"Gue ngerasa nggak enak deh sama teman lo," ujar Luna setelah kedua pria tersebut menghilang dibalik pintu kelas.
"Emangnya kenapa?" tanya Jayden.
Luna mengendikkan bahunya lalu menjawab, "mereka mungkin ngira kalau keradaan gue buat lo menjauh dari mereka."
Jayden tertawa kecil mendengarnya, sebelah tangannya terangkat untuk mengusak surai Luna, "lo berpikir terlalu jauh, Cakra sama Gilang tidak se-kekanakan itu."
"Beneran?" tanya Luna memastikan.
"Iya, jadi buang jauh-jauh pikiran konyol lo itu," ujar Jayden yang dibalas anggukan oleh Luna.
"Jadi, bisa kita bahas hal lain?" tanya Jayden yang kembali dibalas anggukan oleh gadis di sampingnya.
"Kalau gitu giliran gue yang nanya. Gimana perasaan lo setelah dua minggu sekolah disini?"
Luna diam sejenak memikirkan jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan Jayden, "jauh lebih baik daripada cuma diam nggak jelas di rumah," tuturnya setelah menemukan jawaban yang tepat.
"Ya iyalah, pasti karena ada gue disini," ujar Jayden sembari menaik-turunkan kedua alisnya, berniat menyombongkan dirinya sendiri.
Luna dibuat mendengus melihat tingkah Jayden, "narsis banget lo."
"Gue boleh nanya sesuatu nggak sama lo?" giliran Luna yang bertanya.
"Tanya aja," balas Jayden kemudian.
"Udah berapa lama lo pacaran sama Bella?" tanya Luna dengan raut wajah penasarannya.
"Udah cukup lama, mungkin dua tahunan? Kita pacaran sejak tahun pertama semester kedua." Jayden menjawab apa adanya yang dibalas gumaman panjang oleh gadis di sampingnya.
"Oh, ternyata udah lama juga ya."
Jayden mengangguk kecil mendengarnya, ia ingat saat dirinya menyatakan perasaanya pada Bella hanya dengan modal nekat. Jangan dikira dirinya bisa dengan mudah mendapatkan Bella. Sulit, bahkan sangat sulit. Saingannya sangat banyak, bukan hanya berasal dari satu angkatan dengannya, dari kalangan senior pun ada. Pesona Bella memang sekuat itu.
"Bella itu orangnya kayak gimana sih?" tanya Luna lagi.
Lamunan Jayden seketika buyar, ia mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan yang dilontarkan Luna.
"Kenapa lo nanya-nanya?" tanya Jayden penuh selidik.
Luna mengerjapkan matanya beberapa kali, otaknya berputar untuk menemukan jawaban yang pasti sebelum akhirnya menjawab.
"Gue cuma pengen tahu aja, sesabar apa Bella sampai dia kuat ngadepin tingkah lo yang aneh dan nyebelin."
Jayden menyipitkan kedua matanya lalu mencibir setelahnya, "enak aja. Heh, gue nggak seburuk itu ya. Gue ini ganteng terus pintar, jadi wajar saja kalau Bella mau jadi pacar gue," balasnya sarat akan kekesalan.
"Lo benar-benar narsis tahu nggak. Cerita aja kali, apa susahnya coba?" Luna mengulangi kalimatnya, atau lebih tepatnya ia mendesak Jayden.
"Gue nggak bakal cerita apapun sama lo, lo pasti minder kalau gue cerita sebaik apa Bella." tolak Jayden secara terang-terangan.
Luna tahu jika Jayden hanya bercanda dengan perkataannya, namun entah kenapa itu terdengar menyakitkan baginya.
"Emangnya dia lebih baik daripada gue?"
"Ya iyalah, Bella jauh lebih baik daripada lo. Jauh, jauh banget malah," ujar Jayden dengan nada menyombongkan.
Luna mendengus kecil, entahlah, ia sedikit kesal mendengarnya. Rasanya seperti seseorang telah mencubit ulu hatinya secara tak kasat mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUWET [END]
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] [BELUM DI REVISI] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Jayden dan Bella adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Namun hubungan mereka...