Berita salah satu siswa sekolah elit yang ditemukan tewas di gedung tua yang lokasinya tak begitu jauh dari sekolah menjadi topik pencarian nomor satu di portal sekolah. Terlebih lagi dengan kondisinya yang cukup mengesankan dengan satu anak panah yang menancap tepat di dahinya, membuat hal tersebut semakin ramai di perbincangkan.
Banyak dari mereka yang menerka-nerka, siapa gerangan pelaku pembunuhan yang menggunakan cara ekstrim semacam itu. Tak sedikit pula yang ketakutan karena mengira aksi pembunuhan itu dilakukan oleh seorang pembunuh berantai yang mengincar para gadis remaja yang masih duduk di bangku sekolah.
Elga berjalan memasuki area sekolah dengan sebelah tangan yang memijat pelan dahinya, perkataan Bella kemarin tampaknya berhasil mengganggu tidurnya yang berakhir dengan kepalanya yang terasa pening. Ia baru bisa tidur pukul 4 dini hari dan harus terbangun pukul 6 untuk bersiap pergi sekolah.
Kedua matanya menyipit tak suka dikarenakan suasana koridor yang begitu ramai bisikan-bisik yang saling bersahutan. Ia mengerang tertahan karena rasa sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi, ia melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kelas. Tujuannya hanya satu, ia hanya ingin segera tidur.
Namun langkahnya seketika terhenti kala telinganya menangkap percakapan dua orang siswa yang tak sengaja ia lewati.
"Gue benar-benar nggak nyangka kalau Luna, si anak baru itu bakal mati mengenaskan."
"Benar, sial banget nasib dia."
"Syukur deh, gue rasa dia udah kena karma dari sifat arogannya itu."
"Heh mulut lo, jangan bicara yang macam-macam."
Tubuhnya seketika membeku, Elga menolehkan kepalanya dengan kaku. Kedua kakinya berjalan mendekati dua siswa yang kini menatapnya penuh tanya.
"El, lo kenapa? Muka lo pucat banget, lo sakit?" tanya Manda, salah satu gadis yang merupakan rekannya di klub musik.
"Si-siapa yang kalian bicarain tadi? Siapa, siapa yang meninggal?" tanya Elga dengan suaranya yang terputus-putus, ia bahkan mengabaikan pertanyaan Manda yang ditujukan padanya tadi.
"Lo nggak tahu? Luna meninggal, dia dibunuh seseorang di gedung tua yang ada di sudut jalan itu."
Elga menutup mulutnya dengan sebelah tangan, ia benar-benar tidak bisa menutupi rasa terkejutnya.
Luna, gadis itu meninggal? Padahal kemarin ia masih melihatnya berangkat sekolah bersama Jayden dan yang menyebabkan Bella mengatakan segalanya kemarin.
"Lo nggak tahu? Bukannya lo lumayan dekat sama dia?"
Elga menggelengkan kepalanya patah-patah tanda tak mengerti.
"G-gue, gue nggak tahu," lirih Elga ditengah-tengah rasa terkejut yang masih menyelubungi dirinya, "apa, apa pelakunya udah ketemu?" lanjutnya yang dibalas gelengan kepala oleh dua orang didepannya.
"Belum, gue dengar katanya polisi juga kesulitan nemuin jejaknya, pembunuhnya ngggak ninggalin petunjuk apapun kecuali anak panah yang menancap di dahi Luna. Luar biasa banget, apa dia atlet panahan?"
Kedua netra Elga bergetar begitu mendengar penuturan gadis didepannya itu, kedua telapak tangannya yang saling bertautan itu bergetar samar.
"Atlet panahan?"
"Mungkin aja, siapa yang tahu? Orang biasa nggak mungkin bisa ngelakuin tembakan sempurna. Kalian tahu nggak? Posisi anak panah itu menancap tepat di tengah dahi Luna."
Manda mengangguk kecil sebagai respon dari perkataan temannya, ia menoleh ke samping pada Elga yang berdiri kaku dengan wajah yang semakin pucat.
"El, lo kelihatanya sakit. Mau gue antar ke antar ke UKS?" tawar Manda.
"Ah, enggk-enggak. Gue baik-baik aja kok," tolak Elga. Kedua netranya tanpa sengaja menatap sosok familier yang berada tak jauh didepannya, sosok itu juga tengah menatap kearahnya.
"Gue lupa ada tugas yang belum gue kerjain, kalau gitu gue pergi dulu ya."
Elga segera pergi dengan langkah yang terkesan terburu-buru, berusaha mengejar sosok yang malah berbalik arah untuk menjauhinya.
"Cakra!" seru Elga yang diabaikan oleh Cakra, membuat ia mau tak mau harus berlari untuk mengejar langkah besar pria itu.
Elga mencekal pergelangan tangannya saat berhasil mengejar langkah pria itu.
"Gue manggil lo dari tadi, kenapa lo malah kabur?"
"Oh, lo manggil gue? Kenapa gue nggak dengar ya?" tanya Cakra yang kini memasang senyum lebar seperti biasanya. Tak lama kemudian, keningnya berkerut ketika menyadari sesuatu.
"Tunggu, kenapa muka lo pucat banget? Lo sakit?" tanyanya lagi begitu menyadari wajah sang tunangan yang begitu pucat.
Elga menyingkirkan telapak tangan Cakra dari pipinya, kembali menggenggamnya erat, "jangan alihin pembicaraan dan jangan pura-pura. Lo pasti sengaja mau kabur dari gue kan?"
Cakra menggelengkan kepalanya tak setuju dengan tuduhan yang dilontarkan tunangan nya itu pada dirinya.
"Enggak, lagipula buat apa gue kabur dari lo?"
"Tentu aja buat menghindari pertanyaan gue."
Elga melangkah maju hingga dirinya kini berada tepat didepan tubuh Cakra, kepalanya mendongak menatap sang tunangan yang menundukkan kepala untuk menatapnya.
"Lo pasti tahu sesuatu kan, sir?"
.
Gilang membuka paksa pintu jati didepannya menggunakan kakinya. Setelah pintu terbuka, ia melangkah dengan hati-hati sebab ruangan ini sangat gelap tanpa penerangan apapun. Tangannya meraba-raba dinding mencari sakelar lampu dan menekannya setelah ketemu, ruangan yang sebelumnya gelap gulita berubah terang seketika.
Gilang berjalan mendekati sebuah foto yang menempel pada face target dengan anak panah yang menancap di foto sosok yang dikenalnya tersebut. Namun bukan hanya satu, melainkan puluhan.
"Lo datang?"
Gilang berpaling pada sosok yang entah sejak kapan telah berdiri di samping kanannya, sosok itu tersenyum begitu manis seolah-olah memang itulah yang seharusnya ia lakukan.
"Jadi dugaan gue benar."
Gilang memiringkan tubuhnya untuk memfokuskan pandangannya pada sosok disampingnya yang masih mengulas senyum di bibirnya.
"Lo pelakunya, Stevani Arabella?"
To Be Continue.
Sorry for typo(s)
Puendek banget, hehe
Emang sengaja kok.

KAMU SEDANG MEMBACA
RUWET [END]
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] [BELUM DI REVISI] Warning! 18+ Murder scene, strong language. Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Jayden dan Bella adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Namun hubungan mereka yang manis itu...