EPS. 23 | PELECEHAN

92 29 0
                                    

GYM. Tempat favorit para siswa lelaki yang suka berolahraga. Gedung yang tak terlalu luas ini terbagi menjadi 2, ruangan lelaki dan perempuan yang terpisah oleh sebuah taman kecil. Aku dan Nema berniat untuk berolahraga sejenak di sana. Setelah sekian lama tak berkunjung hanya sekedar menggerakkan otot.

Di gym ini hanya tersedia treadmill dan spinning bike, masing-masing jumlahnya tiga buah. Kali ini aku lebih memilih berlari dari pada bersepeda. Bergitu pula dengan Nema. Setelah berganti pakaian dan melakukan pemanasan aku pun memulai kegiatan dengan menekan tombol start.

15 menit berlalu, aku memutuskan untuk beristirahat. Aku sudah tak kuat berlari, seingatku terakhir melakukan lari adalah 2 minggu yang lalu.

"Ke kantin, yuk, La," ajak Nema kemudian.

"Masih capek, Ma. Ntar dulu," balasku dengan napas tersengal. Aku kembali meneguk air mineral dari botol.

"Oh, ya. Nanti sore langsung saja 'kan?"

Nema mengangguk. "Jalan saja mau? Cuma situ doang masa harus naik mobil."

Aku mengangguk setuju. "Repot amat pake mobil. Siapa saja yang ikut?"

"Aku, kamu, Jeshin, sama Imal."

"Imal nggak diajak jalan sekalian?"

"Mana mungkin anak itu jalan, hahaha," ucapnya dengan tawa getir. Diikuti anggukan olehku. 5 menit setelah berganti pakaian, kami pun menuju kantin bersama.

***

Pulang sekolah pukul 2 siang. Aku menuju loker untuk menaruh buku fisika. Ranselku terlalu berat untuk membawanya pulang. Namun saat membukanya gerakan tanganku terhenti karena sebuah ampolp besar mengalihkan perhatianku. Aku menghela napas sebal. Kali ini foto apaan ya ampun!

Aku pun membukanya dan seketika mataku terbelalak kaget. Ini... fotoku saat di gym pagi tadi? Namun yang disorot adalah bagian dada dan... pantat?! Aku sedikit merinding melihatnya. Bukankah ini termasuk tindakan pelecehan? Saat di gym, aku tak melihat seorang pun kecuali Nema. Terlebih dia juga sedang berolahraga tepat di sampingku. Bisa jadi orang itu bersembunyi di balik pintu saat memotretku.

Aku menghela napas kasar. Kalau tidak ditindaklanjuti akan makin parah kedepannya. Bisa-bisanya ia memotretku saat sedang berganti pakaian bahkan tengah panggilan alam sekalipun.

"Loh La, nggak jadi ikut jalan?" tanya Nema saat melihatku berlari keluar kelas.

"Kalian duluan saja, aku ada perlu!" teriakku saat sudah di luar. Aku bergegas cepat menuju ruang guru untuk melaporkan hal ini. Sesampainya di sana aku segera menemui wali kelas di mejanya.

"Permisi Pak Giran," ucapku dengan sopan.

Dia menoleh menatapku. "Ada apa, Atela?"

Aku pun menyodorkan dua amplop besar kepadanya, yang satu foto hari ini dan satunya adalah foto yang sebelumnya.

"Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan foto-foto saya seperti itu di loker. Hari ini pun saya mendapatkannya kembali. Bukankah ini sudah sangat keterlaluan, Pak?"

Pak Giran menatap terkejut foto-foto itu, lalu mengangguk-angguk dan menatapku. "Nanti Bapak akan menindaklanjuti masalah ini dengan guru BP. Kamu tenang saja dan berhati-hatilah. Zaman sekarang banyak orang yang mengintai secara sembunyi-sembunyi, entah apa tujuannya. Yang pasti itu hanya akan menjadi tambah parah kedepannya. Sampaikan ini juga kepada teman-temanmu. Terima kasih sudah memberitahunya, Atela," jelasnya dengan senyum ramah.

"Baik, Pak. Terima kasih banyak," ucapku dengan sedikit membungkuk. Aku pun segera keluar ruang guru dengan sedikit takut. Takut bila diintai dengan acara pemotretan lagi. Sudah layaknya paparazzi macam kebanyakan artis kalau begini, batinku kesal.

Atela's Journal [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang