Sebenarnya musiknya nggak ada hubungannya dengan bab ini, tetapi entah kenapa, saya keterusan ndengerin lagu ini. Jadi saya pikir, asik juga nih baca lanjutannya sambil ndengerin musik ini. :D
Judulnya Thorn Love, salah satu soundtrack drama korea Empress Ki :D
Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar. Bila berkenan, share cerita ini ya ke laman media sosialmu! :D
-----------------------------------------
Prosesi ritual meminta hujan terbilang lama dan rumit. Ada serentetan ritus yang harus dilakukan Kaisar dan Permaisuri yang diikuti oleh keluarga kerajaan serta para pejabat Shenouka. Mulanya Kaisar dan Permaisuri harus menjalankan puasa selama tiga hari, yang kemudian dilanjutkan pemberian sedekah pada orang miskin selama empat hari berturut-turut. Selama itu, mereka dilarang tidur sebelum tengah malam. Usai matahari terbenam hingga menginjak tengah malam, Kaisar dan Permaisuri diwajibkan berlutut di altar doa dan menyanyikan kidung pujian. Hal itu berlangsung selama seminggu penuh.
Karena prosesinya yang sulit, lama, dan melelahkan, aktivitas di Shenouka pun melambat. Mulai dari perdagangan, pembelajaran, latihan pasukan, maupun kegiatan pemerintahan, semua menyesuaikan dengan waktu ritual yang sedang dijalankan Kaisar dan Permaisuri.
Jangan dikira rakyat tidak turut serta dalam prosesi ini. Mereka pun ikut bersujud dan berdoa pada Tadakhua sejak matahari terbenam hingga menginjak tengah malam bersama para pendoa di area-area terbuka yang ada di kota. Karena itulah, ketika ritual sebelumnya dilaksanakan dan berakhir gagal, banyak sekali rakyat Shenouka yang menggunjing ketidakberhasilan Kaisar Rheiraka. Rhei dianggap tidak memiliki kemampuan untuk mengetuk pintu kasih Sang Pemberi Rahmat dan membuang-buang waktu mereka yang berharga.
Sejujurnya, banyak yang ingin membelot dari ritual tersebut, tetapi mengingat para prajurit yang disebar di seluruh penjuru Shenouka selama prosesi ini berlangsung, mereka memilih untuk mengikuti prosesi yang sedang berjalan. Padahal prajurit-prajurit tersebut disebar bukan untuk mengawasi penduduk beribadah, melainkan untuk menjaga keamanan supaya orang-orang bisa khusyuk berdoa.
Sebagai keluarga kerajaan, Shui seharusnya ikut dalam ritual meminta hujan tersebut seperti para pangeran yang lain. Namun, karena posisinya sebagai pemimpin militer, kewajiban tersebut pun digugurkan, sehingga ia bisa berkonsentrasi mengurus masalah keamanan selama prosesi berlangsung.
"Ammu!" seorang pemuda berambut hitam sepunggung menghampiri Shui yang baru saja memerintahkan Kokhan untuk mengawal Kaisar, Permaisuri, serta keluarga kerajaan lainnya dan para pejabat yang akan beristirahat di ruang jamuan untuk melakukan santap siang. Doa pagi ini baru saja selesai dan Imam Agung mempersilakan mereka untuk beristirahat sebelum doa sore dimulai.
Hari ini adalah hari terakhir ritual meminta hujan dan ini adalah waktu yang paling penting. Selama sehari penuh, seluruh orang di Shenouka akan memusatkan perhatiannya hanya untuk berdoa pada Tadakhua. Sampai fajar esok hari, mereka akan terus berdoa dipimpin oleh Imam Agung beserta para pendoa yang lain. Jemaat yang mengikuti ritual ini dilarang tidur sampai besok pagi.
"Ayo makan bersama," pemuda berumur tujuh belas tahun itu tampak bersemangat mengajak Shui ke ruang jamuan yang ada di Istana Shasuiren. Kedua matanya yang berwarna cokelat berkilat cemerlang. Sama seperti Shui, dia mengenakan jubah putih sederhana dan rambut panjangnya diikat tali kain berwarna hitam. Bedanya, Shui mengenakan zirah perak di luar jubahnya, sedangkan pemuda itu memakai luaran krem polos yang menunjukkan kesederhanaan selama ritual dilakukan. Kaisar, Permaisuri dan yang lainnya pun mengenakan pakaian yang sama—berwarna putih polos dan tak memakai perhiasan apa pun selama beribadah pada Tadakhua. "Selama seminggu berada di sini, aku hampir tak pernah melihat Ammuren makan bersama kami di sana."
![](https://img.wattpad.com/cover/103643207-288-k181818.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conquered Throne
FantasíaSeorang Jenderal Kekaisaran menikahi gadis desa yang tinggal di perbatasan. Tidak ada senyum, tidak ada kebahagiaan, dan hanya ada rasa sakit. Mampukah keduanya bertahan dalam pernikahan tersebut? Atau... Bisakah mereka menyelami perasaan masing-mas...