"Jika ingat tampang keduanya tadi, aku selalu ingin tertawa. Yang laki-laki seperti digiring ke tempat jagal, sedangkan yang perempuan seolah-olah disuruh menginjak bara api. Walau mereka berpura-pura terlihat saling mencintai, tapi siapa pun bisa melihat kekakuan dalam cara mereka berinteraksi," Baiyuyin menceritakan kembali suasana pernikahan Sheya dan Shui tadi pagi pada Houhan.
"Aku masih tidak mengerti, apa manfaatnya menjodohkan mereka berdua," Houhan menyesap araknya perlahan-lahan. "Dengan atau tanpa perjodohan ini, kita tetap bisa membinasakan mereka."
Tawa Baiyuyin semakin keras hingga terdengar sampai ke lorong kamar.
"Kelihatannya saja tidak membawa pengaruh apa-apa, padahal sebaliknya, itu memberikan dampak yang baik untuk rencana kita," Baiyuyin menuang kembali arak ke dalam cawan minumnya.
Suasana di sekitar paviliun tempat tinggal Baiyuyin sangat sepi, tetapi lelaki itu tidak segan untuk membicarakan rahasia mereka dengan lantang. Jika bukan karena seisi Imizdha telah dikuasainya, Baiyuyin tidak akan berani melakukannya.
"Hubungan Kaisar dan Jenderal akan semakin meruncing. Tinggal tunggu waktu sampai Kaisar menggila dan mereka saling bunuh karena kebencian." Dia menenggak araknya dalam sekali teguk. "Atau... kalau mereka tidak saling bunuh, kita bisa gunakan cara lain untuk menyingkirkan keduanya sekaligus."
Houhan menghela napas sembari meletakkan cawan minumnnya di atas meja kayu berkaki pendek. Dia bersandar pada tumpukan bantal berhias sulaman tangan yang ada di belakang punggungnya.
"Sekalipun bisa memprovokasi Kaisar, aku tidak yakin kita bisa melakukan hal serupa pada Jenderal," gumamnya. "Dia terlalu setia pada adiknya."
"Hati manusia bisa berubah kapan pun," Baiyuyin menyeringai. "Kalau pun hatinya tidak berubah, maka kita gerakkan Kaisar untuk membunuhnya sendiri."
"Pengaruh Shasenka tidak sekuat dulu, mengapa Muruthai tidak langsung membunuh Kaisar saja?" Houhan mendadak terdiam, seakan memikirkan kembali pertanyaannya barusan.
Sebenarnya Muruthai bisa membunuh Kaisar sesukanya, terutama karena perlindungan Shasenka tidak sekuat dulu. Namun, kalau itu terjadi, maka yang akan memegang tampuk kekuasaan adalah Shui dan itu akan menimbulkan kesulitan baru. Yah..., memang lebih baik kedua bersaudara itu saling bunuh. Bila Shui berhasil membunuh Rhei, maka akan lebih mudah menyulut pertikaian antara Narashima dan Shui.
"Sebenarnya, kalau bisa, Muruthai ingin membinasakan mereka semua sekaligus. Sayangnya, itu hanya akan memancing perhatian ketiga penguasa yang mendiami kekaisaran ini," Baiyuyin terkekeh sembari menuang arak ke gelasnya yang kosong. "Shasenkai, Shoryaken, dan Hariam." Dia menyebutkan ketiga Jugook yang menguasai Shenouka saat ini. "Akan sangat merepotkan kalau melawan mereka bertiga sekaligus. Terlebih Martimuran belum bangkit sepenuhnya."
"Shasenkai sudah tidak peduli pada Kekaisaran ini, apa yang perlu ditakutkan?" Houhan menaikkan salah satu alisnya. "Shoryaken dan Hariam tidak sekuat Shasenkai, kan?"
"Jangan salah," Baiyuyin berdecak sambil menyamankan diri dengan bersandar pada bantal besar di belakang punggungnya. "Sekalipun ikatan Shasenkai dengan Kaisar Shenouka retak, tetapi Jugook itu masih mengawasi kekaisaran ini. Dia masih peduli. Buktinya adalah Jugook kecil yang sekarang mendiami Shasuiren."
Houhan mendesah pelan, lantas menyesap arak di cawannya perlahan. "Mengapa sulit sekali menjatuhkan sebuah kekaisaran."
"Kalau mudah, sudah ratusan tahun lalu Muruthai menguasai tanah ini," timpal Baiyuyin sembari menenggak araknya sampai habis. "Muruthai sudah bersabar sangat lama demi melihat kebangkitan Mirmizdi sekali lagi."
![](https://img.wattpad.com/cover/103643207-288-k181818.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conquered Throne
FantasíaSeorang Jenderal Kekaisaran menikahi gadis desa yang tinggal di perbatasan. Tidak ada senyum, tidak ada kebahagiaan, dan hanya ada rasa sakit. Mampukah keduanya bertahan dalam pernikahan tersebut? Atau... Bisakah mereka menyelami perasaan masing-mas...