Bab 54. Sheyana : Jika Mencintai Bisa Dimulai Saat Ini....

1.3K 179 45
                                    

20++

Mohon dengan bijak menyikapi part ini yaa....

Lagu di atas judulnya Miss You In My Heart Ost Queen For Seven Days

=======================

Shuiren baru pulang setelah jam makan malam lewat. Beliau tampak kuyu dan juga lelah, seakan seharian ini menghadapi masalah berat. Jika menilik masalah yang terjadi sekarang, aku tidak heran dengan beban yang diemban beliau. Aku pun meminta Tuan Mahanan untuk menyiapkan air mandi serta makanan yang bisa disantap Shuiren setelah mandi nanti.

"Apa terjadi sesuatu di Istana?" tanyaku sembari membantunya melepas seragam.

Beberapa hari yang lalu, ini masih menjadi tugas Tuan Mahanan, membantu Shuiren berbenah. Namun, karena aku merasa risi dengan pelayan laki-laki yang berada dalam satu kamar dengan kami, aku pun meminta Nyonya Suani mengajariku cara membantu Shuiren berpakaian, sehingga aku bisa melakukannya sendiri. Mulanya, Shuiren keheranan ketika aku yang membantunya berbenah, tetapi beliau tidak berkomentar apa-apa.

"Seperti biasa, perdebatan tiada henti," jawab beliau sambil membentangkan kedua tangannya, ketika aku melepas sabuk kain yang mengikat pinggangnya. "Kaisar memutuskan, bahwa besok adik-adikku serta selir-selir kaisar terdahulu kembali ke tempat pengasingan. Namun keluarga mereka menentang. Para pejabat memohon pada Kaisar supaya kepergian mereka bisa ditunda sampai cuaca membaik, tetapi Kaisar tidak menerima bantahan."

Aku melipat sabuk, lalu meletakkannya di atas meja bundar beralas kain sulaman berwarna hijau muda. Sekarang tinggal melepas pakaian luar beliau.

"Saya sedikit memahami alasan kekhawatiran mereka," ucapku, tanpa bermaksud memihak siapa pun. "Cuaca ini memang terlalu aneh untuk disepelekan. Selama lima hari berturut-turut hanya mendung yang menghiasi langit, tanpa terlihat tanda-tanda hujan akan turun atau pun matahari akan bersinar. Orang-orang resah dengan keganjilan ini dan kembali bergunjing."

Shuiren menghela napas, lalu mengenakan luaran dari katun yang kuangsurkan. Beliau menarik kursi ke sisi meja, kemudian duduk, sementara aku menuang air ke gelas porselen yang kemudian beliau ambil.

"Dan siapa lagi yang menjadi bahan gunjingan itu selain Kaisar?" ujar Shuiren setelah menghabiskan air dalam gelasnya. "Itu membuat emosi Kaisar naik – turun."

"Kalau situasi ini tidak segera diselesaikan, pasti keadaannya makin runyam," kataku.

Shuiren mengangguk pelan. "Aku bahkan harus menyiagakan prajurit dan memerintahkan mereka berpatroli untuk mencegah terjadinya kerusuhan. Orang-orang mudah panik dalam situasi seperti ini. Hanya dengan sekali hasutan, mereka bisa bersikap tidak masuk akal."

Aku menyetujui pandangan Shuiren dalam hati. Dalam situasi genting, manusia cenderung memikirkan dirinya sendiri. Secara naluri, kami pasti akan melakukan apa pun untuk bertahan hidup, meski itu harus mengorbankan orang lain. Di waktu inilah, peranan pemerintah dan pihak militer diperlukan untuk menenangkan sekaligus menekan terjadinya kericuhan.

"Saya sudah berbincang dengan Iksook Inarha pagi tadi," kataku. "Katanya, beliau menyetujui gagasan kita untuk meminta Imizdha mengadakan doa bersama."

"Kalau begitu, aku bisa pergi menemui Imam Agung untuk membahasnya," gumam beliau.

"Apakah kita tidak perlu meminta ijin Yang Mulia Kaisar?"

Pertanyaanku membuat Shuiren terdiam sejenak.

"Tentu saja, kita memerlukannya," kata Shuiren. "Kalau tidak, aku bisa dituduh yang tidak-tidak."

Senyum beliau mengembang getir, bersamaan dengan tatapan yang menyiratkan rasa lelah.

"Bicara mengenai doa...," Aku membelokkan percakapan kami, "Saya sempat bertanya, kenapa Iksook Inarha tidak mengajak Nona Efrani dan kedua kawannya untuk berdoa bersama. Jawaban beliau cukup mengejutkan. Katanya, bagaimana mungkin beliau meminta seseorang yang tidak meyakini doanya untuk berdoa bersama."

The Conquered ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang