27

1.4K 224 0
                                    

Ayara berjalan memasuki bilik tempat Aryana dirawat.

Di sana, Laras sedang mengelus lembut rambut Aryana dengan penuh kasih sayang. "Kamu cepat sembuh, ya, Sayang."

Aryana tersenyum lemah menatap Laras.

"Kalau ada apa-apa itu bilang sama Mama. Jangan semuanya dipendam sendiri. Ya?"

Aryana pun mengangguk patuh.

Melihat kedekatan ini membuat Ayara merasa sakit. Perlakuan ibunya bisa 180 derajat berbeda dengan dirinya tadi.

Apakah jika Ayara yang terbaring sakit seperti ini, ibunya akan ikut khawatir? Atau yang ada malah memarahinya karena tak bisa menjaga kesehatan?

Entahlah. Sikap ibunya kepadanya semakin lama terasa semakin menyakitkan. Seolah ia semakin tak berharga di dunia ini.

"Sebentar lagi Aryana dipindahkan ke kamar. Kamu bawakan barang-barangnya Aryana, ya," pinta Laras kepada Ayara.

Ayara pun mengangguk.

Tak lama berselang, perawat pun datang dan Aryana dipindahkan ke kamar rawat.

Ayara hanya berjalan pelan mengikuti mereka sambil menunduk dalam. Sakit di hatinya masih belum hilang, dan ia tak bisa menyembunyikan itu saat ini. Ia tak lagi bisa pura-pura tersenyum. Semakin ia mencoba untuk tersenyum, semakin sakit hatinya. Seolah tahu jika itu hanyalah usaha untuk membohongi dirinya saja.

Dia tak baik-baik saja.

Jadi biarlah, biarlah dirinya menunduk dalam diam, mencoba mengendalikan setiap luka yang ia rasakan.

🌹🌹🌹

Ayara berjalan keluar kamar Aryana untuk melapangkan hatinya yang sesak ini untuk sejenak. Berada di satu ruangan bersama ibunya dan Aryana sepertinya malah semakin membuatnya ingin menangis.

Gadis itu terus berjalan menyusuri koridor yang ternyata masih ramai juga di sore hari ini, sangat tidak mendukung mood-nya yang ingin menepi sendiri.

"Aya." Belum juga Ayara berhasil menenangkan dirinya, seseorang dengan suara yang telah ia kenal kini menyusul langkahnya.

Ayara berbalik dan melihat Erlangga berjalan menghampirinya. "Apa?"

"Lo nggak papa?" tanya Erlangga.

"Nggak papa. Kakak gue yang kenapa-kenapa," jawab Ayara malas.

"Ng ...." Erlangga menggaruk tengkuknya. "Gue tadi nggak sengaja denger ucapan nyokap lo."

"Terus?"

"Lo nggak papa?"

"Nggak."

"Ay-"

"Lo nggak perlu ikut campur kehidupan gue, Kak. Lo bukan siapa-siapa gue."

"Tapi gue kasihan sama ...."

"Gue juga nggak perlu rasa kasihan lo," potong Ayara. Hatinya telah lelah untuk membahas hal seperti ini.

"Gue nggak mau lihat lo terluka gini, Ay," ucap Erlangga.

"Gue sendiri aja nggak peduli dengan luka gue," balas Ayara getir. "Lo nggak perlu peduliin gue, Kak. Dan untuk perasaan lo itu, maaf gue nggak bisa suka balik sama lo." Entah atas dasar apa Ayara berkata demikian. Semua perkataan itu meluncur begitu saja tanpa sempat ia rangkai.

"Gue bakalan tunggu, Ay," jawab Erlangga pelan.

"Nggak perlu," jawab Ayara dingin. "Hidup gue itu udah kacau, Kak. Please jangan memperparah," ucap Ayara bergetar.

AYARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang