“Hei.”
Tubuh Jayden sedikit terlonjak saat sebuah tepukan hinggap di bahunya, menolehkan kepalanya menatap sosok tersebut.
“Oh, hai?” sapa Jayden yang membuat Elga terkikik kecil melihat raut wajah kaku pria tersebut.
Gadis itu mendudukkan dirinya di samping Jayden pada kursi panjang yang berada di taman. Taman? Benar, mereka sedang berada ditaman belakang rumah, tempat dimana pesta diadakan. Sebenarnya Elga tadi sedang iseng berjalan-jalan tapi matanya tanpa senaja menangkap siluet familier yang sedang duduk sendirian di taman, ia pun memutuskan untuk menampirinya dan tada~
Disinilah dia sekarang, menemani Jayden tampak begitu, kacau? Entahlah, pria itu terlihat tak menikmati pestanya.
“Selamat atas pernikahan mama lo,” ujar Elga yang dibalas anggukan singkat oleh lawan bicaranya.
“Thanks El,” balas Jayden singkat.
Elga melirik sekilas wajah lesu pria disampingnya itu, ”kenapa lo ada disini? Bukannya pestanya belum selesai ya?” tanyanya basa-basi.
“Cuma pengen nyari udara segar,” balas Jayden tanpa repot-repot menatap gadis di sampingnya. Niatnya datang kemari ingin menenangkan diri, namun sepertinya niat tersebut harus sirna karena kini Elga telah duduk nyaman disampignya.
“Oh gitu...”
Selama beberapa saat keheingan menyelubungi, keduanya sibuk menyelami pikiran masing-masing ditemani dengan hembusan angin maam yang menyapu wajah mereka. Namun tidak berlanggsung lama karena Elga kembali membuka suara.
“Gue dengar lo ngambil beasiswa musik itu, lo mau nerusin pendidikkan di New York?”
Jayden menolehkan wajahnya dan menatap gadis disamping tersebut, ia mengangguk kecil sebagai balasan, “ya, lo benar.”
Elga menganggukkan kepalanya mengerti, ia kembali menatap pria disampingnya ragu. Ia sedikit bimbang dengan perasaannya, haruskah ia mengatakan pada Jayden mengenai perasaanya? Menyadari jika Jayden akan segera pergi dan ia tak memiliki banyak waktu lagi untuk mengakuinya.
Seetelah beberapa kali memikirkannya, Elga pun meyakinkan dirinya bahwa ia akan mengatakannya sekarang juga.
“Jayden.”
Mendengar namanya dipanggil pun Jayden menolehkan kepalanya, kedua alisnya terangkat memberikan isyarat bertanya.
Elga memiringkan tubuhnya lalu mengambil napas sebelum membuka suara, “ada sesuatu yang mau gue kasih tahu sama lo.”
Jayden mengernyitkan dahinya sekilas “apa? Kenapa kelihatannya lo serius banget?”
“Ini emang masalah serius,” kata Elga.
Jayden mengganggukkan kepalanya kecil lalu kembali menaikkan kedua alisnya, “oh, gitu? Kalau kasih tahu aja.”
Elga memejamkan kedua matanya, mengambil napas panjang lalu mengeluarkannya lewat mulut guna menghilangkan rasa gugup. Kemudian membuka matanya dan menatap Jayden tepat pada kedua obsidian hitamnya.
“Gue suka sama lo, atau bisa dibilang... gue cinta sama lo?”
Kedua obsidian sekelam malam milik Jayden melebar mendengar penuturan Elga, rasanya ada sebuah benda yang menghantam dadanya begitu keras.
“Lo, apa?”
Elga tersenyum kecil melihat reaksi yang diberikan Jayden. Ia merasa lega, setidaknya pria itu tidak kabur karena mendengar pengakuan cintanya, “lo nggak salah dengar, gue emang suka sama lo.”
Bibir Jayden terbuka lalu tertutup kemudian, lidahnya terasa kelu, “ta- tapi.”
Elgga terkikik kecil meskipun hatinya terasa retak, “lo pasti kaget kan? Sorry karena ngomong kayak gini tapi gue benar-benar suka sama lo, sejak permata kali kita ketemu,” tuturnya tanpa menyembunyikan apapun, ia mengatakan yang sejujur-jujurnya.
“El, tapi...” lirih Jayden. Ia bahkan tidak mengatakan apapun, ia benar-benar tekejut dengan pengakuan tiba-tiba dari orang yang tak pernah ia duga yang ternyata menyukainya.
“Jangan khawatir, lo nggak perlu kasih jawaban kok. Gue cuma mau ngelepas beban gue selama ini,” kata Elga tanpa melunturkan senyum yang terliat menyedihkan dimata Jayden karena senyum itu terlihat dipaksakan.
“Lagipula rasa suka gue ke lo nggak berarti. Lo tahu kan? Gue udah tunangan sama Cakra,” imbuh Elga yang membuat kedua obsidian Jayden kembali melebar.
“Lo? Sama Cakra?” tanya Jayden tanpa bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.
Elga menutup mulutnya lalu tertawa kecil, ia pikir Jayden sudah mengetahui ini, “apa gue buat lo kaget lagi? Dan ya, gue udah tunangan sama Cakra sejak semseter 1 lalu, udah lama banget kan?” katanya.
“Benar-benar nggak terduga,” ujar Jayden. Diam-diam ia merasa lega karena tidak perlu mencari alasan untuk menolak Elga, karena demi apapun juga, ia benar-benar tidak memiliki perasaan apapun pada gadis tersebut. Ia hanya mengaggap Elga sebagai teman, tidak lebih.
Elga menghembuskan napasnya, ia merasa sangat lega karena telah mengeluarkan beban yang selama ini berada dihatinya. Kedua netranya bergulir pada sekeliling dan tanpa sengaja bertemu tatap dengan sosok lain.
“Jay, bukannya lo masih punya masalah yang harus lo selesaiin?” ujar Elga yang disambut kernyitan dalam di dahi sang lawan bicara.
“Huh?”
Elga menggulirkan kedua matanya, membuat Jayden mengikuti arah pandangnya. Ia menepuk pelan pundak pria tersebut yang membuat empunya menoleh ke arahnya. Seulas senyum terlukis di bibirnya, “lo tahu Jay? Lebih cepat lebih baik.”
To Be Continue.
Sorry for typo(s).
KAMU SEDANG MEMBACA
RUWET [END]
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] [BELUM DI REVISI] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Jayden dan Bella adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Namun hubungan mereka...