Jayden dan Bella berdiri di atap gedung sekolah yang jarang didatangi orang, keduanya menatap lurus ke depan. Baik Jayden maupun Bella, tak ada yang berniat membuka suara sejak belasan menit mereka sampai di tempat ini.
"Gue nggak punya banyak waktu untuk sekedar berdiri disini," ujar Bella yang pertama kali membuka suara.
Jayden menolehkan kepalanya ke samping kanan, mendapati sang kekasih yang masih menatap lurus ke depan dengan surai arangnya yang berkibar sebab diterpa hembusan angin pagi.
Tak ada raut wajah hangat yang selalu ditampilkan, tak ada senyum manis yang selalu terlukis dibibir tipis sang kekasih. Yang ada hanya raut wajah kaku dengan bibir yang membentuk segaris lurus, raut wajah yang belum pernah Jayden lihat sebelumnya.
"Bisa lebih cepat?"
Dalam hati Jayden meringis kala mendengar nada dingin yang dilontarkan Bella, sadar sekali kalau kekasihnya itu mulai jengah dengan situasi diantara mereka.
"Aku minta maaf," ujar Jayden yang akhirnya membuka suaranya.
Bella menolehkan kepalanya pada sang kekasih yang kini menampilkan raut wajah bersalahnya, sebisa mungkin ia mengabaikan rasa kasihan yang singgah dihatinya kala melihat raut tersebut.
"Maaf lagi? Bukannya gue udah bilang ke lo semalam buat pikirin jawabannya sendiri?"
Jayden tersenyum kecut mendengarnya, ia kemudian mengangguk kecil lalu kembali bersuara. "Aku tahu, kesalahan yang aku buat emang sulit dimaafin. Aku udah ngingkarin janji yang aku buat dan aku berakhir ngecewain kamu lagi."
Bella menggeleng kecil, ia memiringkan tubuhnya agar berhadapan dengan sang kekasih.
"Bukan cuma itu Jay, kamu udah ngikis rasa percayaku ke kamu. Selama ini aku selalu percaya perkataan kamu, karena aku lihat sendiri saat kamu selalu berusaha menepatinya."
"Tapi belakangan ini aku ngerasa kalau kamu nggak lagi begitu Jay. Belakangan ini kamu selalu berusaha nggak nepatin perkataan kamu, kamu bahkan ngingkarin janji yang kamu buat sendiri," lanjut Bella.
Jayden membatu mendengar penuturan sang kekasih, apa ia telah melakukan hal tersebut? Ia telah mengecewakan Bella sebanyak itu? Semuanya terjadi begitu saja dan ia benar-benar bodoh karena tak menyadarinya.
"Maaf, aku nggak sadar udah ngelakuin itu."
"Aku mau tanya sama kamu, kenapa kamu ngelakuin hal ini? Apa ada sesuatu yang kurang dari aku? Kalau gitu bilang Jay, biar aku perbaiki, atau-"
Bella dengan sengaja mengentikan perkataannya, membuat Jayden menatap penuh tanya ke arahnya.
"Atau kamu punya orang lain di hati kamu, selain aku?" lanjut Bella.
Jayden melebarkan kedua matanya mendengar kalimat yang dilontarkan sang kekasih padanya. Ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat guna menyangkal hal tersebut.
"Apa? Nggak! Aku nggak punya orang lain di hati aku selain kamu. Kenapa kamu berpikiran kayak gitu?"
"Karena selama ini kamu lebih mentingin orang lain. Kamu lebih mengedepankan Luna dibandingkan aku, dibandingkan hubungan kita. Apa kamu lupa, apa dan siapa akar dari masalah kita?" ujar Bella dengan menekan suaranya pada kalimat terakhir.
Jayden melakukan apa yang dikatakan Bella, ia mengingat semuanya, semua penyebab dari pertengkarannya dengan sang kekasih yang memang berasal dari Luna. Ia tidak menyangka, niatnya untuk menjaga Luna malah berakhir menjadi bumerang pada hubungannya dengan sang kekasih.
"Aku maaf. Aku nggak sadar kalau hal tersebut melukai perasaan kamu dan buat hubungan kita retak. Selama ini aku cuma berniat menjaga Luna, bantu dan kasih semangat ke dia buat ngelawan penyakitnya, karena cuma aku satu-satunya orang yang dekat sama Luna. Cuma itu, nggak ada hal lain. Tolong percaya sama aku," papar Jayden panjang lebar, ia benar-benar mengatakan yang sebenarnya tanda ada yang ditutup-tutupi.
Bella tersenyum kecil melihat sang kekasih yang berusaha menjelaskan semua kepadanya, semua? Entahlah, tidak ada yang tahu jika kekasihnya itu menyembunyikan sesuatu darinya.
"Aku nggak tahu Jay, aku nggak tahu harus percaya sama perkataan kamu atau nggak. Haruskah? Semua yang terjadi akhir-akhir ini bikin aku ragu. Aku bahkan harus berpikir ribuan kali buat nemuin jawabannya," ujar Bella dengan suaranya yang semakin lama semakin mengecil.
Jayden mengusak rambutnya kasar, ia melangkahkan kakinya mendekat pada Bella. Kedua tangannya terulur mengambil tangan sang kekasih dan menggeramnya erat. Kedua matanya menatap lurus pada manik sang kekasih yang memancarkan keraguan yang begitu mendalam.
"Tolong bilang sama aku, apa yang harus aku lakukin biar kamu maafin aku? Apa yang harus aku lakukin biar kamu percaya lagi sama aku?" tanya Jayden tanpa melepaskan pandangannya dari netra madu Bella.
Bella menatap dalam obsidian sang kekasih, berusaha menemukan kebohongan dari dalam sana. Namun nihil, ia tidak menemukan apapun kecuali tatapan permohonan dan meyakinkan.
"Tolong sayang. Bilang sama aku, aku pasti ngelakuin itu," bujuk Jayden.
Bella sempat terdiam cukup lama sebelum akhirnya kembali membuka suara. "Kalau aku kasih tahu, apa kamu sanggup ngelakuin apa yang aku mau?" tanyanya.
Jayden menganggukkan kepalanya mantap sebagai balasan. Ia berjanji pada dirinya sendiri akan melakukan apapun agar kekasihnya itu memaafkannya.
"Pasti aku lakuin, apapun itu," ujar Jayden meyakinkan.
Seulas senyum kecil terlukis di bibir tipis Bella. Sebelah tangannya yang digenggam Jayden ia tarik dan diletakkannya pada pipi padat sang kekasih.
"Kalau gitu, aku mau kamu jauhin Luna," ujar Bella tanpa memutuskan pandangannya pada obsidian sang kekasih.
Kedua netra Jayden membulat mendengarnya, mulutnya terasa kaku untuk sekedar mengeluarkan suara yang berada di ujung lidahnya. Jadi itu yang diinginkan kekasihnya?
Bella sadar, sangat-sangat sadar jika kekasihnya itu tengah dilanda kebimbangan, raut wajah itu mengatakan segalanya. Ia menggerakkan jemarinya dengan perlahan pada pipi padat Jayden, membuat wajah tampan kekasihnya itu menunduk dan menatapnya.
"Aku akan ngembaliin rasa percayaku kalau kamu sanggup ngelakuin hal itu," kata Bella.
Bella tidak peduli, Jayden mungkin akan menganggapnya egois, tapi ia benar-benar tidak peduli. Bella melakukan hal ini semata-mata karena ia mencintai kekasihnya, ia tidak ingin seseorang merebut Jayden darinya.
"Gimana? Apa kamu sanggup kabulin keinginan aku?" lanjut Bella.
Jayden mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya mengangguk kecil. "Ya, aku udah janji akan lakuin apapun yang kamu mau. Aku akan jauhin Luna," final Jayden.
Orang lain mungkin menganggapnya bodoh karena menuruti keinginan Bella. Tapi Jayden tidak peduli dengan hal tersebut, ia tidak peduli jika orang lain mengatakan dirinya adalah seorang budak cinta atau apapun itu, ia benar-benar tidak peduli. Karena faktanya ia memang mencintai Bella, sangat-sangat mencintainya hingga titik dimana Jayden rela menyerahkan kewarasannya pada sang kekasih.
Jayden melepaskan tautan jemarinya, mengulurkan kedua tangannya dan membawa tubuh Bella ke dalam rengkuhaannya.
"Aku benar-benar cinta sama kamu. Jadi, tolong jangan pernah tinggalkan aku, kumohon."
Bella tersenyum lebar, kedua tangannya terulur membalas pelukan sang kekasih tak kalah eratnya.
"Aku juga cinta sama kamu Jay. Maka dari itu, buat aku nggak pernah berpikiran untuk ninggalin kamu."
To Be Continue.
Sorry for typo(s).
Hm... Hubungan mereka itu termasuk toxic nggak sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
RUWET [END]
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] [BELUM DI REVISI] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Jayden dan Bella adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Namun hubungan mereka...