Pada bab sebelumnya ada sedikit perubahan, yaitu di bagian ketika Rheiraka berbincang dengan Shui. Saya mengganti beberapa dialog di sana. Kalian bisa baca ulang bab sebelumnya dan akan menemukan kaitannya dengan bab ini. :D:D
==============
Shui keluar dari ruang kerja kaisar dengan ekspresi yang sangat menakutkan. Ketenangan yang biasanya tampil di wajahnya berubah menjadi kesuraman yang berpadu dengan amarah. Sorot matanya memang tajam seperti biasa, tetapi kali ini ada semacam hasrat membunuh yang tersirat secara terang-terangan dalam tatapannya. Seakan-akan bila ada orang yang berbuat salah di depannya, dia akan memenggalnya saat itu juga.
Para dayang dan juga kasim yang menunggu di luar ruangan kaisar tidak berani memandangnya. Bahkan kapten pengawal kekaisaran serta beberapa anak buahnya menundukkan kepala dalam-dalam ketika Shui lewat di depan mereka. Kemarahan Shui terasa begitu kental dan menusuk, membuat mereka tak berani menyapanya sedikit pun.
"Ammu!" seruan itu datang dari Nayunira.
Gadis itu berlari tergesa-gesa ke arahnya dari lorong terdekat yang bersebelahan dengan ruang kerja kaisar. Air mukanya terlihat khawatir dan resah. Di belakangnya, seorang dayang pengasuh berumur empat puluhan mengikuti bersama beberapa dayang dan pelayan. Mereka membungkuk, memberikan salam hormat pada Shui ketika sampai di hadapannya.
Shui yakin, adiknya mendengar semua percakapan mereka dari lorong ini. Dengan suara setinggi itu, siapa pun yang berada sekitar lima belas langkah dari ruang kerja masih bisa mendengar jelas isi perbincangan mereka.
"Apa Ammu Shenka sudah membatalkan perintahnya?" Nayunira mengabaikan perubahan ekspresinya yang semakin buruk dan menanyakan sesuatu yang paling tidak ingin ia jawab saat ini.
"Tidak ya?" Mimik wajah Nayunira pucat pasi, ketika melihat Shui diam saja. "Aku... Aku akan bicara pada Ammu Shenka untuk membatalkan perintah tersebut." Gadis bergaun merah jambu lembut itu beranjak ke ruang kerja Kaisar, tetapi Shui mencekal lengannya.
"Kau hanya akan membuatnya semakin bertambah buruk, Nayu," ujar Shui. "Keinginan Rhei sudah tidak bisa digugat."
"Tapi ini tidak adil bagi Ammu!" seru Nayunira, setengah membentaknya dengan mata berkaca-kaca. "Ammu juga berhak bahagia! Ammu juga berhak bersama orang yang Ammu cintai! Ammu Shenka... Ammu Shenka benar-benar—," gadis itu terisak sambil menutupi wajahnya.
Kemarahan Shui sedikit terkikis melihat tangisan adiknya. Direngkuhnya gadis itu ke dalam pelukannya dan diusapnya kepalanya supaya lebih tenang.
"Maafkan aku, Ammu," katanya lirih. "Maafkan aku."
"Maaf kenapa?"
"Gara-gara aku... gara-gara ucapan bodohku dan keinginan tololku, aku justru memberitahu Ammu Shenka untuk merestui hubungan Ammu dan Yuuni Nuaniha. Karena keteledoranku, sekarang Ammu justru harus menikahi gadis desa itu!" Nayunira menangis terisak-isak dalam pelukan Shui.
Tingkah lakunya menarik perhatian orang-orang di sekitar mereka, termasuk para pengawal dan pelayan kaisar yang berdiri di depan pintu ruang kerja yang masih terbuka. Tentunya, Kaisar yang berada di dalam ruang kerja pun secara tidak langsung mendengar keluhan Nayunira.
"Sudahlah," Shui menepuk-nepuk kepala adiknya dengan lembut. Sekalipun ada rasa jengkel terhadap tindakan adiknya yang serampangan, tetapi Shui tidak mampu menyalahkannya sepenuhnya. Dia memahami, apa yang dilakukan Nayunira semata-mata hanya karena ingin dia bahagia. "Apa yang sudah terjadi, memang seharusnya terjadi. Jangan menyalahkan dirimu sendiri karena ini."
![](https://img.wattpad.com/cover/103643207-288-k181818.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conquered Throne
FantasíaSeorang Jenderal Kekaisaran menikahi gadis desa yang tinggal di perbatasan. Tidak ada senyum, tidak ada kebahagiaan, dan hanya ada rasa sakit. Mampukah keduanya bertahan dalam pernikahan tersebut? Atau... Bisakah mereka menyelami perasaan masing-mas...