Bab 9. Shuikan

2.1K 299 16
                                    

Saya suka banget sama opening theme-nya Hwang Ji Ni. Entah kenapa, openingnya itu serasa selaras sama cerita ini. Jadi saya sering nyetel lagu ini saat lanjut membuat The Conquered Throne.

Kalau untuk tokoh-tokohnya, saya membebaskan semua pembaca mengimajinasikan Shui, Sheya, dan lainnya. Jadi... terserah kalian membayangkan siapa yang menjadi pemeran Shui dan lain-lain. :*

btw, selamat idul fitri, mohon maaf lahir dan batin. Saya minta maaf, kalau semisal ada kata dan sikap saya yang kurang berkenan di hati kalian. Semoga kalian senantiasa terhibur dan termotivasi dari cerita-cerita saya. Enjoy it. ^^

--------------------------------

Gadis ini cerdas.

Penalaran Sheya sungguh bagus untuk gadis sepertinya. Shui yakin, Sheya belum pernah mengenyam pendidikan apa pun di desanya. Ilmu yang didapat gadis itu tentu ilmu dari alam maupun ilmu sekitarnya, tetapi kemampuan deduksi gadis itu cukup mengejutkannya. Sheya mampu menganalisa beberapa hal dengan baik. Meski dia terlihat kebingungan menyimpulkan masalah antara dirinya dengan para penyihir tersebut, tetapi penilaiannya terhadap para penyihir maupun dirinya bisa dibilang sangat bagus.

Sekali lagi Shui dibuat terkejut oleh kemampuan gadis ini. Bukan hanya terbiasa menjelajahi hutan, Sheya rupanya punya kecerdasan yang cukup baik. Jika seandainya gadis ini dididik dan berada di lingkungan tempatnya dibesarkan, Shui percaya, Sheya akan tumbuh menjadi wanita yang menakutkan.

"Jadi..., sebenarnya Tuan ini siapa?" Sheya kembali bertanya.

Pandangannya begitu polos dan lugu, membuat Shui mau tak mau merasa gemas. Dengan memasang ekspresi seperti itu, Sheya jadi terkesan kekanakan. Usia gadis ini mungkin satu atau dua tahun di atas usia adik perempuannya, tetapi perawakannya begitu kecil dan kurus. Pipinya terlalu tirus dan kulit tangan serta wajahnya berwarna cokelat gelap, mungkin karena terlalu lama berada di bawah sinar matahari. Secara keseluruhan, di balik tampilannya yang tidak menarik dan sederhana, rupanya gadis desa di depannya ini memiliki kecerdasaan di atas rata-rata serta kegigihan yang kuat.

"Kenapa kau begitu ingin tahu mengenai identitasku?" Shui melempar pertanyaan itu kembali pada Sheya.

Gadis itu terdiam sejenak, sepertinya tak menyangka kalau Shui akan bertanya. "Ehm..., saya hanya penasaran," jawabnya pelan. "Tapi, kalau pun saya tahu identias Tuan, itu bukan masalah kan? Malah Tuan bisa terbantu untuk kembali ke tempat asal Tuan."

Sebenarnya kemarin dia sudah meminta Shamasinaike Ornuk untuk mengirim pesan ke perbatasan secara diam-diam, di tempat dirinya berkemah. Ia meminta agar beberapa orang kepercayaannya segera datang ke desa Shamasinai untuk menjemputnya. Jadi Sheya tidak perlu repot memikirkan cara memulangkannya nanti. Yang perlu dipikirkan saat ini adalah, bagaimana menghadapi masalah yang ditimbulkan musuh-musuhnya, bila mereka sampai di desa ini lebih dulu sebelum orang-orangnya.

"Tak perlu memikirkan itu. Shamasinaike Ornuk sudah mengatasinya," jawab Shui.

Sheya mengernyit, "Kenapa Tuan tidak ingin membuka identitas pada saya?" tanyanya heran sekaligus curiga. Lalu dia diam sesaat, sebelum akhirnya menyelesaikan kegiatan cuci-mencucinya. "Maafkan saya, karena saya terlalu ingin tahu. Tuan pasti terganggu dengan pertanyaan saya."

Dari nada suaranya, sudah dipastikan bahwa gadis itu sedang marah. Shui mendengus geli melihatnya cepat-cepat memeras pakaian-pakaian yang basah.

"Aku ini cuma prajurit biasa, Sheya," jawabnya.

Sheya berhenti memeras baju dan menoleh ke arah Shui. Kali ini ia mendapat tatapan yang berbeda, yaitu ketidakpercayaan.

"Tuan memakai kalung dari emas asli dan pakaian Tuan jelas-jelas dari bahan berkualitas tinggi. Mana mungkin saya-----," kata-kata Sheya terhenti begitu saja. Gadis itu termangu beberapa saat, seolah tengah mendengarkan sesuatu. Lalu dia berdiri dan menoleh ke sana – ke mari.

The Conquered ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang