seorang asisten rumah tangga, yang sudah lama bekerja dirumahnya.

“Pa ... Maa, Vivi pulang terlambat karena hujan!” jawab Vivi.

“Alasan aja kamu, kalo memang gak mau pulang, ngomong aja! Gak ada yang melarang,” ucap Ayah Vivi lantang.

“Bikin malu aja! apa kata orang kamu pulang malam begini, dari mana kamu? pasti kamu keluyuran gak jelas diluar sana, MAU BIKIN SAYA MALU KAMU?”

Mata Vivi mulai berkaca mendengar kata demi kata yang diucapkan Ayahnya.
“Paa ... Vivi dah bilang, kan. Vivi telat karna hujan, Vivi juga gak keluyuran, Vivi ada di rumah Bela sambil nunggu hujan reda,” tutur Vivi menjelaskan.

Ayah Vivi terus menatap tajam. “Bohong! berapa kali kamu mau bohongin saya!”

“Papa marah sama Vivi itu karna khawatir atau hanya jadi pelampiasan? kenapa Papa sama Mama gak pernah percaya sama Vivi, Vivi salah apa?” ucap Vivi lantang.

“Kalo memang gak percaya gak papa, tapi jangan berfikir seburuk itu sama Vivi,”

Vivi tak sanggup lagi berkata-kata, ia langsung berlari menuju kamarnya.

“Mau kemana kamu? Saya belum selesai berbicara!” teriak Ayah Vivi.

“Udahlah, Paa. Biarin aja!” ucap Ibu Vivi.

Selang beberapa menit kemudian, Vito yang  sejak tadi melihat cek-cok mereka, berdiri dan meninggalkan ruangan itu menuju kamarnya.

Vito adalah tipe anak yang cuek. Ia tak perduli apa yang dilakukan orang lain. Meskipun, orang tuanya lebih menyayanginya, tapi ia tidak pernah ikut campur bersama orang tuanya untuk memojokkan Vivi. Walau ia tak dekat dengan Vivi, tapi ia sadar antara dirinya dan Vivi pada dasarnya tidak memiliki masalah apapun. Permasalahan disini adalah antara Vivi dan orang tuanya.

Vivi menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya. Ia mencoba untuk menahan sesak yang teramat sangat di dadanya.

Salah gue apa? batin Vivi.

Ia tidak habis pikir dengan sikap orang tuanya, seburuk itukah dirinya di mata orang tuanya. Vivi tahu, orang tuanya menginginkan anak laki-laki mungkin agar ia dapat melanjutkan usahanya.

Tapi apa salahnya jika memiliki anak perempuan?  Kuno? Iyaa pemikiran orang tuanya sangat kuno mengenai anak perempuan.

Vivi tidak tahan lagi terus menerus berada disana, ia mengambil seragam sekolah di dalam lemari dan . memasukkannya kedalam tas. Ia bergegas keluar rumah. Mungkin malam ini ia tidak akan tidur di rumah. Perasaannya sangat kacau saat ini.

Vivi pergi menggunakan pintu belakang, ia berjalan dengan sedikit memindik agar tidak ada yang mengetahuinya.

“Aneh!” ucap seseorang.

Vivi seketika terdiam mendengar suara itu.
Ternyata Vito sejak tadi berada di sana, hanya saja Vivi tidak menyadarinya. Sejak kapan dia disana? batin Vivi.

Vito berdiri sambil memegang sebuah gelas dan earphone yang terpasang di telinganya.

“Kalo cara lo gitu, yang ada nambah masalah!” ucap Vito santai, ia kemudian  berjalan dengan langkah gontai meninggalkan Vivi.

Vivi termenung mendengar ucapan Vito. Sepertinya benar yang diucapkan Vito. Jika ia pergi saat ini dan diketahui oleh orang tuanya, maka ini akan semakin memperburuk dirinya di mata orang tuanya.

Vivi memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya, lalu perlahan memejamkan mata.

Semoga hari esok jauh lebih baik.

Note:
Mohon maaf bila terdapat unsur negatif dll dalam cerita.
Silahkan! Ambil sisi positif dari cerita.
Unsur negatif bukan sengaja diciptakan ... hanya saja, suatu Kebaikan takkan nampak bila tidak ada keburukan di sekitarnya.


Happy reading:)

____________________________________
Sebenarnya part ini udah pernah di publish di part 10. Tapi sudah lama juga di unpublish karena sesuatu.

Itulah alasan kenapa, part-nya tiba-tiba loncat ke 11. Tapi its oke tidak berpengaruh koq. :)

The Sisterhood {SEDANG REVISI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang