HAMPA. Hanya satu kata yang dapat menggambarkan keadaanku selama liburan. Tak ada yang dapat menaikkan mood-ku termasuk hobi-hobi dan apapun itu. Bahkan saat acara ulang tahun Natu, aku hanya diam mematung bagaikan orang linglung di tengah-tengah pesta. Aku memaksa Natu agar tak mengundang Mavi dan Imal. Sungguh aku tak ingin melihat mereka untuk jangka waktu yang lama. Namun yang ada kini rasanya sangat kosong tanpa Mavi. Tentu saja Imal tidak ikut serta.
Sebenarnya aku tak tahu tujuan apa yang hendak kuraih selanjutnya setelah meninggalkan Mavi. Tak mungkin aku akan mabuk-mabukan, atau dugem di salah satu bar. Aku bukan anak nakal yang hanya bisa menghamburkan duit hanya untuk hal tak berguna.
"Duh, La! Sampai sekarang kok melamunnya tetap dijalanin sih?" seru seseorang menghampiriku, namun aku tetap menggeletakkan diri dengan aneh di lantai. Mungkin sekarang bentukan tubuhku sudah seperti orang yang sedang melakukan rol depan namun gagal. Meleyot ke kanan dan ke kiri dengan semangatnya yang membara, bedanya denganku hanya sedikit loyo dan beda arah saja.
"Mama barusan buat roti challah untuk La. Dimakan gih, biar mood-nya La naik. Masa selama liburan ini La nggak punya semangat apapun," tutur mama lalu tertawa. Aku mendongak menatap kaki meja tamu dengan kosong.
"Kenapa... Mama aneh sekali sejak hari pertama liburan? Aku yakin Mama juga merasakan keanehan dalam diri Mama sendiri, 'kan?" tanyaku masih dengan tatapan kosong.
Mama menghela napas pendek mendengarku. "Nak, Mama mau-"
Ting! Tong! Tiba-tiba terdengar bunyi bel rumah membuat ucapan mama terpotong. Ia pun segera bangkit untuk membukakan pintu. Setelah beberapa menit menghilang tahu-tahu mama berseru, "La, ada kiriman paket dari online shop-mu!"
Aku melotot tak percaya, langsung bangun dari tempat rebahanku berada. Seingatku aku memilih waktu paket tiba sehari sebelum masuk. Jadi kesimpulannya,
BESOK SUDAH SEKOLAH?!
***
Setelah mandi sore dan berganti pakaian, aku menuju lantai bawah untuk mencari makan. Sedikit terkejut saat melihat banyak makanan yang terpampang jelas di atas meja. Aku menelan ludah melihatnya, sepertinya semua makanan ini tak ada yang luput dari kata "lezat".
"Terima kasih, Bi Vin!" gumamku langsung mencomot kentang goreng dan memakannya rakus. Tiba-tiba muncul Kak Sinq dengan kursi rodanya sedang menuju meja makan.
"Mama mana?" tanyanya tiba-tiba.
Aku hanya menaikkan bahu menjawabnya. Mungkin ia sedang sibuk dengan teman-temannya.
"Buat makanan sendiri masa nggak dimakan," gumam Kak Sinq yang sontak membuatku menoleh.
"Siapa yang buat?"
"Mama yang buat. Tadi aku sempat melihatnya bertempur dengan minyak panas di sini. Udah capek-capek buat, masa nggak dimakan tuh," balasnya yang jelas membutaku terkejut. "Ambil sebagian buat Mama sana, terus antar ke kamarnya."
"Kamu aja deh," ucapku langsung kabur--tentu kedua tanganku sudah membawa sepiring nasi dengan lauk yang banyak.
"Heh, SEMPRET! AWAS LO--" suaranya tiba-tiba tercekat tepat ketika aku sudah menghilang dari pandangan. Entahlah, rasanya sedikit malu, tak enak hati, dan apapun itu yang mengganjal bila aku mengantarnya pada mama.
Aku pun segera naik menuju rooftop untuk makan malam. Tak lupa balik lagi ke kamar untuk mengambil ponsel. Lagi-lagi untuk kesekian kali aku menikmati langit sore berwarna oranye. Tak henti-hentinya bosan dengan pemandangan alam yang satu ini. Tak lama layar ponselku menunjukkan telepon masuk dengan nama Helen yang tertera. Aku pun segera mengangkatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atela's Journal [FINISHED]
Fiksi Remajacover: pinterest, @linart112 Hidup bersama pasangan, bisa mengggenggam tangannya setiap hari, bukankah semua orang menginginkan ending seperti itu? Selalu menampakkan wajah ceria dengan senyun yang merekah di bibir saat menghabiskan waktu bersama. A...