EPS. 24 | HARI PERTAMA

96 29 4
                                    

CUACA pagi hari yang sangat mendukung dalam perjalanan tur. Aku memilih blouse hitam dengan celana jeans sebagai outfit hari pertama. Setelah memasukkan satu koper di mobil, aku segera berangkat bersama papa. Mama tak ikut mengantar karena sedang sakit.

Sesampainya di parkiran sekolah, aku turun dari mobil dan berpamitan pada papa. Sepertinya aku telat, lihatlah kondisi lapangan sekarang. Sudah ada beratus-ratus anak yang bergerombol dengan teman satu geng. Setelah 2 koperku dibawa menuju bagasi, aku menuju lapangan untuk mencari Nema. Akhirnya, batang hidung mereka langsung terlihat saat aku sudah meloncat-loncat kesekian kali.

"Hai, La. Cantik banget hari ini," puji Nema seraya merangkul pundakku. Aku hanya balas menyeringai.

"Mavi mana?"

"Ishh, belum juga balas sapaku. Sudah tanya Mavi dulu," balas Nema dengan bibir cemberut.

"Haha, cemburu nih?"

"Dih," sambarnya membuatku terkekeh.

"Hai, semua," sapa seseorang membuat kami menoleh. Seketika aku melongo melihat penampilan orang itu. Dengan outfit terkeren sepanjang hidupnya, Natu tersenyum memperlihatkan deretan gigi di depan kami. Sungguh, penampilannya seperti bukan dirinya yang asli. Dengan model rambut kekinian dan tanpa kacamata bulat kesukaannya, ia tampak sangat maskulin bagai lelaki pada umumnya.

"Weh, tumben lo kece gini!" pujiku dengan tawa.

"Iya dong. Apasih yang enggak buat Nema," balasnya dengan cengiran. Aku melirik ke arah Nema, wajahnya mendadak menjadi merah. Kondisinya sekarang pun masih tak bergerak dengan tatapan yang tak lepas dari Natu. Aku tak tahu kenapa tiba-tiba ia jadi patung begini.

Tak lama Kepala Sekolah menyeru kami agar membentuk barisan sesuai kelas masing-masing. 15 menit berlalu diisi dengan pemasukan darinya. Setelah itu, kami diperintah untuk masuk ke dalam bus. Aku bersama Nema dan Natu menuju bus nomor 5. Refleks kumenepuk dahi karena lupa belum punya teman sekursi di dalam bus. Jumlah kursi genap 31 sesuai dengan jumlah anak tiap kelas termasuk wali kelas. Aku tidak akan memaksa Natu untuk pindah ke tempat lain karena bisa mengacau momen bersamanya dengan Nema.

Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku. Aku pun menoleh menatapnya, oh pak ketua.

"Mau duduk bersama?" tawar Liyun dengan senyum.

"Bole-"

"Nggak bisa," potong seseorang tahu-tahu menarik lenganku. Aku menoleh terkejut menatapnya. "Cari saja teman yang lain," tukas Mavi langsung menyeretku pergi dari situ. Dengan masih menggenggam lenganku, kami menuju dua kursi kosong di deret ketiga paling belakang. Aku tidak mengucapkan apapun. Menatap Mavi yang tengah sibuk di dekat jendela. Setelah dia duduk nyaman, aku pun duduk di sebelahnya dengan kikuk.

"La," panggil Mavi membuatku menoleh. "Apa semalam terjadi sesuatu? Kenapa ada mobil pemadam kebakaran? Apa kamu meninggalkan ponselmu? Aku sudah menghubungimu berkali-kali tapi tak jawaban."

Pertanyaan beruntun Mavi membuatku sedikit terkekeh. "Apa kamu mencemaskanku?"

Sontak Mavi terkejut. "Aku serius, La. Semalam kenapa ada mobil pemadam kebakaran?"

"Ada hewan di bawah kasurku," jawabku santai.

"Hewan? Kenapa sampai memanggil pemadam kebarakan?"

"Ada ular di sana."

"Sungguh?! Kamu baik-baik saja, La? Apa ada luka gigitannya?"

Aku tertawa mendengarnya. "Nggak ada, Mavi."

Ia pun menghela napas lega. "Syukurlah, kukira kamu bakal digigit. Siapa pula sih, yang iseng menaruh ular di bawah kasur?"

"Aku pikir orang itu bukan iseng lagi. Memang ia sengaja menaruhnya."

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang