Bab 34. Shuikan

994 170 56
                                    

Note:

Maaf karena minggu kemarin nggak update. Selama bulan agustus kemarin saya riwa-riwi jawa tengah - jawa timur, ngurus barang-barang pindahan. Makanya, kalau akhir pekan, saya kurang bebas untuk menulis. m(_ _)m

btw, video di atas hanya pelengkap musik dalam cerita ini. Sepenuhnya, saya memercayakan pembaca untuk mengimajinasikan sendiri tokoh-tokoh dalam novel ini. :D:D

-----------------------------------------

Perayaan berlangsung meriah. Tamu-tamu undangan yang terdiri dari para bangsawan, pejabat, maupun pedagang-pedagang berpengaruh memenuhi balairung Istana Shasuiren. Bahkan Imam Agung hadir dalam perayaan ini dan duduk di samping Perdana Menteri Narashima. Keduanya asyik berbincang-bincang sekalipun di depan mereka terdapat hiburan yang menarik untuk dilihat.

Mulai dari tari-tarian, nyanyian, sampai pertunjukan sandiwara dari teater keliling terkenal seantero kekaisaran disajikan di tengah balairung Istana Shasuiren. Semua orang terlihat menikmati tontonan maupun hidangan yang tersedia. Bahkan beberapa kali Rheiraka bertepuk tangan dan memuji penampilan para seniman, yang diikuti pujian-pujian lain dari para tamu undangan.

Shui tersenyum melihat kebahagiaan di wajah adik lelakinya. Setelah bertahun-tahun mengalami tekanan akibat cibiran serta gunjingan karena musim kemarau panjang, turunnya hujan seakan-akan membasuh semua beban yang ada di pundak Rheiraka. Melihatnya bisa tersenyum dan tertawa seperti ini, membuat perasaan Shui menjadi lega.

Namun, kelihatannya tidak semua orang menikmati perayaan ini. Kanashiam yang duduk di sisi kiri Shui terlihat masam selama perayaan berlangsung. Meski diam saja sedari tadi, tetapi gerak-geriknya menunjukkan ketidaknyamanan.

"Menggelikan." Akhirnya Kanashiam tidak tahan untuk tidak berkomentar setelah tiga kali menenggak arak buah yang disediakan. Lelaki berjubah hitam dengan simbol naga bersulam benang perak itu menuang lagi minumannya ke dalam gelas. "Untuk apa merayakan siklus alam yang berjalan semestinya? Tidak masuk akal."

Shui tak menanggapi gerutuan adik keduanya dan menikmati hidangannya sendiri. Arakaita yang duduk di sisi kanan Shui pun hanya diam saja, enggan membalas pernyataan kakaknya.

"Ketika Ammu Shenka diangkat sebagai kaisar, memang sedang terjadi perubahan cuaca. Para cendikiawan dari timur sudah memperkirakan hal tersebut, sehingga menyusun ulang penanggalan pertanian." Kanashiam diam sesaat untuk menghabiskan arak di gelasnya. "Kalau Ammu Shenka mendengar sedikit saja saran dari para cendikiawan, dia tidak akan terjebak dalam pemikiran sempit yang membuatnya mengambil keputusan tidak masuk akal."

"Apa maksud Ammuren, keputusan Ammu Shenka mengadakan ritual meminta hujan merupakan tindakan tidak masuk akal?" Arakaita tidak tahan untuk mendebatnya.

Kanashiam mendengkus sembari melirik ke arah adiknya. "Aku tidak mengatakan bahwa hal itu tidak masuk akal, tetapi Ammu Shenka terlalu memikirkan reputasinya, sehingga kebijakan-kebijakannya tidak didasarkan pada kepentingan rakyat, melainkan untuk menaikkan namanya."

"Ritual meminta hujan pun penting untuk rakyat," Arakaita berkilah, berusaha membela Rheiraka. "Karena ini berkaitan langsung dengan kebutuhan hidup rakyat."

"Kalau dia memang memikirkan rakyat, yang pertama kali dia lakukan dalam menghadapi musim kemarau ini adalah membuat bendungan dan mengatur pembagian air, bukannya membiarkan mereka mati kelaparan dan kebingungan karena kematian mereka."

Yang disampaikan Kanashiam benar, tetapi itu tidak pantas disampaikan dalam perayaan seperti ini. Bila Rheiraka mendengar, Shui yakin, adik keduanya akan mendapat hukuman berat selain diasingkan di San'a. Rhei sangat sensitif terhadap isu-isu maupun pembicaraan yang melibatkan namanya.

The Conquered ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang