63. Tunggu aku cintaku.

74 4 0
                                    

Jayden mengusap tengkuknya sekilas lalu tersenyum kecil, "ugh, hai?" sapanya.

Bella mendengus kecil melihat Jayden yang tampak begitu canggung didepannya, "kenapa canggung banget? Ini kan cuma gue," katanya sedikit kesal.

Ngomong-ngomong Bella tidak perlu bicara memakai aku-kamu lagi bukan? Tentu saja karena mereka tak lagi menjalin hubungan, ya... walaupun ia enggan mengakuinya tapi itulah fakta yang sebenarnya.

"Oh, sorry."

Bella menghembuskan napasnya kecil dan berinisiatif membuka percakapan, "kapan lo berangkat ke New York?"

"Bulan depan, setelah pesta kelulusan." Jayden menjawabnya tanpa menatap Bella, ia menjaga pandannnya agar tetap lurus ke depan.

Bella mengangguk kecil lalu tersenyum, "selamat."

"Hm, thanks."

Bella memiringkan badannya guna menatap Jayden yang terus menatap ke depan seolah-olah enggan mentapnya, seulas senyum miris terlukis di bibirnya.

"Jay, apa gue jahat?"

Tubuh Jayden menegak mendengar kalimat yang diucapkan Bella, namun ia masih enggan megalihkan pandangannya. Telinganya ia pasang baik-baik guna mendengar kalimat selanjutnya yang akan diucapkan gadis tersebut.

"Gue masih cinta sama lo. Bahkan setelah gue ngelepas lo, perasaan ini bukannya menghilang tapi malah makin besar," jelas Bella lalu diirigi dengan kekehan hambar diakhir kalimat.

Jayden menolehkan kepalanya dan mendapati Bella yang tengah mentapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan, "lo nggak jahat, Bella. Lo juga manusia yang nggak bisa milih kepada siapa untuk jatuh cinta," tuturnya. Ia memiringkan tubuhnya dan otomatis membuatnya berhadapan langsung dengan Bella.

"Lo masih cinta sama gue karena lo terbiasa ada di dekat gue. Jadi yang perlu lo lakuin sekarang adalah jauhin dan lupain gue. Coba lihat sosok yang selalu ada di samping lo selama ini, sosok yang selalu menjaga lo bahkan tanpa lo minta dan tanpa lo sadari."

Kening Bella berkerut dengan kedua alis yang hampir menyatu, ia tidak paham dengan apa dan sipa yang tengah dibicarakan Jayden, "a- apa? maksudnya?"

Kedua sudut bibir Jayden terangkat, ia menolehkan kepalanya dan membuat Bella mengikuti arah pandangnya. Disana, di tempat yang tak jauh dari mereka berada, berdiri sosok tinggi nan tegap tengah menatap ke arah mereka dengan segelas minuman ditangan kanannya.

"Gilang..." lirih Bella.

"Benar, dia adalah Gilang. Sosok yang selalu menjaga lo tanpa lo minta dan tanpa lo sadari," tutur Jayden yang membuat Bella kembali menatapnya.

"Tapi nggak semudah itu Jayden, gue cintanya sama lo."

Kedua tangan Jayden terangkat dan menagkup wajah Bella dengan kedua telapak tangan besarnya. Menatap dalam kedua netra madu yang menatapnya dengan sorot mata yang tak pernah berubah sejak dulu, sorot mata penuh cinta dan ketulusan. Ia tersenyum miris, betapa ia merindukan sorot mata ini saat menatapnya. Kalau boleh jujur, sebenarnya ia masih memiliki perasaan yang sama terhadap gadis ini. Namun dengan cepat ia menepis perasaan tersebut, ia harus ingat jika gadis didepannya ia adalah saudara tirinya sendiri.

"Bella, gue ini nggak pantas buat lo, gue bukan cowok baik-baik dan gue selalu buat lo nangis. Tapi lihat Gilang, dia cowok baik, dia selalu ada di samping lo dalam kondisi apapun dan yang paling penting, dia nggak pernah buat lo nangis. Dia cowok yang cocok buat lo, dia sempurna buat bersanding sama lo, nggak kayak gue," jelas Jayden yang mengabaikan rasa sakit yang kian menggerogoti hatinya setiap ia mengatakan kalimat tersebut.

RUWET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang