PIHAK sekolah sudah membagi beberapa kelompok dalam acara tur ini. Masing-masing kelompok terdiri atas 2 kelas dan 4 guru dengan tujuan berbeda. Pagi ini kelasku dengan MIPA 4 akan mengunjungi Studio Universal. Kali ini Nema yang akan menemaniku saat di bus menggantikan Mavi. Sebenarnya dia hanya kuceritakan sedikit alasan kenapa teman perjalananku saat di bus berubah, tak sampai membahas tentang kondisi depersinya Imal.
"Kamu nggak bawa power bank, La? Katanya ponselmu suka abis batunya."
"Nggak deh, menuh-menuhin tas. Nanti kalau habis tinggal pinjam punya Nema saja," balasku dengan cengiran.
Seketika wajah Nema cemberut. "Iya deh, iya."
"ADUH, LA LUPAK!" seru Nema kemudian membuatku kaget.
"Kenapa, Ma?!" tanyaku ikut panik.
"Tadi ada bolu yang tersedia di meja buffet. Aku lupa mengambilnya buat bekal di sini," jawabnya membuat wajahku mendatar.
"Keset lu, Ma. Gue kira apaan."
Sekitar 7 menit bus kami sampai di tempat wisata. Di sana, kami bebas menaiki wahana apapun hingga pukul 2 siang. Aku dan Nema sudah menyusun urutan wahana yang hendak kami naiki di sini. Pertama-tama kami akan menaiki wahana Puss In Boots sebagai pemanasan, sebelum bertemu para mumi di wahana selanjutnya. Natu pun tak keberatan dengan ajakan kami.
Setelah menunggu antrian, aku dan Nema duduk di kursi paling depan, sedangkan Natu duduk bersama orang lain di belakang kami. Wahana ini tak terlalu menakutkan bagiku, namun sepertinya tidak bagi Natu. Setelah meluncur dengan banyaknya lika-liku, kami pun turun untuk menaiki wahana selanjutnya.
"YANG BENER SAJA, HEH! Aku nggak bakal ikut kalo naik wahana itu!" seru Natu kaget saat melihat tujuan kami selanjutnya yakni wahana Revenge of the Mummy. "Apa kalian nggak capek, hah? Baru saja kita menaiki roller coaster, dan sekarang... mau naik lagi?!"
Aku dan Nema pun saling pandang. "Kasian juga anak ini" begitulah maksud dari tatapan kami.
"Belok ke wahana lain saja, ya," ajak Natu dengan memohon.
"Tapi setelah itu harus ke sini ya, oke?" balas Nema memaksa.
"T-tapi, Nem--"
"Eits, gada tapi tapi-an. Ingat ucapanmu waktu itu, 'apasih yang nggak buat Nema'. Harus ikut kemanapun Nema pergi," potongku dengan senyum lebar.
"Y-yaudah, deh," timpal Natu pasrah.
Kami pun menuju wahana Madagascar sesuai keinginan Natu agar dia merasa lebih rileks dulu. Wahana ini sama seperti istana boneka di Dufan. Yang membedakan hanya pemandangan kanan kiri yang menampakkan film Madagascar itu sendiri. Selama di perahu, Natu sangat antusias dalam menikmati pemandangan yang ada. Seperti yang kalian ketahui, sifat Natu jauh berbeda dari kebanyakan lelaki pada umumnya. Karena itulah aku dan Nema harus bersabar dalam menghadapinya saat berada di tempat wisata seperti ini.
Saat kami keluar dari wahana, tiba-tiba saja Natu berubah pikiran. Dia ingin sekali menuju ke wahana lain yang membutaku dan Nema harus mengalah. Dan hal itu terulang sampai 3 kali setiap kami turun dari wahana, hingga akhirnya tiba pada saatnya. Keinginanku dan Nema terkabul, namun sepertinya bagi Natu momen ini serupa layaknya sakaratul maut. Kami meluncur dengan roller coaster dahsyat dengan disuguhkan para mumi yang menyeramkan. Hanya ada suara teriakan yang menggema di dalam wahana. Terlebih teriakan Natu yang suaranya mirip seperti kucing melahirkan. Beruntung selepas turun dia tak sampai sakit jantung. Hanya mengalami pingsan sejenak yang cukup merepotkan para guru.
Pukul 1 siang, kami makan bersama di salah satu resto di sini.
"Sudah, cukup ya. Gausah naik wahana lagi," ucap Natu kelelahan yang sontak membuatku dan Nema terbahak. Sepertinya memang ia tertekan dengan perlakuan kedua temannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atela's Journal [FINISHED]
Roman pour Adolescentscover: pinterest, @linart112 Hidup bersama pasangan, bisa mengggenggam tangannya setiap hari, bukankah semua orang menginginkan ending seperti itu? Selalu menampakkan wajah ceria dengan senyun yang merekah di bibir saat menghabiskan waktu bersama. A...