40

1.7K 240 25
                                    

Seharusnya sejak awal aku mengetahui bahwa diriku berharga.

🌹🌹🌹

Aku berharga. Aku berharga. Aku berharga. Aku berharga.

Ayara terus merapalkan kalimat itu dalam hatinya. Berharap dapat memberikan kekuatan untuk menghadapi setiap hal yang ada di hadapannya kelak.

Ia tak lagi tahu apa yang harus ia lakukan setelah ini. Hubungannya dengan keluarganya telah hancur, ia bukan lagi bagian dari keluarganya.

"Ini, lo ganti pake baju gue dulu, ya." Rayyan berjalan memasuki kamar tamu rumahnya, tempat Ayara akan tinggal untuk sementara.

Ayara menatap sweater berwarna abu-abu terang yang ia yakini ukurannya hampir dua kali lebih besar dari ukuran tubuhnya.

"Bunda sama Nala nggak punya baju yang seukuran lo. Ukuran Nala pasti kekecilan banget di lo, sedangkan ukuran Bunda pasti kelewat kebesaran," ucap Rayyan canggung. "Jadi, untuk sementara lo pake sweater gue dulu aja. Nggak papa, kan?"

Ayara hanya mengangguk dalam diam. Sebenarnya ia tak begitu memperhatikan ucapan Rayyan. Ia tak peduli.

"Besok gue minta Rania buat bawain baju-bajunya kalau lo masih mau tinggal di sini," lanjut Rayyan sambil menyerahkan sweaternya kepada Ayara. "Atau lo mau jalan buat beli baju?"

Ayara menggeleng pelan sambil menatap sweater Rayyan yang kini beralih ke tangannya.

"Oke, gue minta Rania bawa baju-bajunya besok."

Ayara mengangguk pelan.

Rayyan mendesah pelan. Ia sangat prihatin dengan keadaan Ayara saat ini. Matanya sembab, tatapannya kosong, pikirannya entah sudah melayang ke mana.

"Thanks," ucap Ayara serak.

Rayyan mengangguk. "Bunda lagi siapin makanan buat lo. Nanti Bunda yang antar makanannya langsung ke sini."

Ayara mendongak menatap Rayyan. Hal sesepele ini terasa begitu menyentuh Ayara. Bunda yang begitu mempedulikan dan mengkhawatirkannya, sementara orang tuanya sendiri tak pernah peduli dengan apa yang akan Ayara makan.

Rayyan menepuk lembut lengan Ayara. "Gue keluar dulu. Panggil kita kalau butuh sesuatu." Setelah itu Rayyan mengelus kepala Ayara lalu berbalik ke luar.

Ayara mengangguk. Ia butuh kesendirian ini. Ia butuh menenangkan dirinya. Sendiri.

Setelah Rayyan berjalan keluar dari kamarnya, Ayara melangkah gontai untuk mengganti pakaiannya. Napasnya terasa bergetar. Ia kembali ingin menangis. Menangis atas apa yang telah hilang dari angannya, dan menangis atas apa yang kini ia sadari bahwa itu miliknya.

Ia tak boleh menyerah sekarang. Ia harus berjuang. Kali ini untuk dirinya sendiri.

🌹🌹🌹

Mayang meletakkan nampan berisi semangkok sup ayam, telur, dan sepiring nasi ke meja di sisi kasur.

Ayara telah mengganti bajunya dengan sweater kebesaran milik Rayyan. Sweater itu sempurna membungkus tubuh mungilnya hingga beberapa senti di atas lutut. Rambutnya ia kuncir asal-asalan agar tidak mengganggu.

Mayang menatap Ayara prihatin. Ia belum tahu kejadian apa yang telah menimpa Ayara, tetapi ia yakin bahwa itu kejadian besar yang mengguncang hati, pikiran, bahkan mental Ayara.

"Makasih, Bunda," ucap Ayara serak sambil menatap kosong selimut yang menutupi kakinya.

"Boleh Bunda suapi Aya?"

AYARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang