1. Awalan yang klise.

208 23 15
                                    

Halo guys, kita udah lama nggak ketemu ya.
Rasanya gugup banget publish cerita lagi setelah sekian lama nganggur doang.

Harapan aku nggak muluk-muluk kok, aku cuma berharap semoga kalian bisa enjoy baca dan nikmati alur cerita RUWET.

So, Happy reading.

.

.

.

"Rasanya gue pengen nyerah," keluh Jayden sembari mengusap peluh yang menetes di lehernya.

"Nyerah? Setelah semua yang kita lalui sampai sekarang, lo mau nyerah gitu aja?" Cakra menyahut dengan raut wajah dramatisnya.

Jayden menggelengkan kepalanya lalu menghela napas pelan, "gue capek Cak, ini udah terlalu lama."

"Bertahanlah, gue yakin ini akan berakhir sebentar lagi," ujar Cakra mencoba meyakinkan, namun dibalas gelengan kepala oleh Jayden.

"Tapi gue nggak bisa nunggu lebih lama lagi, gue udah capek."

Gilang menghela napas lelah mendengar percakapan dua orang disisi kanan dan kirinya.

"Kalian berdua kenapa sih? Kita ini cuma upacara tapi kalian bertingkah seolah-olah kayak pasangan yang mau putus," tutur Gilang yang menghentikan aksi dramatis kedua temannya. Sedangkan kedua pelakunya terkikik geli dengan apa yang mereka lakukan barusan.

"Tapi serius, gue udah capek berdiri hampir satu jam cuma buat dengerin bu Dian dongeng di depan sana," kata Jayden sembari menatap jengah guru perempuan yang berdiri di atas podium. Karena alih-alih memberikan amanat, guru tersebut malah bercerita tentang semangat masa mudanya.

"Bener banget, dia sih enak berdiri di bawah pohon. Lah kita? Disuruh ngadep matahari. Kalau kayak gini, sia-sia aja gue pakai skincare siang-malam," sahut Cakra yang kini berusaha menyembunyikan wajahnya dibalik tubuh siswa didepannya. Tapi rasanya percuma saja, ia bahkan lebih tinggi daripada siswa di depannya ini.

"Ngapain lo lihat ke belakang terus?" tanya Gilang yang merasa heran karena Jayden terus menoleh ke belakang, seperti maling saja.

"Yang berdiri di barisan belakang itu, mereka anggota PMR?" tanya Jayden yang membuat dua temannya ikut menoleh ke belakang.

"Kayaknya sih iya," balas Gilang singkat.

"Bagus," ujar Jayden kegirangan.

"Emangnya kenapa?" Gilang menatap penuh tanya ke arah Jayden yang kini tengah memasang senyum tipis di bibirnya.

"Daripada dengerin bu Dian ngedongeng nggak jelas, mendingan gue nyamperin ayang."

"Maksud lo?" Cakra mengerutkan keningnya sebab tak mengerti maksud perkataan Jayden.

"Hari ini Bella piket jaga UKS, jadi gue mau pura-pura sakit terus pergi ke sana," kata Jayden dengan suara kecil, takut jika siswa didekat mereka mendengar perkataannya.

"Lo serius?" tanya Gilang dengan raut wajah tak percayanya, entah kenapa temannya yang satu ini selalu memiliki ide gila.

"Iya lah, kalian mau ikut?" tawar Jayden yang dibalas gelengan kepala oleh dua temannya.

"Nggak, makasih. Kita nggak segila lo," tolak Gilang mentah-mentah yang disambut anggukan setuju oleh Cakra.

Jayden mengendikkan bahunya tak acuh, "ya udah kalau gitu."

"Jay."

Jayden mengurungkan niatnya membalikkan badan saat Cakra memanggil namanya. Ia menatap penuh tanya ke arah pria tersebut yang juga tengah menatapnya.

"Apa?"

"Lo nggak lupa kan, kalau gue ini ketua kelas lo?" tanya Cakra yang dibalas dengusan geli oleh Jayden, begitupula dengan Gilang yang berada ditengah-tengah mereka.

"Lo mau satu porsi siomay bu Ani? Gue bisa beliin buat lo pas jam istirahat nanti," tawar Jayden.

"Lo bisa pergi sekarang," balas Cakra tanpa pikir panjang. Ia kembali memfokuskan pandangannya ke depan, mengabaikan Jayden yang mulai melancarkan aksinya dengan berakting sakit pada salah satu anggota PMR.

"Lo biarin Jayden kabur cuma demi satu porsi siomay?" tanya Gilang pada Cakra yang kini memasang wajah tanpa dosanya.

"Nggak ada orang yang bisa nolak gratisan di dunia ini," balas Cakra yang membuat Gilang menggelengkan kepalanya.

Bagaimana mungkin orang disampingnya ini bisa menjadi ketua kelas? Sifatnya sama sekali tidak mencerminkan sosok ketua kelas yang baik, teman sekelasnya pasti sudah gila karena memilihnya.

Bagaimana mungkin orang disampingnya ini bisa menjadi ketua kelas? Sifatnya sama sekali tidak mencerminkan sosok ketua kelas yang baik, teman sekelasnya pasti sudah gila karena memilihnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue.

Sorry for typo(s).

RUWET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang