"Aku pulang."
Jayden melangkahkan kaki berbalut sneakers-nya di atas lantai marmer rumahnya. Senyumnya terkembang saat mendapati sang mama yang menuruni anak tangga, namun kemudian mengernyitkan keningnya saat menyadari sang mama berpakaian rapi layaknya hendak bepergian.
"Hai sayang, udah pulang? Gimana kencan kamu hari ini?" tanya Rasti penuh perhatian.
"Berjalan sangat lancar," balas Jayden tanpa melunturkan senyum di bibirnya.
Rasti turut mengembangkan senyumnya melihat raut bahagia yang tercetak begitu jelas di wajah anak semata wayangnya.
"Bagus dong, lain kali bawa pacar kesini. Kenalin dong sama mama."
"Dia agak pemalu, tapi nanti pasti Jayden kenalkan sama mama," ujar Jayden.
Ia jadi membayangkan bagaimana jika Bella bertemu dengan mamanya, keduanya pasti sangat cocok bersama. Kekasihnya itu sedikit pemalu dengan orang baru tapi ia yakin mamanya bisa mengatasi hal tersebut dengan sifatnya yang friendly, terlebih lagi keduanya sangat suka berbicara.
Rasti mengangguk antusias mendengar penuturan sang anak, "mama penasaran banget, siapa cewek yang berhasil mengambil hati anak mama yang ganteng ini."
"Tentu saja dia baik, mama pasti suka sama dia kalau udah ketemu nanti, " ujar Jayden yang menyombongkan kekasihnya.
Rasti tersenyum kecil, sebelah tangannya terangkat mengusak pucuk kepala anaknya yang begitu tinggi. Astaga, sejak kapan anak tumbuh setinggi ini?
"Oke, mama tunggu kabar baiknya. Sekarang kamu pergi mandi terus setelah itu makan, mama mau pergi sebentar, ada sedikit masalah di butik."
"Mau Jayden antar?" tawar Jayden yang dibalas gelengan oleh sang mama.
"Nggak perlu, kamu pasti capek. Mama bisa pergi sendiri, jangan khawatir, hm?" ujar Rasti, menghentikan Jayden yang akan kembali memakai jaketnya.
"Oke, tapi jangan pulang terlalu larut dan jangan lupa kabarin aku kalau ada apa-apa," peringat Jayden yang dibalas anggukan oleh sang mama.
"Tentu sayang, kalau gitu mama pergi dulu, bye!" ujar Rasti sembari melambaikan tangannya, ia lalu melangkahkan kakinya dan menghilang dibalik pintu.
.
Jayden menutup pintu kamar mandi dengan sebelah tangan yang menggosok rambutnya yang masih basah. Ia mendudukkan dirinya di tepian ranjang dan menyalakan ponselnya yang sempat ia matikan saat bersama Bella tadi.
Jayden mengernyitkan keningnya saat puluhan notifikasi pesan dan panggilan berlomba-lomba masuk saat ia menyalakan ponselnya, ia membuka salah satu pesan yang dikirim oleh Cakra beberapa saat yang lalu.
"Papa Luna meninggal, lebih baik lo segera datang ke rumah Lana habis baca pesan ini."
20.57
Jayden membolakan kedua matanya membaca pesan singkat tersebut, dengan cepat ia segera berganti pakaian dan mengambil kunci motornya yang tergantung di meja belajar. Ia menuruni tangga dengan tergesa dan segera memacu kuda besinya dengan kecepatan gila-gilaan.
Yang ada dipikirannya hanya satu, seharusnya ia tidak menutup panggilan Luna tadi.
.
Jayden berjalan memasuki rumah Luna yang sudah ramai orang berdatangan, ia mengedarkan pandangannya dan menemukan beberapa temannya berada disini termasuk sang kekasih, Bella yang berdiri di samping Elga.
Jayden baru saja hendak mendatangi teman-temannya namun sebuah suara terlebih dahulu menginterupsinya.
"Jayden!"
Luna yang tengah menangis di pelukan sang mama langsung berseru saat melihat sosok yang ia cari-cari sejak tadi memunculkan batang hidungnya.
Jayden menoleh sebentar ke arah temannya lalu berjalan mendekati Luna dan Tante Laras. Tubuhnya sedikit terhuyung ke belakang karena Luna langsung menubruk nya tanpa aba-aba.
"Jay, papa..."
Sebelah tangan Jayden terangkat mengelus surai kecoklatan milik Luna saat tangis gadis tersebut semakin menjadi. Kedua matanya kemudian menatap Tante Laras yang menutup mulutnya dengan sebelah tangan, menghalau suara tangisnya.
"Tante, ada apa? Kenapa om Herman tiba-tiba-"
Jayden mengurungkan niatnya untuk menyelesaikan kalimatnya saat melihat raut wajah kesakitan yang tergambar di wajah Tante Laras serta pelukan Luna yang semakin mengerat di tubuhnya.
"Papa Luna kecelakaan, dia tertabrak bus pariwisata saat dalam perjalanan pulang sore tadi," ujar Laras dengan susah payah ditengah-tengah tangisnya.
Luna melepaskan pelukannya dan menatap Jayden dengan wajahnya yang beruraian air mata.
"Jay, kenapa lo nggak ngangkat telepon gue tadi? Gue benar-bener butuh lo buat ada di samping gue."
Lidah Jayden kelu untuk sekedar menjawab pertanyaan Luna, ia tidak mengkin mengatakan yang sebenarnya jika ia sengaja mengabaikan panggilan gadis ini karena dirinya sedang bersama Bella.
Otaknya berpikir keras untuk menemukan alasan yang tepat atas pertanyaan yang dilontarkan Luna padanya.
"Gue..." Kedua matanya kemudian menatap sang kekasih yang juga tengah menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Gue lagi... Ada urusan penting tadi, gue nggak bisa ninggalin itu. Sorry, sorry karena nggak ngangkat telepon lo tadi," ujar Jayden pada akhirnya
Luna mengangguk kecil sebagai balasan, sebenarnya ia tidak terlalu ambil pusing dengan alasan Jayden, yang terpenting pria itu sudah berada di dekatnya sekarang.
"Nggak apa-apa, yang terpenting lo ada disini sekarang."
Jayden tersenyum kecil saat Luna mempercayai perkataannya. Kedua netra Jayden kembali menatap sang Bella, ia menyipitkan kedua matanya, berusaha untuk menangkap kalimat yang diucapkan sang kekasih dengan membaca gerakan bibirnya.
"Bisa kita bicara sebentar?"
Sekiranya kalimat itu yang bisa Jayden tangkap dari sang kekasih, ia mengangguk kecil sebagai balasan. Kedua tangannya terangkat untuk melepaskan pelukan Luna pada tubuhnya.
"Luna, lo bisa lepasin-"
Perkataan Jayden terhenti saat Luna menggelengkan kepalanya kuat dan semakin mengeratkan lengannya pada tubuhnya.
"Jangan pergi, gue mohon jangan pergi, gue benar-benar butuh lo."
Jayden sedikit terenyuh saat merasakan pundaknya yang semakin basah, gadis diperlukannya ini kembali menangis.
"Tapi..."
Jayden menatap Bella yang menaikkan sebelah alisnya, gestur yang mengatakan jika kekasihnya itu sedang menunggunya.
"Jay, Tante minta jangan tinggalin Luna. Luna benar-benar butuh kamu, dia terus meracaukan nama kamu dari tadi, apa kamu tega ninggalin Luna?" tutur Laras yang merasa tidak senang karena Jayden berusaha untuk meninggalkan anaknya.
Tidakkah Jayden melihat kondisi Luna yang sedang membutuhkan sandaran? Dan satu-satunya orang yang dijadikan sandaran oleh anaknya itu adalah dirinya.
"Tante mohon, jangan pergi. Tetap disini, temani Luna."
Jayden mengangguk kecil sebagai balasan, ia tidak memiliki pilihan lain selain menuruti perkataan Tante Laras. Benar, Luna sedang dalam kondisi terpuruk dan seharusnya ia menemaninya.
Maka dari itu Jayden menolehkan kepalanya pada sang kekasih dan memasang raut wajah bersalahnya.
"Maafin aku," ujarnya tanpa suara.
To Be Continue.
Sorry for typo(s).
KAMU SEDANG MEMBACA
RUWET [END]
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] [BELUM DI REVISI] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Jayden dan Bella adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Namun hubungan mereka...