Suara nyanyian serta musik yang terdengar dari kejauhan memberitahu kami bahwa perjamuan sudah dimulai, yang berarti Tuan Shui sudah datang! Kami semakin terburu-buru dalam membereskan isi rumah yang berantakan. Meski sebagian besar barang-barang yang rusak telah disimpan di gudang belakang, tetapi ada bekas-bekas kekacauan semalam yang tidak bisa disembunyikan begitu saja, seperti goresan-goresan dalam yang terbentuk di dinding maupun lantai rumah yang terlihat seperti bekas cakaran.
"Kelihatannya ini sudah cukup," Istri Shamasinaike Ornuk berkomentar sembari mengusap dahinya yang penuh peluh.
Beliau membantu kami membenahi rumah semalam suntuk, wajar bila terlihat sangat lelah dan kuyu. Di bawah mata beliau terbentuk garis-garis hitam yang samar, tanda kurang tidur. Beberapa wanita lainnya juga menampilkan ekspresi yang serupa, begitu juga dengan adik-adikku yang terlihat mengantuk karena harus ikut begadang membereskan rumah. Cuma beberapa prajurit yang ditinggalkan Jun yang masih terlihat baik-baik saja. Mungkin karena terbiasa berjaga dan melakukan tugas berat, prajurit-prajurit itu tak terlihat kepayahan seperti kami.
"Rumah sudah layak untuk dikunjungi, meski tidak banyak yang bisa dilihat," istri Shamasinaike Ornuk tak menyembunyikan kekecewaannya. Beliau mungkin merasa sayang karena harus membuang sebagian besar barang-barang kami yang hancur, padahal barang-barang tersebut masih baru seperti meja tamu, kursi, dipan, lemari kecil, dan bahkan ada beberapa potong pakaian baruku yang dirusak secara brutal.
Aku pun merasakan hal yang sama. Hampir sebagian besar pemberian Tuan Shui dirusak oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab. Itu pun jika yang merusak memang manusia. Kami tidak yakin yang merusaknya adalah manusia, terutama setelah melihat bekas-bekas cakaran yang mirip seperti cakaran binatang buas. Siapa pun atau apapun itu, beraksi saat rumah dalam keadaan kosong. Dia mengacaukan rumah ketika kami sekeluarga pergi ke rumah Shamasinaike Ornuk untuk membahas perjamuan hari ini terakhir kalinya.
Saat kami melaporkan kerusakan ini, Shamasinaike Ornuk dan beberapa warga yang lain nyaris ternganga saat melihat keadaan rumah kami. Mereka panik, karena hari ini Tuan Shui akan datang. Junuran juga terlihat cemas. Namun reaksi Iksook Inarha tampak berbeda, begitu juga Inaike. Keduanya tidak mengatakan apa pun dan terlihat tenggelam dalam pemikiran mereka sendiri. Seharian ini Inaike malah tidak mengunjungiku.
Iksook Inarha yang mengarahkan kami untuk membereskan rumah secepat mungkin, agar besok Tuan Shui bisa mengunjungi rumah ini. Bekas-bekas cakaran disembunyikan dengan permadani maupun hiasan-hiasan gantung, supaya tidak terlihat mencolok. Meja dan kursi-kursi yang rusak telah disembunyikan dan Shamasinaike Ornuk serta beberapa tuan tanah meminjamkan perabotan mereka untuk sementara, supaya tidak memancing kecurigaan Tuan Shui.
Kami benar-benar sibuk menata ulang rumah dan menyingkirkan benda-benda yang hancur. Junuran juga ikut membantu, tetapi dia lebih disibukkan untuk mencari pelaku perusakan. Dia mungkin akan terus bekerja sampai Tuan Shui datang, jika aku tidak memaksanya beristirahat dan mempersiapkan diri untuk menyambut Jenderalnya. Beberapa hal yang patut kusyukuri, tidak ada keluargaku yang jadi korban dan hadiah untuk Tuan Shui juga masih tersimpan rapi. Jika kemarin aku tidak meminta ibu untuk ikut, hari ini pasti akan lain lagi ceritanya. Kami akan disibukkan dengan kegiatan lain.
"Sheya, cepatlah bersiap-siap. Segera mandi dan ganti pakaianmu. Kalian juga," Nyonya Orutia—istri Shamasinaike Ornuk, menyuruhku dan adik-adikku untuk berbenah. "Jangan sampai Jenderal melihat penampilan kalian kotor dan bau. Lekas!"
Kami tidak punya waktu untuk membantah. Aku buru-buru mengambil setelan paling baik yang selamat dari kekacauan semalam dan segera pergi ke kamar mandi. Selain gudang dan lumbung kecil untuk menyimpan biji-bijian, Jun juga membuatkan kami kamar mandi yang letaknya terpisah dari rumah.
![](https://img.wattpad.com/cover/103643207-288-k181818.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Conquered Throne
FantasySeorang Jenderal Kekaisaran menikahi gadis desa yang tinggal di perbatasan. Tidak ada senyum, tidak ada kebahagiaan, dan hanya ada rasa sakit. Mampukah keduanya bertahan dalam pernikahan tersebut? Atau... Bisakah mereka menyelami perasaan masing-mas...