Rasti menatap pantulan dirinya dari kaca meja rias dihadapannya, senyumnya mengembang begitu lebar yang membuat wajahnya berkali-kali lipat lebih cantik. Jemarinya mengusap perlahan gaun putih bertaburan kristal yang begitu pas di tubunya, perutnya merasakan gejolak geli yang menyenangkan.
Ada perasaan familier yang singgah di hatinya. Ia pernah merasakan ini sebelumnya, tepatnya 20 tahun yang lalu bersama sosok yang pernah singgah di hatinya, sosok yang pernah dicintainya sekaligus sosok yang pernah menghancurkan hidupnya.
“Bram, kamu lihat ini? Aku berhasil menemukan penggantimu.” monolog Rasti, “aku harap Indra adalah sosok yang tepat, nggak akan menyakiti aku dan Jayden, seperti yang kamu lakukin sama kami dulu,” sambungnya.
Suara ketukan pintu menyadarkan Rasti dari lamunannya. Mentap sosok yang memasuki ruangan dari pantulan cermin, senyumnya terlukis saat netranya menangkap sosok familier yang tengah berjalan ke arahnya.
“Jayden.”
Rasti bangkit dari tempat duduknya dan berbalik, ia menatap visual sang anak yang terlihat begitu tampan dan gagah dengan setelan jas berwarna putih.
“Mama benar-benar cantik, seperti malaikat.”
Senyum Rasti kian bertambah lebar mendengar kalimat tulus yang diucapkan Jayden. Sebelah tangannya yang berhiaskan ukiran hena rumit terangkat mengusap lembut pipi padat sang anak.
“Makasih bayak, sayang.”
“Apa kamu bahagia?” sambung Rasti dengan raut wajah yang kian menyendu.
Jayden terseyum kecil, apa ia bahagia? Jayden tentu saja merasa bahagia karena sang mama akan segera bersanding di altar dengan sosok yang dicintainya. Namun tak bisa dipungkiri jika hatinya terasa sakit sebab adanya fakta dimana ia dan Bella, sosok yang sangat dicintainya akan menjadi seorang saudara mulai sekarang.
Sial, rasanya Jayden ingin berteriak kecang dan menyalahkan Tuhan karena menempatkannya di posisi sulit seperti ini.
Jayden mengambil jemari yang senantiasa mengusap pipi kanannya lalu menggengamnya erat, “mana mungkin aku nggak bahagia, ini adalah salah satu hari terbaik dalam hidup aku,” tutur Jayden tanpa melunturkan senyum di bibirnya. Hah, dirinya begitu munafik.
“Makasih banyak.”
Tetapi perkataan sang mama diiringi dengan senyum tulus berhasil menyentuh titik senstif di hati Jayden. Perasaan marah dan kecewanya seketika menguap digantikan dengan setitik rasa bahagia.
Seharusnya ia tidak boleh menyalahkan takdir yang Tuhan berikan padanya. Tuhan menakdirkannya berpisah dengan Bella itu artinya mereka tidak berjodoh, dan sebagai gantinya Tuhan menjodohkan sang mama dengan om Indra.
Apa yang orang-orang diluar sana katakan memang benar, takdir Tuhan memang mengejutkan.
“Apa mama sudah siap?” tanya Jayden yang dibalas anggukan oleh wanita paruh baya tersebut. Lihatlah senyum yang terlukis indah di wajah cantik sang mama, mana mungkin ia bisa bersedih dihari bahagianya.
“Kalau gitu ayo kita pergi sekarang.” Jayden mengulurkan sebelah tangannya yang langsung disambut oleh sang mama, menggaetnya pada lengan dan bejalan beriringan menuju Altar.
To Be Continue.
Sorry fo typo(s).
KAMU SEDANG MEMBACA
RUWET [END]
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] [BELUM DI REVISI] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Jayden dan Bella adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Namun hubungan mereka...