Lagu di atas : Lemon - Kenshi Yonezu
=================
Tak ada siang, tak ada malam. Waktu berjalan secepat bayangan yang menyatu dengan warna hitam. Hanya ada kegelapan sejati serta gemuruh petir dan derasnya hujan. Ketidakjelasan waktu membuat orang-orang kebingungan. Mereka tidak bisa membedakan mana saat yang tepat untuk bekerja, mana saat yang sesuai untuk beristirahat. Hampir seluruh hari mereka jalani dengan kecemasan. Tidak ada orang yang benar-benar bisa beristirahat dan bekerja dengan tenang.
Hal itu dilanda oleh semua golongan di Shasenka, mulai dari buruh, pedagang, hingga pejabat pemerintahan. Ketidakpastian waktu membuat mereka semua bersikap waspada. Kurangnya istirahat mulai mengendurkan kontrol emosi mereka, sehingga hanya dengan sedikit pancingan, orang-orang mulai lepas kendali dan mengamuk untuk melampiaskan keputusasaan mereka. Kekisruhan menampakkan dirinya dari kegelapan hati orang-orang.
Mereka yang ketakutan memilih meringkuk di dalam rumah dan mengabaikan perseteruan orang-orang di dekatnya. Hanya sedikit dari mereka yang masih mampu berpikir jernih dan melihat dengan jelas perpecahan apa yang sedang terjadi di sekitar mereka. Bahkan, jika itu adalah orang yang paling menginginkan keluarga kekaisaran terpuruk, dia masih bisa melihat dengan jelas, apa yang sedang terjadi di sekitarnya.
Narashima membaca laporan-laporan yang masuk berkaitan dengan masalah yang terjadi di dalam Shasenka. Situasi ibu kota sedang tidak menentu. Perselisihan terjadi di beberapa tempat. Laporan mengenai barang-barang yang rusak, saluran air yang longsor karena derasnya air, atau pun tembok benteng ibu kota yang rusak terkena hantaman air. Belum lagi mengenai laporan kriminalitas yang meningkat, kelaparan di beberapa tempat, serta orang-orang yang kehilangan mata pencaharian karena hujan, serta tanaman-tanaman yang mati karena ini.
Lelaki itu membaca laporan dengan diterangi tiga lilin serta secangkir minuman rempah panas.
"Keadaan ini tidak bisa dibiarkan," gumam Narashima sembari menutup laporan terakhir yang ia baca dan meletakkannya di atas meja. Kalau masalah yang terjadi di Shasenka tidak segera diatasi, maka akan timbul kekacauan massal yang bisa mengakibatkan kerusuhan yang tidak diinginkan. Mulanya memang terlihat seperti perseteruan-perseturuan kecil, tetapi hal itu sudah cukup mematik masalah yang lebih besar. Jika kerusuhan terjadi, maka mau tak mau, mereka harus menerjunkan banyak prajurit untuk mengatasi masalah tersebut.
Narashima tidak suka memikirkan pihak militer menjadi orang yang paling banyak berjasa dalam masalah ini. Shui tidak boleh mendapat banyak sorotan, terutama rasa terima kasih dari rakyat. Dia harus mengambil langkah untuk memadamkan perseteruan yang terjadi, sekaligus mengambil hati orang-orang. Selain itu, dia juga harus memastikan, bahwa yang akan mendapatkan perhatian adalah putrinya, bukan Rhei.
Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Narashima. Erodo meminta ijin untuk masuk dan Narashima mengijinkannya. Lelaki itu membawa dua buah bungkusan kain yang cukup panjang. Dia meletakkannya di atas meja, lalu membukanya, sehingga Narashima bisa melihat isinya. Salah satu bungkusan berisi mata pedang patah dan tumpul di salah satu sisi, sedangkan anak panahnya rusak di bagian ujung yang tertutupi bulu. Sementara bungkusan lain berisi pedang dan anak panah yang masih bagus.
Narashima membandingkan kedua benda itu dengan cermat.
Mata pedang patah dan anak panah yang rusak didapatkan diam-diam dari kediaman Shui. Sementara, pedang yang bagus dikirimkan dari pedagang yang biasa berdagang dengan keluarga Unjarha. Narashima telah memeriksa pembukuan dan melihat sendiri persediaan pedang yang mereka pesan sama sekali tidak berkurang. Lantas..., siapa yang memakai pedang yang mirip seperti pesanannya dan menyerang kediaman Shui?
"Menarik," gumam Narashima sembari meletakkan anak panah yang dipegangnya di atas meja. Rupanya ada pihak ketiga yang diam-diam ingin melibatkan diri dalam perseteruannya dengan Shui. "Kau sudah memeriksa daftar para pedagang yang memesan senjata ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conquered Throne
Viễn tưởngSeorang Jenderal Kekaisaran menikahi gadis desa yang tinggal di perbatasan. Tidak ada senyum, tidak ada kebahagiaan, dan hanya ada rasa sakit. Mampukah keduanya bertahan dalam pernikahan tersebut? Atau... Bisakah mereka menyelami perasaan masing-mas...