EPS. 1 | PERTEMUAN

342 51 6
                                    

Cerita ini hanya fiksi dan imajinasi sang penulis semata. Bila ada kesamaan nama, tempat, dan sepenggal cerita yang serupa, itu adalah sebuah kebetulan dan tidak ada unsur kesengajaan.

Jangan lupa follow dan mampir ke instagramnya lynn yaa, @lyncanee, @moonlaey

At last, terima kasih telah stay membaca cerita lynn ini.

***

UDARA pagi yang sejuk, membuat tubuhku lebih rileks di ranjang. Aku meluruskan kaki dan menyenderkan tubuh di bantal. Mengambil segelas cokelat panas dan meneguknya perlahan. Langit di atas masih gelap. Belum ada semburat oranye kekuningan yang tampak. Suasana seperti ini, tenang dan damai, adalah hal yang paling kusuka dalam hidup.

Sepoi angin yang masuk melalui jendela seperti memerintahku untuk tidur. Aku tidak ingin momen ini terganggu bahkan rusak. Aku kembali menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Lalu mengulanginya bekali-kali hingga suara menggelegar tiba-tiba muncul.

"Atela!" Teriak sesorang dari jauh membuat mataku terbelalak.
Suaranya makin lama makin mendekat. Hingga akhirnya pintu kamar didobrak membuatku terlonjak kaget.

"Atela, udah berkali-kali Mama panggil kok nggak dijawab, sih?" omelan sebal mama mulai sepagi ini.

"Tadi La nggak dengar, Ma," alasanku yang membuatnya tambah sebal. Mama pun mengomeliku dengan... ah, entahlah tidak terlalu jelas di telinga. Yang masuk ke otak hanya, "Sudahlah, Mama cuma pengin kamu pergi ke super market buat beli roti tawar sama selai. Kakakmu minta dibuatkan roti bakar tapi rotinya ludes."

Mendengar kata Kak Sinq rasanya jadi tambah malas beranjak.

"Tapi Ma, mana ada toko yang buka sepagi ini. Ini masih pukul 5!" Aku menekankan kalimat terakhirku. Namun yang kudapati justru pelototan mata garangnya. Buru-buru kumengangguk dan bergegas turun. Saat membuka pintu rumah, udara dingin pun langsung menghantam badanku. Meski sudah memakai jaket, tubuhku masih bisa merasakan kejamnya udara pagi ini.

Di sepanjang jalan, tidak ada satupun orang yang lewat. Sunyi seperti tengah malam. Aku bergidik, bulu kudukku sudah berdiri sejak keluar rumah tadi. Kurasakan kakiku tambah gemetar saat semak-semak belukar di samping jalan bergerak-gerak sendiri, ngeri melihatnya. Aku pun mempercepat langkah bergegas keluar dari perumahan ini.

Saat hendak belok kanan, tiba-tiba muncul seseorang berperwakan tinggi. Membuatku terlonjak kaget.

"Eh, maaf..."

Dengan masker dan topi hitam yang dikenakannya, wajah orang itu terlihat gelap, dan hanya nampak kedua bola matanya. Mendadak aku bergeming menatap kedua bola mata itu. Berwarna biru terang layaknya langit di pagi hari. Sangat indah dan menawan.

Hingga akhirnya dia menjentikkan jari di depan wajah, membuatku tersadar dan refleks melangkah mundur. Melihat reaksiku, dia buru-buru melepas topi dan masker. Tampak wajah yang bersinar dan tampan dengan senyum kecil merekah di bibir.

"Benarkah kamu yang bernama Atela Dohain?" Tanya orang itu yang jelas membuatku melongo. Bagaimana mungkin dia bisa mengetahui namaku?

"Siapa...?"

Seketika ekspresi wajahnya berubah drastis, namun aku tidak bisa menerjemahkannya. "Kamu tidak ingat, La?" tanyanya balik. Ingat apaan?

Dia menghembuskan napas pelan, lalu menghirupnya kembali. "Hai, namaku Mavi, usia 17 tahun. Salam kenal," ucapnya seraya mengulurkan tangan. Aku pun membalas uluran tangan itu dengan perlahan seraya berkata,

"Hai... Atela Dohain."

Lalu ikut tersenyum menatapnya. Sepertinya dia bukan berasal dari daerahku.

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang