Elga mengalihkan fokusnya dari ponsel saat mendengar pintu kelas yang dibuka, ia menatap penuh tanya pada sosok yang mengedarkan pandangannya pada ruangan kelasnya yang sepi. Tentu saja sepi, menyadari sekarang adalah jam makan siang dan tentunya para siswa memilih pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka.
"Bella dimana?"
"Bella nggak ada, dia tadi izin pulang, katanya lagi nggak enak badan."
Gilang menghela napasnya panjang mendengar perkataan Elga, Bella pasti terkejut dengan pengakuannya tadi hingga akhirnya memilih untuk pulang.
Elga bangkit dari posisi duduknya dan berjalan mendekati Gilang yang masih berdiri didepan pintu, kedua matanya fokus menatap beberapa luka dan lebam di wajah pria itu.
"Apa?"
"Gue dengar katanya tadi pagi lo berantem sama Jayden, emangnya benar ya?" tanya Elga yang menyuarakan isi pikirannya.
Kedua mata Gilang menyipit mendengarnya, "darimana lo tahu?"
Elga mengendikkan bahunya tak acuh lalu menyandarkan menumpukan sebelah tangannya pada meja, "gue rasa itu udah jadi topik utama perbincangan di kalangan siswa hari ini."
"Oh."
"Jadi itu beneran?" Elga mengulang pertanyaannya.
Gilang hanya menganggukkan kepalanya sebagai balasan atas pertanyaan yang dilontarkan Elga padanya, membuat kedua mata gadis tersebut membulat.
"Kenapa kalian berantem? Bukannya kalian berdua temenan?"
Gilang mengernyitkan dahinya, "lo nggak tahu masalahnya?" tanyanya.
"Masalah, apa?"
Gilang mengerjap beberapa kali lalu tersenyum kecil, "jadi lo nggak tahu, gue rasa alasan gue cukup kuat untuk sekedar kasih bogeman mentah di wajah sialan Jayden."
"Bisa ngomong langsung aja ke intinya?" ujar Elga dengan jengah. Tidak bisakah pria ini tidak berbelit-belit dan berbicara langsung pada intinya saja? Merepotkan sekali.
"Jayden mutusin Bella dan nyampakin di kayak sampah, apa lo pikir gue balakan diam aja?"
Elga menegakkan punggungnya, kedua matanya terbuka lebar-lebar begitu pula dengan mulut yang ia tutupi dengan sebelah tangannya, begitu sarat akan keterkejutan.
"Jayden, mutusin Bella?"
Gilang tersenyum kecil, ia menyilangkan kedua tangannya didepan dada seiring dengan dirinya yang berjalan mendekati Elga yang masih dirundung rasa terkejut.
"Lo pasti merasa senang kan? Semua berjalan sesuai apa yang lo mau."
"A-apa?"
"Nggak usah munafik, bukannya dari dulu lo pengen Jayden dan Bella putus? Lo suka sama Jayden kan?" ucapan Gilang sontak membuat rasa terkejut Elga bertambah berkali-kali lipat.
"A-apa? Lo tahu?" tanya Elga tanpa bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.
"Tentu aja, semua orang pasti sadar kalau lo suka sama Jayden. Cuma orang bodoh yang nggak sadar itu, dan sayangnya orang itu adalah Jayden," tutur Jayden yang terselip nada menyindir didalamnya.
Elga tersenyum kecil saat mengingat jika dirinya pernah mengatakan kalimat itu sebelumnya, pria itu membalikkan kalimatnya.
"Lo benar, gue senang banget. Tapi bukannya lo juga gitu? Lo senang kan mereka putus?" ujar Elga yang kemudian dibalas anggukan ringan oleh Gilang.
"Iya, maka dari itu gue nyatain perasaan gue ke Bella tadi," terangnya.
Tampaknya perasaan terkejut yang sejak tadi melanda Elga belum berakhir, kini ia kembali dibuat terkejut mendengar penuturan dari pelaku yang sama.
"Lo, apa?!"
Gilang mengangguk lalu menjawab, "lo nggak salah dengar kok."
Elga meletakkan sebelah tangannya pada dahi lalu tertawa hambar, "pantes aja Bella kelihatan terburu-buru pas ninggalin kelas tadi."
Elga kemudian menatap tajam pria didepannya yang masih setia memasang raut wajah tenangnya.
"Gil, lo udah gila ya? Lo nyatain perasaan lo ke Bella saat dia baru aja putus sama Jayden? Dimana otak lo sebenarnya?" lanjut Elga dengan menggebu-gebu.
Gilang mendecakkan lidahnya tak suka mendengar kalimat yang diucapkan Elga, "seengaknya gue lebih baik daripada lo."
Elga mengeryitkan dahinya, tak mengerti maksud dari perkataan Gilang.
"Gue cukup berani nyatain perasaan gue yang sebenarnya ke Bella. Nggak kayak lo, loser," sarkas Gilang lalu berjalan menjauhi ruangan kelas.
Elga menatap kepergian Gilang dengan raut wajah yang sulit diartikan, diam-diam ia membenarkan perkataan pria tersebut. Gilang benar, setidaknya dia lebih baik daripada dirinya yang tak memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.
"Gue emang pecundang."
.
Gilang menghentikan langkahnya kala merasa ponselnya yang berada di saku celana bergetar panjang. Ia kemudian mengambil benda canggih tersebut, tanpa pikir panjang segera menekan tombol merah saat melihat id caller si penelpon dan memilih untuk melanjutkan langkahnya. Namun tak berselang lama ponselnya kembali bergetar, ia berdecak keras lalu mengangkat panggilan tersebut dengan malas.
"Apa?"
To Be Continue.
Sorry for typo(s).

KAMU SEDANG MEMBACA
RUWET [END]
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] [BELUM DI REVISI] Warning! 18+ Murder scene, strong language. Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Jayden dan Bella adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Namun hubungan mereka yang manis itu...