38

1.4K 215 14
                                    

Dengan hati penuh luka ini, aku memutuskan untuk terus berjalan. Saatnya mencari kebahagiaan yang hilang itu.

🌹🌹🌹

Lomba demi lomba selanjutnya berhasil Ayara menangkan, membuat nama Exquisite melambung begitu cepat. Band Bina Bangsa yang mulanya tak pernah diperhitungkan, kini menjadi disegani.

Sore ini mereka berhasil mendapatkan piala keempat dalam dua bulan terakhir. Mungkin memang bukan berasal dari perlombaan paling bergengsi, tetapi setidaknya cukup untuk membuka langkah mereka ke ajang perlombaan yang lebih besar.

"Lo hebat hari ini, Ay," puji Rayyan begitu tiba mengantarkan Ayara ke rumah.

"Memang hari lain enggak?" balas Ayara.

Rayyan tertawa kecil. "Hebat juga, kok," pujinya tulus. "Lo selalu hebat."

Ayara hanya tersenyum tipis Ia benar-benar kebal dengan ucapan-ucapan maut dari Rayyan. "Gue masuk dulu, ya. Makasih untuk hari ini."

Rayyan pun mengangguk.

Setelah sempurna ia melihat Ayara masuk ke dalam rumahnya, barulah Rayyan menyalakan motornya untuk pergi.

🌹🌹🌹

Laras, Bayu, dan Aryana telah duduk di ruang tengah, seolah memang menunggunya pulang.

Ayara menenggak salivanya. Suasana ini lagi-lagi yang menantinya di rumah.

Tak bisakah ia sekali saja pulang disambut dengan senyuman dan pertanyaan 'Bagaimana hari ini?' atau 'Bagaimana lombanya?'.

Sepertinya memang tak bisa. Itu bukanlah jalan hidupnya, dan ia harus terima dengan itu.

"Habis dari mana kamu?" tanya Laras.

"Ngajarin temen, Ma," jawab Ayara, lagi-lagi, berbohong.

"Terus apa ini?" Mamanya menunjuk laptop yang ada di meja ruang tengah itu.

Ayara menatap layar tersebut baik-baik. Itu adalah video dari salah satu perlombaan yang ia ikuti. Mata Ayara terbelalak seketika.

Habis sudah dirinya!

"Kamu masih bergabung dengan band itu?" tanya Laras dingin.

Ayara hanya menunduk diam.

"JAWAB!"

"Iya, Ma."

"Sampai kapan kamu mau bermain dengan gitar dan hobi bodoh kamu ini?" tanya Laras.

"Musik bukan hobi bodoh, Ma," sanggah Ayara.

"Tapi bisa membuat kamu menjadi bodoh."

"Ma," Ayara mencoba menahan nadanya agar tidak meninggi. "Aya suka dengan musik. Apa nggak bisa beri kesempatan-"

"Sini, ikut Mama!" Dengan kasar, Laras menarik tangan Ayara, diikuti oleh Bayu dan Aryana di belakang mereka.

"Ma, sakit," rintih Ayara pelan.

Namun Laras tak peduli dan tetap menarik Ayara. Ia berjalan ke kamar Ayara dan membuka pintu itu dengan kasar.

Dengan sekali hentakan, Ayara terhuyung jatuh ke kasurnya.

"Ini, kan, yang membuat kamu jadi malas!?" telunjuknya menunjuk gitar di sudut ruangan.

Ayara hanya diam sambil menangis pelan.

"Sudah habis kesabaran Mama untuk kamu, ya, Ayara!" Lalu dengan gerakan yang begitu cepat, ia mengangkat gitar tersebut dan ....

BRAK!

AYARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang