Bab 27. Shuikan

1.2K 177 45
                                    

Note:

Saya sengaja ubah sedikit part ini, mumpung belum keblanjur. Tapi memang kelanjutan part ini belum saya benahi. Insya Allah, sekiranya sempat, besok akan saya posting kelanjutannya. Saya kira kalian yang sudah baca part ini sebelumnya tahu, siapa yang akan jadi 'tokoh' di part depan, yaitu... bapaknya kiarin :D

Apakah ada penambahan di part?

Hoo...., jelas dunk. Masak mau update chapter seiprit buat kalian =))

Selamat malam semuanya~~

---------------------------------

Apa yang direncanakan pamannya?

Pertanyaan ini menggelantung di benak Shui seperti tali yang melilit lehernya. Satu masalah belum selesai, masalah yang lain sudah datang. Hal ini membuat sakit kepala Shui bertambah parah.

Sejujurnya, Shui tidak mengerti apa yang diinginkan Narashima dengan membawa Sheya ke ibu kota. Itu di luar kebiasaan pamannya. Dari pengalamannya yang lalu, Narashima selalu menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah. Itu adalah prinsipnya. Lantas, untuk apa dia mengundang Sheya ke Shasenka? Bila mengingat perbuatannya yang sudah-sudah, seharusnya pamannya memilih membunuh Sheya di desa dan membumihanguskan tempat tersebut dalam semalam.

Shui menghela napas sambil bersandar pada kursi kerjanya. Setelah makan malam yang diselingi dengan cerita yang tidak masuk akal dari Lokha, Sheya, dan Hessa, ia memilih pergi ke paviliunnya dan menenangkan diri di dalam ruang kerjanya. Suasana sunyi di tempat ini membantu meringankan sakit kepalanya.

Apa yang diinginkan pamannya?

Lagi-lagi pertanyaan lain melintas dalam benaknya. Mata biru lelaki itu tertuju ke arah lilin yang menyala di dalam cangkir porselen yang ada di atas meja kerja. Hanya itu satu-satunya penerangan yang dinyalakan di sana. Shui melarang Mahanan—kepala urusan rumah tangga di kediamannya—untuk menyalakan semua lilin. Cahaya yang terlalu terang membuat kepalanya makin pusing.

"Kelihatannya Rammuimu mencoba langkah baru," Shorya mewujud di seberang meja kerja Shui bersamaan dengan lenyapnya pedang Shonsahui dari atas meja kerja. Tubuhnya yang berbentuk harimau putih menguarkan sinar lembut yang tidak menyilaukan pandangan.

Shui mendengus pelan sambil memijat pelipisnya. "Apa pun langkahnya, pasti ditujukan untuk melemahkanku," komentarnya. "Tapi tindakannya yang ini harus lebih diwaspadai. Keputusannya untuk mengundang Sheya ke ibu kota pasti bukan tanpa alasan. Sayangnya, aku belum bisa menebak niatnya." Kemudian lelaki itu berdecak pelan. "Kuharap Shamasinai pun baik-baik saja."

"Jangan khawatirkan desa itu," Shorya beranjak ke jendela kerja Shui yang tertutup. Dengan satu sapuan angin lembut, jendela itu terbuka dan memperlihatkan pemandangan malam yang indah. Bintang-bintang bersinar temaram bersama bulan yang membentuk sabit tipis. "Pikirkan dirimu sendiri."

Shui menghela napas sambil memejamkan kedua matanya. "Rammui memang pandai membuat orang lain gelisah. Dan aku heran, kenapa Ramma bisa mengangkatnya sebagai penasehat."

"Pernah mendengar pepatah ini, 'Jagalah temanmu tetap dekat, tetapi jagalah musuhmu lebih dekat lagi'. Riyushi tampaknya memakai strategi tersebut, bahkan menikahi adik Narashima dan menjadikannya Permaisuri. Dia tahu Narashima berbahaya, tetapi pria itu juga bisa memberikan manfaat untuk kekaisaran. Karena itu, Riyushi menjaganya tetap di dekatnya, agar Narashima tidak mampu berkutik di luar," komentar Shorya.

Shui termenung sembari mengingat prestasi apa saja yang telah dilakukan pamannya. Dia cenderung berperan dalam kerja sama dengan kerajaan lain. Sikapnya memang keras pada rakyat Shenouka, tetapi mungkin seperti itulah cara pandangnya terhadap rakyat.

The Conquered ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang