53. Pencerahan dari Cakra.

20 4 0
                                    

"STOP! JAYDEN STOP! GILANG!"

Bella segera berlari dan memposisikan dirinya ditengah-tengah Jayden dan Gilang, berniat melerai keduanya. Namun sebuah tangan mendorongnya dengan kuat hingga tubuhnya terjatuh di lantai.

"Jangan dekat-dekat! Jangan ikut campur, sialan!" teriak Jayden pada si pelaku pendorongan.

"Bajingan lo, Jay! Jaga mulut lo!"

Gilang kembali melayangkan pukulannya pada Jayden dan begitupun sebaliknya, terjadi adegan saling pukul diantara keduanya. Entah apa yang dipikirkan oleh para siswa, bukannya melerai keduanya tapi malah asyik menonton.

Gilang memposisikan dirinya diatas Jayden yang kini terbaring dilantai, kepalan tangannya terangkat dan siap mengarahkannya pada Jayden. Namun sebuah tangan terlebih dahulu menarik seragam Gilang hingga membuat tubuhnya menjauh dari Jayden.

"APA YANG KALIAN LAKUIN BODOH!"

Cakra berteriak keras setelah menarik Gilang menjauh. Ia baru saja menapakkan kakinya di koridor sekolah dan dibuat terkejut saat mendapati kedua temannya yang saling melayangkan pukulan satu sama lain, banyak siswa yang berada disana namun anehnya tak ada satupun yang mau melerai hingga akhirnya ia turun tangan.

Kedua mata Cakra menatap bergantian pada Gilang dan Jayden yang kini sudah bangkit dari lantai, "ada apa? Kenapa kalian beratem kayak orang gila?"

Gilang mengarahkan telunjuknya tepat didepan wajah Jayden yang telah babak belur dengan sarat kemarahan.

"Dia udah rendahin Bella, apa lo pikir gue bakal diam aja?!"

Jayden tertawa kecil, mengabaikan rasa perih di sudut bibirnya yang sobek, "apa? Gue cuma bilang yang sebenarnya, dia emang ngebosenin."

"Bilang sekali lagi dan lo bakalan mati di tangan gue, anjing!" Gilang sudah bersiap melayangkan pukulannya pada Jayden sebelum Cakra kembali menahan tangannya.

"Tutup mulut lo kalau lo nggak mau gue hajar sekarang juga," peringat Cakra pada Jayden yang dibalas decihan oleh Jayden.

Bella berjalan menghampiri Jayden guna mengecek kondisinya, namun lagi-lagi pria itu menepis tangannya. Jujur saja penolakan tersebut sangat menyakitinya.

"Jangan sentuh gue," desis Jayden dan memilih pergi meninggalkan koridor dengan langkah tertatih-tatih, diiringi dengan tatapan beragam oleh semua orang yang berada disana.

"Bella," panggil Cakra yang membuat gadis tersebut menoleh kearahnya dengan pandangan bertanya.

"Tolong obatin Gilang. Biar gue yang ngurus Jayden," ujar Cakra sembali menunjuk Gilang yang masih mengetatkan rahangnya, terlihat sekali kalau pria itu berusaha menekan emosinya.

Bella menggeleng kecil lalu melayangkan protes, "Tapi Cak-"

"Jayden baik-baik saja, percaya sama gue," bujuk Cakra, "sekarang tolong bawa Gilang ke UKS dulu ya," lanjutnya.

"Bell..." ulang Cakra lagi karena tak kunjung mendapatkan respon dari gadis tersebut.

Bella mengembuskan napasnya pasrah lalu mengangguk kecil, tampaknya ia tak memiliki pilihan lain selain menuruti perkataan Cakra. Ia hanya bisa berharap jika Jayden akan baik-baik saja bersama Cakra.

"Oke."

.

Sebuah kotak putih kecil mendarat mulus di kepala Jayden, membuat empunya mengaduh pelan dan menatap tajam pelaku pelemparan kotak tersebut.

"Obatin sendiri luka lo."

Cakra, si pelaku pelemparan tadi mendudukkan dirinya disamping Jayden, mengabaikan tatapan tajam yang dilayangkan pria itu padanya.

Jayden mendengus kecil, "gue mana bisa lihat wajah gue sendiri, goblok."

Cakra menghela napasnya dramatis, ia kemudian mengambil kotak P3K dari tangan Jayden dan mulai mengobati luka pria tersebut dengan setengah hati.

"Lo yang goblok, idiot! Tolol!" maki Cakra penuh penekanan.

"Sebenarnya apa yang lo pikirin sampai ngelakuin hal kayak gitu sama Bella?"

Jayden  meringis kecil saat rasa perih dari alkohol menyapa kulitnya. Ia mengabaikan pertanyaan Cakra, membuat perawat dadakan itu menekan kuat luka di pelipisnya hingga membuatnya memekik tertahan.

"Aw, sakit anjing!"

Cakra mencibir pelan mendengar keluhan Jayden. Ia mengambil sebotol kecil Betadine dan menuangkannya pada kapas, sebuah senyum kecil terbit di sudut bibirnya.

"Ini mulut masih guna nggak sih?" Cakra mengusap kapas berlumuran cairan Betadine tersebut pada bibir Jayden, geram karena pria itu tak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Rasanya nggak enak, bangsat!" seru Jayden sembari mengusap kasar bibirnya, entah sudah berapa kali dirinya mengumpat hari ini. Sial, obat itu rasanya pahit sekali.

"Kalau gitu jawab, atau lo mau gue cekokin satu botol air raksa ke mulut lo?" ancam Cakra.

"Gue udah bosan sama Bella," balas Jayden tak acuh.

Cakra mendengus kecil lalu menekan sedikit kuat membuat empunya mengaduh.

"Lo punya dendam apa sih sama gue, Cak?"

"Jangan bohong, gue tahu kalau lo masih cinta sama dia. Cara lo natap Bella sama sekali nggak berubah, jujur sama gue, ada apa?" paksa Cakra.

"Nggak ada alasan khusus yang buat gue harus bilang yang sebenarnya sama lo."

Cakra menghentikan gerakan tangannya yang hendak menempelkan plester pada luka Jayden, kedua matanya memicing tajam.

"Lo mau mati? Gue cuma minta buat lo ceritain yang sebenarnya, emangnya susah ya?"

Jayden menolehkan kepalanya ke samping, menghindari tatapan tajam yang ditujukan padanya.

"Gilang bahkan rela lepasin Bella buat lo karena dia tahu kalau Bella cinta sama lo. Tapi lo dengan gilanya campakin Bella gitu saja? Gue yakin betul kalau lo nggak lupa sama perjanjian kalian waktu itu," lanjut Cakra. Tangannya menarik pundak Jayden yang membuat pria itu mau tak mau menatap ke arahnya.

"Jangan main-main Jay. Selesaiin masalah lo dengan jantan, lo masih cowok kan?"

"Ya gue cowok lah," balas Jayden cepat. Enak saja, pria ini meragukan gendernya?

"Kalau gitu bilang sama gue, gue bisa bantu lo selesaiin masalah ini," ujar Cakra meyakinkan Jayden yang terlihat enggan mengatakan alasan yang sebenarnya padanya.

Selanjutnya kedua orang itu hanya diam, lebih tepatnya Cakra yang menunggu Jayden untuk berbicara. Cakra menatap visual temannya itu dari samping, tampak ada gurat kesedihan di wajahnya. Hal itu pula yang membuatnya yakin betul jika ada masalah besar yang disembunyikan pria itu.

"Jay, please."

Jayden menghembuskan napasnya panjang, memantapkan dirinya sebelum akhirnya membuka suara.

"Sebenarnya-"

To Be Continue.

Sorry for typo(s).

RUWET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang