Ayara menatap kosong dinding putih di hadapannya. Hari telah berganti dan dia masih berdiam diri di kamar.
Jiwa dan pikirannya entah sudah melayang ke mana.
"Bunda Mayang," panggil Ayara pelan.
"Apa, sayang?" Mayang yang sedang menyuapi Ayara menatap gadis itu lembut.
"Aya anak yang nakal, ya?" tanya Ayara.
Mayang tertegun. "Enggak, Nak. Aya anak yang baik."
"Terus kenapa Mama Aya sendiri benci sama Aya? Bahkan nggak mau melihat Aya lagi?"
Hati Mayang tercabik mendengar pertanyaan Ayara. Semakin tercabik begitu melihat tak ada air mata yang keluar dari mata gadis itu. Ia seolah sudah bosan dengan sesak yang ia rasakan.
Mayang telah mengetahui apa yang terjadi pada Ayara melalui Rayyan. Dan sungguh, ia ingin marah pada Laras.
Kalimat seperti itu tak seharusnya keluar dari seorang ibu, terlebih pada anak yang begitu baik dan berbakti seperti Ayara.
"Aya bukan anak yang baik," lanjut Ayara.
"Aya." Mayang segera meletakkan piring di tangannya ke meja. "Aya nggak salah. Aya bukan anak nakal." Tangannya mengelus lembut lengan Ayara.
"Aya cuma anak nakal yang cari perhatian, kan?" tanya Ayara lagi, mengacuhkan Mayang. "Aya cuma anak nggak tau diuntung. Aya cuma anak yang nyusahin. Aya cuma-"
"Enggak, Ay. Aya anak yang baik." Mayang memotong kalimat Ayara sambil menangis. Hatinya benar-benar perih melihat Ayara sehancur ini.
"AYA INI ANAK YANG NGGAK BERGUNA!" jerit Ayara. "Terus Aya harus apa, Bunda? Aya harus apa supaya bisa jadi anak yang berguna?!" Air mata perlahan mengalir di wajahnya. Ia terisak pada sesak di hatinya. "Aya harus gimana lagi supaya bisa jadi anak yang berbakti bagi mereka?"
Mayang memeluk Ayara erat.
"Aya kurang apa, Bunda?" Ayara balas memeluk Mayang. "Apa Aya harus benar-benar lenyap supaya bisa jadi anak yang nggak merepotkan bagi mereka?"
"Enggak, Aya. Nggak perlu. Aya anak yang baik," bisik Mayang.
"Kalau Aya anak yang baik, terus kenapa mereka nggak sayang sama Aya? Kenapa hidup ini harus nggak adil? Aya kurang apa? Aya harus apa?"
"Aya sudah sempurna. Nggak ada lagi yang perlu Aya lakukan."
Ayara hanya mampu meneruskan tangisnya dalam pelukan Mayang. Pelukan yang ia harapkan itu datang dari ibu kandungnya sendiri.
🌹🌹🌹
"Ay," panggil Rania pelan dengan suara bergetar. Tak sampai hati ia melihat Ayara yang sehampa ini.
Tak lama setelah Ayara selesai sarapan, Rania tiba dengan membawakan beberapa bajunya untuk Ayara.
Ayara perlahan menatap Rania dan tak lama, isakan kecil terdengar. Ayara menangis.
Rania dengan cepat memeluk Ayara, berharap dapat menenangkan gadis itu.
"Ran," bisik Ayara dalam isakannya. Ia balas memeluk Rania.
"Iya, Ay. Gue udah tahu semuanya dari Ray."
Untuk beberapa saat, mereka pun hanyut dalam tangis.
"Lo harus kuat, Ay," bisik Rania.
"Gue capek buat jadi kuat, Ran. Gue mau nyerah, tapi nggak punya pilihan itu."
Rania melepaskan pelukannya lalu menatap wajah Ayara lekat. Hatinya begitu sakit melihat wajah putus asa dari Ayara.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYARA [END]
Teen Fiction"I am matter." -Ayara- Tentang Ayara yang hidup di dalam keluarga toxic, yang selalu diperlakukan tidak adil, yang tak pernah dihargai. 🌹🌹🌹 "Seharusnya kamu bisa mencontoh kakak kamu." "Seharusnya kalian paham kalau perbandingan ini nggak akan me...