6

3K 407 42
                                    

🥀Aku juga manusia, yang ingin dianggap, yang ingin dihargai.🥀

🌹🌹🌹

"Ada apa, Ay?" tanya Dhanny begitu Ayara tiba di kafe.

Ayara tersenyum murung. Susah rasanya untuk mengutarakan isi hatinya.

"Gak papa, Ay. Bilang aja kalau ada yang mau kamu sampaikan," hibur Kak Dhanny.

Ayara menghela panjang. "Kayaknya aku nggak bisa lanjut nyanyi di sini, deh, kak."

Kak Dhanny hanya diam sambil menunggu penjelasan Ayara.

"Mama, Papa, sama Aryana kompakan buat ngelarang aku nyanyi di sini," jelas Ayara, "dan mungkin di tempat lain juga."

Dhanny menepuk bahu Ayara. "Kamu nggak papa?"

Ayara menggeleng pelan. Jelas ia kenapa-kenapa.

"Ay, menyanyi adalah bagian dari mimpi kamu."

"Lebih dari mimpi bahkan," ujarnya pelan. "Menyanyi udah jadi bagian dari hidup aku, kak."

"Kamu bisa memperjuangkan hidup kamu, Ay," ucap Dhanny prihatin.

"Untuk apa, kak? Untuk apa jika orang terdekat aku nggak peduli atau bahkan membenci itu? Aku bukan kak Dhanny yang tahan banting," jelas Ayara.

Dhanny menghela prihatin. Tak tega ia melihat raut muka Ayara. "Kakak bisa bantu kalau kamu mau, Ay."

"Thanks, but no, kak. Aku nggak mau ngerepotin kak Dhanny," tolak Ayara halus.

Dhanny pun hanya mampu tersenyum getir, menyaksikan orang yang telah ia anggap sebagai adik sendiri ini hancur. "Kalau kamu butuh apa-apa, aku siap bantu, Ay."

"Makasih banyak, kak."

🌹🌹🌹

Ayara masuk kelas dengan muka suntuk dan lesu. Ia bahkan mengabaikan sapaan dari Rania. Langsung duduk begitu saja di bangkunya dan meletakkan kepalanya ke atas meja, beralaskan tangan.

"Nape lu?" tanya Rania.

Hening dari Ayara.

"Ay, lo sakit?"

"Nggak," jawab Ayara singkat.

"Lo lagi bad mood?"

"Nggak." Sebenarnya, bukan mood-nya saja yang buruk, tetapi juga hidupnya. Semua hal tentangnya benar-benar buruk.

"Ay, cerita dong," mohon Rania.

Ayara mengangkat wajahnya. Tidak, matanya tidak sembab, air mata juga tidak keluar, tetapi jelas hati Ayara sedang menangis saat ini.

"Kenapa, Ay?" tanya Rania lembut.

Namun Ayara tak menjawab dan malah kembali menaruh kepalanya ke meja. Ia ingin menghilang saja rasanya.

Rayyan melangkah masuk ke kelas Ayara. Ia ingin memastikan bahwa Ayara telah baik-baik saja, tetapi yang ia temukan justru Ayara yang semakin hancur.

"Dia kenapa?" bisik Rayyan pada Rania.

"Gak tau," balas Rania ikut berbisik.

"Ay?" Rayyan mendekat dan mengelus lembut rambut gadis itu.

Ayara hanya diam.

"It's okay, kalau lo belum mau cerita sekarang," ujar Rayyan pelan. "Tapi kita selalu di sini, siap nampung tangis dan cerita lo."

Ayara mengangkat kepalanya, menatap Rayyan dan Rania. "Thanks," ujarnya tulus.

AYARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang