"Halo Tante," sapa Luna setelah panggilannya terhubung pada seseorang di seberang telepon.
"Halo sayang, ada apa? Tumben banget telepon Tante," sahut seseorang dari seberang telepon sana, membuat Luna tertawa kecil sebagai balasan.
"Aku akan lebih sering menelepon ke depannya. Tapi buat sekarang, aku benar-benar butuh bantuan Tante."
"Dan, apa itu?"
"Tante ingat nggak, sama cowok yang pernah nyelamatin aku waktu diganggu preman di gang dekat rumah aku dulu?"
"Ya, cowok yang kamu suka itu?"
Luna menganggukkan kepalanya tanpa sadar mendengar perkataan sang Tante.
"Iya, sampai sekarang pun aku masih suka sama dua. Rencananya aku mau datang ke Rumah sakit Tante sama dia buat check-up. Nanti, Tante bisa nggak kasih hasil riwayat penyakit aku yang lama? Tante tahu sendiri kan, aku sekarang udah sembuh."
"Hm, gimana ya..."
"Please, sekali ini saja. Aku minta tolong, emangnya Tante mau kalau penyakitku kambuh lagi karena terlalu banyak pikiran?" bujuk Luna yang terkesan memaksa.
"Baiklah, kamu emang paling bisa buat orang lain nggak bisa nolak keinginan kamu. Tapi janji ya, cuma kali ini kamu boleh minta hal kayak ini."
"Iya, aku janji," sahut Luna kegirangan.
"Jam berapa kamu datang nanti?"
"Sekitar jam 4, mungkin?"
"Tante akan siapin semuanya nanti. Kalau gitu Tante tutup dulu teleponnya, masih ada pasien yang harus Tante tangani."
"Iya, makasih banyak ya Tante."
Luna memutuskan sambungan teleponnya, senyumnya terulas lebar begitu berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia merapikan sedikit seragamnya sebelum bersiap untuk keluar dari bilik toilet.
Luna hampir saja memekik saat melihat sosok lain yang berdiri di depan bilik toilet yang di tempatinya.
"Elga? Kenapa lo ada disini?" tanyanya dengan nada bicara yang ia buat senormal mungkin.
"Ini tempat umum, apa salahnya kalau gue ada disini?" balas Elga yang terkesan cuek.
"Oh, benar juga."
Diam-diam Luna menghembuskan napasnya lega. Sebelumnya ia mengira jika Elga mendengar pembicaraannya dengan sang Tante tadi, tapi baguslah kau dia tidak mendengarnya.
Elga menahan lengan Luna yang hendak pergi meninggalkan kamar mandi. "Lo keliatanya buru-buru banget, mau kemana?"
"Kelas. Sebentar lagi bel dan gue punya kelas yang harus gue ikuti," balas Luna yang dibalas tatapan remeh oleh Elga.
"Bukannya lo punya cukup banyak waktu? Lo bahkan teleponan sama Tante lo tadi."
Luna membulatkan kedua matanya selama beberapa detik, namun dengan segera ia memperbaiki raut wajahnya. Jadi Elga mendengar seluruh pembicaraannya dengan sang Tante tadi?
"Lo bicara apa sih? Gue nggak paham sama apa yang--"
"Cukup," potong Elga dengan cepat, mengabaikan omong kosong yang akan diucapkan Luna.
"Gue tahu kalau lo emang suka sama Jayden. Tapi gue nggak pernah nyangka kalau lo bakal ngelakuin hal menjijikkan kayak ini," lanjut Elga yang membuat Luna tercekat.
"Maksud lo apa?" tanya Luna setelah mendapatkan kembali suaranya.
"Gue pikir lo cukup pintar buat mencerna maksud dari perkataan gue tadi," tutur Elga namun tak kunjung mendapatkan respon. Ia kemudian memutuskan untuk melanjutkan kalimatnya, "sandiwara lo, hentiin sekarang juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUWET [END]
أدب المراهقين[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] [BELUM DI REVISI] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Jayden dan Bella adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Namun hubungan mereka...