EPS. 8 | KAGET

106 39 0
                                    

Cerita ini hanya fiksi dan imajinasi sang penulis semata. Bila ada kesamaan nama, tempat, dan sepenggal cerita yang serupa, itu adalah sebuah kebetulan dan tidak ada unsur kesengajaan.

Jangan lupa follow dan mampir ke instagramnya lynn yaa, @lyncanee, @moonlaey

At last, terima kasih telah stay membaca cerita lynn ini.

***

CAHAYA matahari yang sudah muncul sedari tadi membuat kamarku berkilau. Burung-burung berkicuan di depan jendela sungguh mengangguku. Baru saja aku bangun dari mimpi indah, dengan riang kutarik selimut hingga menutupi wajah. Kegiatan yang akan kulakukan hari ini hanya "nothing to do".

Tring! Tring! Tring!

Tiba-tiba saja ponselku berdering nyaring. Membuatku harus kembali mendongak dari bantal, langsung menyambar ponsel dari atas meja.

"Siapa sih yang telpon pagi-pagi buta begini?!" seruku pelan seraya menguap dan menggeliat. Dengan rambut acak-acakan dan wajah super lepek akibat minyak, aku mengangkat telepon itu tanpa melihat nama yang tertera di layar.

"Halo..."

"Atela," panggil orang itu yang membuatku terkejut langsung melek lebar-lebar, menegakkan badan, dan mengelap air liur di sekitar mulut.

"Oh, halo Mavi!" seruku dengan tawa panik.

"Apa kamu baru saja bangun?" tanyanya yang membutaku tambah panik.

"Oh hahaha, nggak kok. Emm, kenapa pagi-pagi telpon?" tanyaku mengganti topik seraya membenarkan rambut.

"Tadi Guto bilang kamu tidak menjawab telpon dan pesannya," ucapnya yang membuat dahiku terlipat. "Tapi untungnya kamu sudah jawab panggilanku sekarang."

"Guto juga menelepon? Untuk apa?" tanyaku seraya menaikkan satu alis.

"Loh, apa kamu lupa? Hari ini ada latihan drama bahasa Inggris di rumahnya," jawabnya yang membuatku langsung mendelik kaget. "Aku telepon kamu karena disuruh Guto. Sekarang aku 'kan termasuk anggota kelompok kalian."

Aku menepuk dahi. Benar-benar lupa bila hari ini ada latihan drama di rumahnya.

"Cepatlah keluar, aku sudah menunggu di depan."

Keterkejutanku bertambah ketika mendengar kalimat satu ini. Dengan gesit kulangsung menilik ke bawah jendela. Benar saja, ternyata Mavi sudah stand by di depan rumah. Menatap pintu rumahku dengan santai. Buru-buru kututup telpon dan cekatan menyambar handuk. Mandi, mengenakan baju, menyisir rambut, mengambil tas dan printilan lain, turun tangga, melewatkan ruang makan--padahal Kak Sinq juga sudah meneriaki, dan terakhir keluar rumah.

"Hai," sapaku tersenyum gugup, sembari mengatur napas setelah buru-buru tadi. Mavi hanya tersenyum menanggapi.

"Sudah berapa lama di sini?"

"30 menit mungkin."

"Serius?" seruku tak percaya. Perasaan aku mandi dan menyiapkan perlengkapan lain tak selama itu.

Mavi mengangguk sekilas. "Ayo, yang lainnya sudah pada menunggu," ajaknya dengan senyum. Aku mengangguk kikuk, lalu mulai melangkahkan kaki. Mendadak kelakuan "crocodile" Mavi kemarin muncul di otak. Baru ingat bahwa kini aku masih berada di fase kecewa + marah dengannya.

"Oh, ya La. Nanti pulang temani aku dulu, ya? Aku hendak beli-"

"Nggak mau," potongku singkat, padat, dan jelas. Mavi pun terkejut mendengatnya.

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang