EPS. 22 | PENGUNTIT

91 30 4
                                    

KUBUKA sedikit jendela kamar agar bisa merasakan udara luar. Ternyata amat dingin dengan angin yang sangat kencang pula. Beruntung dengan sigap kutangkap pengunci jendelanya agar tak ikut terbang bersama angin. Kuraih hoodie Mavi yang sudah kukeringkan dengan pengering rambut. Rasa hangat langsung menyelimuti ketika seluruh bagian hoodie menutup tubuhku sempurna. Rasanya seperti sedang dipeluk, sangat hangat bagai...

Aku membuka mata lebar-lebar, kaget sendiri dengan apa yang kurasakan saat ini. Sangat hangat seperti dipeluk seseorang, sedangkan hoodie ini punya Mavi. Dengan begitu maksud perasaanku adalah rasa hangat bagai dipeluk Mavi?

Refleks kutampar pipi membuatku mengumpat kesal. Lalu menggeleng-geleng kepala sendiri entah apa tujuannya. Tiba-tiba layar ponsel yang tergeletak di depanku berubah menjadi panggilan video call. Terkejutnya tingkat dewa saat melihat nama yang tertera di layar sana.

H-helen menelpon...? Batinku tak percaya.

Namun sedetik kemudian layar panggilan itu hilang membuatku langsung menyambarnya. Tak lama sebuah pesan darinya pun masuk.

Helen:
Maaf, kepencet.

Atela:
Owalah, kukira hendak apa. <emot ketawa>

Helen:
/Mengirim gambar

Aku mengerutkan dahi melihat gambar pap yang ia kirim

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mengerutkan dahi melihat gambar pap yang ia kirim. Kafe Domain, kafe langgananku saat nongkrong bersama. Aku tak percaya dia ada di sana. Bukankah kita beda daerah?

Atela:
Kamu tinggal dekat sana?

Helen:
Haha, bukan. Aku hanya menengok keadaan ibuku yang tinggal di daerah sini. Aku tinggal terpisah dengannya karena agensi model yang memilihku menuntut tinggal dekat Jalan Braga.

Aku sedikit terkejut membacanya.

Atela:
Kamu seorang model? Sekaligus pelajar SMA?!

Helen:
<emot tertawa> Gausah kaget gitu juga, haha. Aku sudah menyelami dunia model sejak kelas 10. Sekarang tengah mengikuti Bandung Fashion Works per bulannya.

Atela:
Astaga, hebat banget! Kapan-kapan aku bisa memamerkan hasil design busanaku padamu, hehe.

Helen:
Kamu suka merancang baju?!

Atela:
Tentu saja, sudah banyak model pakaian yang kugambar.

Begitulah, percakapan kami berlanjut hingga pukul 6 malam. Dan buruknya, hujan belum juga berhenti. Hanya mereda namun tetap saja turun air. Aku kembali mencemaskan keadaan Mavi. Mungkin dia sudah pulang saat kuasyik bermain ponsel. Namun kondisinya mungkin bisa menjadikannya sakit akibat kehujanan.

Kalian ingat saat Mavi tak masuk ujian hari pertama akibat demam tinggi? Tak ada hujan saja bisa sakit demam, terlebih ini tertimpa hujan yang amat lebat tak ada hentinya. Aku meraih ponsel, jariku gesit menekan tombol telepon di room chat Mavi. Tak lama ia pun mengangkatnya.

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang