Shorya baru kembali ketika waktu menginjak subuh. Jugook itu tidak berkata apa-apa saat mendapati Shui masih terjaga dan tengah duduk-duduk di pinggir jendela kamar. Melihat kemuraman makhluk itu, Shui menahan semua pertanyaan yang ingin ia ajukan padanya. Apa yang terjadi?
"Ini aneh," Shorya duduk di atas permadani, kemudian menghela napas panjang. "Kami tidak menemukan apa pun."
"Apa maksudnya?" Shui mengerutkan kening.
"Energi Martimuran," jawab Shorya pelan. "Kami tidak dapat melacak ke mana perginya."
Shui semakin tidak mengerti dengan penjelasannya.
"Setiap Jugook memiliki pancaran kekuatan yang berbeda-beda, yang mana energi tersebut mampu dirasakan oleh Jugook-jugook lain dalam jarak yang beragam. Kadang kami bisa merasakan energi Jugook yang kuat dari jarak yang sangat jauh, tetapi terkadang kami juga tidak mampu merasakan energi Jugook lemah yang jaraknya sangat dekat," Shorya memulai penjelasannya.
"Dan Martimuran adalah Jugook yang kuat?" Shui balik bertanya, sembari mencocokkan penjelasan Shorya tadi dengan logikanya. Namun, ada hal ganjil yang membuat ekspresinya makin berkerut. "Bila dia kuat, bukankah kalian bisa merasakan pergerakannya?"
"Seharusnya begitu," Shorya mendesah pelan. "Tapi kami tidak merasakan apa pun. Aku mengikuti Inaike memeriksa ke titik-titik di mana dia sempat merasakan keberadaan Martimuran sesaat, tetapi hasilnya nihil. Tidak ada sisa-sisa energinya yang tertinggal. Seolah lenyap begitu saja setelah kemunculannya."
Shui terdiam. Untuk masalah Jugook, ia tidak memiliki pengetahuan apa pun, sehingga sadar bahwa apa pun yang keluar dari mulutnya tak lebih dari komentar tak berbobot. Tapi bila mengingat kengerian orang-orang yang mendengar nama Martimuran disebut, Shui ingin tahu lebih banyak mengenai dunia para Jugook. Mengenal musuh merupakan salah satu cara supaya bisa mengalahkannya, sekaligus mencegah permasalahan yang lebih serius.
"Apakah Martimuran semengerikan itu?" tanyanya kalem.
"Dia sangat mengerikan," Shorya memandangnya serius. "Lebih mengerikan dari Shasenkai. Kekejamannya sudah seperti makhluk gila darah. Apa pun akan dilakukannya untuk meraup jiwa-jiwa manusia yang tak berdosa."
Shui kembali terdiam. Kepalanya menunduk, mengamati bayangan tubuhnya yang menyatu dengan bayang-bayang kamar. Jugook seperti itu, bila benar-benar ada di dunia ini dan menjalin perjanjian dengan manusia, tentu akan mendatangkan bencana besar.
"Sebetulnya aku tidak ingin percaya, jika dia yang melakukan perusakan di rumah Sheya," ujaran Shorya membuat Shui kembali mengangkat kepalanya. Sinar mata makhluk itu menunjukkan keseriusan sekaligus kegamangan. "Akan lebih mudah mempercayai, bahwa kerusakan itu disebabkan oleh Jugook lain, bukannya Martimuran."
"Kenapa?"
"Karena dia sedang disegel," jawab Shorya sederhana. "Martimuran tidak berada di dunia ini, maupun di dunia kami. Dia dikunci di dimensi khusus, yang membatasi gerak-geriknya selama ratusan tahun. Makhluk itu tidak bisa keluar dari sana, bila tidak ada yang membebaskan dan mustahil dia dibebaskan karena penjagaan di sana ketat. Kalau pun dia terlepas dari segelnya, seharusnya para Jugook yang hidup di Kashaki akan segera melapor pada Shasenkai, tetapi kenyataannya, kehidupan di sana masih tenang-tenang saja. Ini sangat tidak masuk akal."
"Tapi, bukankah Inaike mengatakan bahwa dia merasakan keberadaannya?" Shui kebingungan dengan penjelasannya.
"Itulah yang membuat kami tidak mengerti," Shorya mendesah pelan sambil beranjak untuk duduk di dekat Shui.
Angin berembus di sekitar makhluk itu, kemudian wujudnya berubah menjadi lelaki dewasa berambut putih pendek yang memiliki mata lembayung sewarna senja hari. Sepasang garis hitam menyerupai belang harimau terbentuk di pipinya yang putih pucat. Dia mengenakan jubah tebal berbulu serta zirah berwarna perak yang serasi dengan warna pakaiannya yang putih. Makhluk itu kini terkesan seperti dewa perang yang muncul dari kegelapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conquered Throne
FantasySeorang Jenderal Kekaisaran menikahi gadis desa yang tinggal di perbatasan. Tidak ada senyum, tidak ada kebahagiaan, dan hanya ada rasa sakit. Mampukah keduanya bertahan dalam pernikahan tersebut? Atau... Bisakah mereka menyelami perasaan masing-mas...