EPS. 3 | PEMIKIRAN JAHANAM

141 50 1
                                    

Cerita ini hanya fiksi dan imajinasi sang penulis semata. Bila ada kesamaan nama, tempat, dan sepenggal cerita yang serupa, itu adalah sebuah kebetulan dan tidak ada unsur kesengajaan.

Jangan lupa follow dan mampir ke instagramnya lynn yaa, @lyncanee, @moonlaey

At last, terima kasih telah stay membaca cerita lynn ini.

***

HARI ini aku berangkat sekolah diantar papa. Semalam, tepatnya pukul 10, papa sudah pulang dari luar kota. Tapi tidak dengan mama. Dan aku tidak terlalu menghiraukannya, yang terpenting bisa bertemu kembali dengan papa itu sudah cukup. Terkadang aku berpikir mama adalah mama tiri. Yang ia prioritaskan hanya pekerjaan dan Kak Sinq, jelas membuatku berpikir negatif.

Mendadak mataku sempurna membulat. Tak mungkin Kak Sinq juga saudara tiri, bukan?

"Kok malah bengong, La? Udah sampai dari tadi, lho," ujar papa membuatku kembali ke dunia nyata.

"Eh, iya, Pa. La sekolah dulu ya, dadahh!" seruku langsung keluar dari mobil, menuju ruang kelas dengan jalan cepat.

"La," panggil Nema tiba-tiba saat aku duduk di bangku.

"Apa?"

Dia celingak-celinguk melihat sekitar. Lalu mendekatkan wajahnya denganku. "Kamu nggak bareng sama anak baru itu? Rumah kalian 'kan berhadapan, kenapa nggak nebeng motornya aja sih?" tanyanya berbisik.

Aku melotot panik. "Tahu dari mana, heh?"

Nema sedikit terkejut dan mengisyaratkan agar mengecilkan suaraku. Namun kutetap melotot menatapnya.

"Kemarin aku sama Natu nggak sengaja nguntit kalian."

Bola mataku tambah membesar mendengarnya.

"Sorry banget, La. Sebenernya ini tuh ide Natu. Dia khawatir banget sama kamu waktu pulang bareng dia. Tahu sendiri 'kan, kalo Natu nggak pernah percaya sama yang namanya anak baru. Mana yang ini ganteng banget lagi. Musti udah dicap fakboi duluan sebelum kenal sama Natu," ucap Nema merasa bersalah.

Sebenarnya kemarin aku pulang bersama Mavi karena hendak mengerjakan tugas sejarah bersama. Karena sopirku sedang sibuk mengantar Kak Sinq ke suatu tempat, terpaksa aku pulang dengan gocar.

"Jujur saja, La. Cepat bilang dimana lukanya?!" seru Natu seraya mendekatiku.

"L-lo mau ngapain, HEH?!"

"Memastikan sahabat terbaikku tak terluka."

"Luka apaan-"

Kalimatku terhenti ketika tahu-tahu muncul seseorang dari depan kelas, Mavi. Ia berjalan santai menuju bangkunya.

"Hishh, gausah lebay gitu, Nat!" sergahku kembali duduk. "Aku nggak diapa-apain sama dia. Dia baik banget kok orangnya-"

"Tapi tetap saja-"

"Eh, La La La!! Tu tuh, liat!" seru Nema seraya menunjuk bangku Mavi. Namun aku tidak terkejut melihatnya, pemandangan yang sudah sering kulihat dari tahun lalu. Sudah kuduga Imal akan mendekati Mavi layaknya buaya darat.

Panggilan "buaya darat" adalah nama buatan Natu yang biasa digunakan untuk bahan gibahan kami bertiga. Dia memang suka mendekati lelaki, merayunya, lalu menjadikan korban ghosting-nya.

"Hey, manis!" sapa cewek itu membuatku mengernyit.

"Huwwek!" Seketika Nema pura-pura muntah mendengarnya. Masih saja menyapa dan belum pemanasan, sudah enek duluan. Begitu pula dengan Natu.

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang