29

1.5K 223 10
                                    

🥀Gue rela melakukan apapun itu demi mendapatkan kasih sayang mereka. 🥀
-Ayara-

🌹🌹🌹

"Ma," panggil Ayara pelan begitu melihat Laras hampir tertidur di sisi ranjang Aryana.

"Iya, Ay?" Laras menegakkan badannya lalu menatap Ayara.

"Mama sama Papa pulang dulu aja. Biar Aya yang jaga Aryana," usul Ayara. Tak tega ia harus melihat ibunya tidur dalam posisi seperti ini.

Laras dengan cepat menggeleng. "Nggak. Mama mau di sini jagain Aryana."

"Tapi Mama, kan, besok juga masih harus jagain Aryana. Papa juga besok harus kerja, kan." Ayara menoleh ke arah Bayu yang duduk di sisi lain kasur.

Laras tetap menggeleng.

"Ma," bisik Ayara pelan sambil mengelus punggung ibunya. "Kalau vertigo Mama kumat gimana? Mama, kan, juga harus jaga kesehatan Mama."

Laras tampak menimang sebentar.

"Mama istirahat, ya?"

"Iya, Ma." Kali ini Aryana menambahkan. "Aryana sudah nggak papa, kok. Tinggal istirahat aja. Aya aja cukup buat jagain Aryana."

Laras akhirnya mengangguk walau dengan berat hati. "Aya, tolong jaga kakak kamu baik-baik, ya. Jika ada apa-apa tolong segera panggil perawat atau dokter. Kabari Mama juga."

"Iya, Ma."

"Sayang," Laras beralih ke Aryana. Ia mengelus lembut rambut putrinya. "Mama sama Papa balik dulu, ya."

"Papa juga balik dulu, ya, Sayang," ucap Bayu sambil ikut mengusap wajah Aryana.

"Iya, Ma, Pa," jawab Aryana sambil tersenyum lemah.

Laras mengecup lembut dahi Aryana sebelum ia akhirnya benar-benar pergi.

Ayara menatap kedua orang tuanya itu hingga akhirnya mereka berdua keluar dari pintu kamar. Batinnya berpikir sudah berapa lama dirinya tak mendapatkan kasih sayang seperti itu.

"Hah," desah Aryana pelan.

Ayara menoleh.

"Gue capek, Ay."

Ayara duduk di kursi sisi ranjang Aryana sambil menunggu kakaknya melanjutkan ceritanya.

"Gue capek dituntut ini dan itu sama Mama-Papa. Gue kayak anak kebanyakan yang bisa menikmati hidup mereka. Gue juga pingin seneng-seneng, Ay. Bukannya malah menutup diri untuk belajar atau lompat dari satu bimbel ke bimbel lain."

Ayara mendesah panjang. Apa yang ia rasakan jauh lebih sesak dari itu. Ia tak ingin menjadi egois dan mengatakan bahwa apa yang Aryana rasakan masih jauh lebih baik dari apa yang Ayara rasakan, namun hal itu hanya akan memperkeruh suasana di sini. Toh, Aryana juga tak akan peduli dengan perasaannya.

"Gue juga pingin bebas kayak lo, Ay," lanjut Aryana sambil menatap kosong langit-langit kamar rumah sakit.

"Ar, setidaknya lo tau seberapa besar kasih sayang mereka ke elo, kan," jawab Ayara akhirnya.

"Kasih sayang itu nggak cukup, Ay. Gue juga mau hidup santai dan nggak penuh tuntutan kayak gini," sanggah Aryana. "Capek, Ay. Gue juga capek belajar terus."

Ayara akhirnya memutuskan untuk diam saja.

"Dan lo makin memperparah keadaan," lanjut Aryana lagi. "Dengan malasnya lo, tuntutan dan harapan Mama-Papa ke gue semakin besar."

Ayara masih memilih untuk diam, meskipun rasa perih telah menjalari dadanya.

"Kenapa, sih, lo harus kayak gini, Ay? Kenapa lo nggak pintar? Kenapa lo nggak berusaha lebih? Gue capek nanggung kesalahan lo. Lo yang berbuat, gua yang tanggung jawab!"

AYARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang