20. Pengawas Dadakan

19 4 0
                                    

"Saya?" ujar Bella dengan telunjuk yang mengarah pada dirinya sendiri.

"Iya."

"Tapi, kenapa? Maksudnya, kenapa harus saya?" tanya Bella lagi.

"Ibu sedang ada urusan mendadak, jadi nggak bisa nunggu dia. Dan kamu terlihat dapat dipercaya."

Bella tak dapat berkata-kata mendengar kalimat yang baru saja diucapkan guru wanita dihadapannya. Maksudnya, kenapa harus dia yang menunggu pemuda ini?

"Bella, saya harus benar-benar pergi sekarang. Ibu percayakan dia sama kamu, ya?" ujar guru tersebut sembari menunjuk pemuda yang berdiri di samping kanannya.

"Tapi saya- baiklah." final Bella pada akhirnya, ia benar-benar tidak memiliki pilihan lain.

Guru wanita itu tersenyum mendengar balasan memuaskan dari gadis muda didepannya.

"Dan buat kamu, dapatkan nilai terbaik untuk kuis ini," tutur guru tersebut yang dibalas anggukan kecil oleh pemuda disamping Bella. Lalu setelah mengucapkan kalimat tersebut, ia segera pergi meninggalkan ruangan kantor.

"Lo kayaknya terpaksa gitu ngelakuinnya," celetuk pemuda tersebut yang membuat Bella menghela napas kecil mendengarnya.

"Faktanya emang begitu," balas Bella dengan lesu.

"Sayang."

Bella menolehkan kepalanya saat sebuah suara familier menyapa indra pendengarannya.

"Jayden?" Bella bergumam keheranan, kenapa kekasihnya ada disini? Apa yang dilakukannya?

"Kok kamu ada disini?" tanya Bella kemudian.

"Aku lagi ngumpulin buku tugas matematika anak-anak, Cakra emang nggak berguna jadi ketua kelas," ujar Jayden yang dibalas anggukan kecil okeh Bella.

"Kebetulan banget kamu ada di sini."

Jayden menaikkan kedua alisnya sebagai respon. "Emangnya ada apa?

"Kamu pulang duluan aja ya, aku harus nunggu dia ngerjain kuis susulan nya," tutur Bella sembari menunjuk pemuda di sampingnya, membuat Jayden mengikuti arah telunjuknya.

"Kenapa kamu harus nunggu dia?" tanya Jayden yang tersirat nada protes didalamnya.

"Guru pelajarannya lagi buru-buru, jadi nggak bisa nunggu dan yah, dia nyerahin tugasnya ke aku."

Jayden menatap kekasihnya lalu mengangguk kecil. "Oh gitu?"

Jayden menghela napasnya lalu menjawab. "Ya udah. Kalau gitu aku pulang dulu, nanti malam aku jemput kamu di rumah," ujar Jayden namun dibalas gelengan tak setuju dari Bella

"Nggak perlu, aku nanti berangkat sendiri. Kita ketemuan di tempatnya saja," tolak Bella.

"Loh, emangnya kenapa?" protes Jayden.

"Jauh banget kalau kamu harus jemput aku dulu, rumah aku sama cafe tujuan kita kan berlawanan arah," jelas Bella yang dibenarkan oleh Jayden.

Benar juga, kalau menjemput kekasihnya dulu berarti ia harus berputar arah untuk menuju cafe.

"Ya udah kalau itu yang kamu mau, aku pulang dulu ya," ujar Jayden yang dibalas anggukan dari kekasihnya, ia kemudian berganti menatap pemuda di samping kekasihnya yang mengamati dirinya sejak tadi.

"Bro, gue pulang dulu ya, tolong jaga si cantik ini," ujar Jayden yang dihadiahi cubitan kecil diperutnya. Ia terkekeh kecil melihat raut garang sang kekasih.

Pemuda tersebut mengangguk kecil sebagai balasan atas ucapan Jayden. "Oke kak."

"Dia pacar lo?" tanya pemuda tersebut saat tubuh Jayden menghilang di balik pintu. Ia mendudukkan dirinya pada salah kursi lalu diikuti dengan Bella.

"Maksud lo, Jayden?"

"Gue nggak tanya siapa namanya," balas pemuda tersebut dengan ketus.

"Iya dia pacar gue," ujar Bella yang dibalas decihan kecil oleh pemuda didepannya.

"Cih, gue udah tahu!"

Bella mengeryitkan kening melihat pemuda didepannya yang menampilkan raut wajah yang entah kenapa terlihat kesal.

"Emangnya kenapa sih? Kok lo kayaknya kesal gitu?"

Pemuda tersebut menggeleng kecil dengan bibir yang sedikit mengerucut. "Nggak."

Bella mengendikkan bahunya tak acuh, sebelah tangannya terulur mengambil lembar soal matematika yang harus dikerjakan pemuda di depannya.

"Oke. Pertama-tama, boleh gue tahu siapa nama lo?" tanya Bella.

"Mark," balas pemuda tersebut singkat.

"Oh, Mark. Ngomong-ngomong apa lo orang barat?" tanya Bella yang dibalas gelengan oleh pemuda yang mengaku namanya Mark itu.

"Bukan, gue pribumi."

"Gue kira lo punya darah Amerika atau Eropa karena nama lo itu."

"Sebenarnya nama gue Kevin Mareza, tapi gue lebih suka dipanggil Mark," jelas Mark dengan suaranya yang tidak begitu besar.

Bella mengerjapkan matanya beberapa kali mendengarnya, ia kemudian menggaruk pipinya yang tidak gatal sebelum menjawab. "Itu nggak nyambung sama sekali."

Mark mengendikkan bahunya tak acuh. "Gue sudah sering dengar kalimat itu."

"Oke lah Mark, lo punya waktu dua jam buat mengerjain kuis ini sebelum gerbang sekolah ditutup."

Mark menerima lembar soal matematika yang diberikan kakak kelasnya tersebut, ia mengamati sejenak 50 butir soal didepannya sebelum akhir tersenyum kecil.

"Tenang aja, gue bakalan nyelesaiin ini kurang dari setengah jam."

Bella mendesis dengan kedua mata yang mentap penuh sangsi pemuda di depannya, apa yang dikatakan Mark terdegar seperti omong kosong. Sekurang-kurangnya ia membutuhkan waktu lebih dari satu jam untuk menyelesaikan soal sebanyak itu, terlebih lagi matematika.

"Gue rasa lo terlalu optimis tahu nggak."

Mark melirik singkat pada Bella yang tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

"Jadi lo nggak percaya?" tanya Mark yang dibalas gelengan kepala oleh Bella, pria itu mengendikkan bahunya singkat sembari tertawa remeh. "Lihat saja nanti," ujarnya sombong.

"Fine, gue tunggu hasilnya."

To Be Continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue.

Sorry for typo(s).

RUWET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang