Halo...
Maaf ya, lama banget saya nggak update ini. Beberapa minggu lalu saya sakit dan terpaksa hanya bisa nge-post cerita-cerita yang sudah ada 'cicilannya'. Kebetulan TCT yang paling irit ceritanya, jadi nggak bisa langsung di-post.
Selamat membaca...
***
(2695 kata, edited)
Kegelapan membayangi Shamasinai. Bulan berlindung di balik awan-awan yang tebal, membuat sinarnya tak sampai ke desa yang berada di lereng bukit Inai. Seolah sepaham dengan langit yang menolak memperlihatkan keindahannya, serangga-serangga malam pun memilih bungkam, hingga situasi terasa sunyi senyap. Sesekali hanya terdengar gemerisik ranting-ranting pohon yang bergerak ditiup angin.
Inaike mengawasi desa dari puncak bukit. Air mukanya setenang air kolam, tetapi tidak ada yang tahu bahwa hatinya diliputi rasa cemas yang mencekik. Ia merasakan bahaya tengah mengintai desa. Bahaya besar dan mengancam. Yang paling dikhawatirkan Inaike adalah keluarga Sheya. Dengan adanya Shui di sana, otomatis keamanan keluarga Sheya yang paling rawan.
Di beberapa jalur desa, Inaike melihat titik-titik merah yang berjalan teratur. Titik-titik tersebut adalah obor-obor milik orang-orang yang ditugaskan Inarha untuk menjaga desa selama waktu tak terbatas. Menilik lawan yang akan mereka hadapi, Inaike merasa percuma saja melakukan patroli. Draguirent dan kaum penyihir bukanlah kaum yang bisa dikalahkan dengan pedang dan panah. Sebelum mereka menyerang, mungkin Draguirent sudah membunuh mereka terlebih dahulu.
Namun, tugas mereka memang bukan untuk mengalahkan Draguirent atau pun para penyihir. Inarha secara khusus meminta mereka mengawasi orang-orang desa supaya tidak berkeliaran di luar setelah malam tiba. Inaike memahami kekhawatiran Inarha. Selama Shui tidak hengkang dari desa ini, maka ancaman akan terus berdatangan dan tak pelak bisa membunuh penduduk Shamasinai sendiri.
Walau sedikit keberatan, Inaike terpaksa membenarkan tindakan Inarha. Toh, mereka sudah diberi pemahaman mengenai musuh yang akan dihadapi, sehingga akan berpikir dua kali bila bertemu secara langsung. Baik Inarha maupun dirinya sama-sama meminta mereka untuk langsung menyerah atau bahkan kabur bila bertemu Draguirent atau pun para penyihir, karena percuma saja bagi mereka untuk melawan.
Perhatian Inaike teralih ketika merasakan sesuatu yang lain dari biasanya. Mata hijaunya mengarah lurus ke suatu titik gelap di bawah sana, tepatnya di rumah Sheya yang terlihat tak ada bedanya dengan kegelapan di sekitarnya. Ia terbelalak, mengenali gelombang energi ini dan merasa amat terkejut ketika menyadari, bahwa dia memang ada di sini. Mengingat watak serta sikapnya, Inaike tidak menyangka kehadirannya di Shamasinai, terutama saat keadaan sedang genting seperti ini.
Demi menjawab rasa penasarannya, Inaike pun menemui Rajanya.
***
Makhluk itu berwujud harimau putih. Matanya merah, berbalut warna oranye terang yang mirip seperti senja. Yang membedakannya dari harimau biasa adalah permata serta pelindung yang menghias tubuhnya. Seperti seorang Raja Agung, makhluk itu mengenakan pelindung kepala yang terbuat dari emas dan berhiaskan permata merah delima berbentuk bulan purnama. Selain itu, dia pun memakai pelindung dada dari emas yang dihiasi ukiran rumit dan gelang-gelang perak bertahtakan permata melingkari keempat kakinya, membuatnya tampak seperti seorang Raja sekaligus pemimpin perang di waktu bersamaan. Bulu-bulunya yang putih dan selembut kain sutera berkobar seperti api.
"Tuanku," Inaike muncul di hadapan sang harimau. Selayaknya seorang bawahan menghormati junjungannya, Jugook itu menundukkan kepalanya dengan khidmat. "Apa yang membawa Tuanku datang ke Shamasinai?" Inaike mengangkat kepalanya lagi dan menatap Rajanya yang kini balas memandangnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/103643207-288-k181818.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conquered Throne
FantasiSeorang Jenderal Kekaisaran menikahi gadis desa yang tinggal di perbatasan. Tidak ada senyum, tidak ada kebahagiaan, dan hanya ada rasa sakit. Mampukah keduanya bertahan dalam pernikahan tersebut? Atau... Bisakah mereka menyelami perasaan masing-mas...