BRUMM! BRUMMMM! Suara motor ninja yang lewat di tengah jalan memekakkan telinga. Dengan sepoi angin yang menemani, kini kutengah duduk di bangku sebuah taman. Menunggu Mavi yang sedang membeli es krim dari gerobak seorang bapak-bapak. Tadi saat aku berada di kantin bersama Nema dan Natu, tiba-tiba Mavi datang untuk mengajakku pergi. Sesuai janjinya kala itu, ia berniat hendak membawaku menuju suatu tempat dengan menaiki sepedanya.
"Ini, es krim kesukaanmu," ucap Mavi tahu-tahu sudah berada di sampingku. Aku pun menerima es krim itu dan langsung melahapnya.
"Dari mana kamu tahu aku suka vanila?" tanyaku yang sontak membuat Mavi tertawa.
"Hehe, aku 'kan bisa membaca pikiranmu," balas Mavi seraya tertawa geli, namun tak kuindahkan dan tetap fokus makan es krim.
"Mau bilang apa tadi?" tanyaku langsung pada intinya.
"Oh ya, aku... punya berita bagus banget!" serunya dengan sangat antusias, tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi. "Aku lolos seleksi beasiswa ITB jurusan informatika, La! Bukankah hal itu sunguh mengagumkan?" sambungnya tak kalah antusias.
Aku mengerutkan kening berpikir. "Bukannya... kamu sudah dapat formulir SNMPTN? Kenapa tak memanfaatkannya saja?"
Seketika senyum yang ditampakkan di wajahnya meredup. "I-itu..."
"Ah ya, kau 'kan tak sanggup membayar biaya kuliah..."
Ia pun terkekeh pelan seraya menggaruk kepala belakangnya. "Yah... begitulah."
Aku tak mengerti. Kenapa bisa mengatakan hal itu dengan sangat ringannya. Padahal tahu persis bila perkataanku barusan bisa menyakiti perasaannya.
Hening sejenak, hingga es krim yang kumakan sudah ludes.
"Emm, kamu..." Mavi tampak berpikir sejenak. "Ah, apa kamu mau lanjut jalan-jalan, La? Sebenarnya aku mengajakmu pergi sekarang karena dapat berita gembira tadi. Aku berniat membawamu pergi ke suatu tempat yang kamu inginkan. Nah, sekarang..." Ia beranjak dari bangku lalu berdiri di hadapanku. "Kamu mau pergi kemana?" tanyanya dengan senyum yang amat tulus, seraya mengulurkan tangan padaku.
Namun wajahku tetap datar, tak menampakkan keantusiasan terlebih semangat yang menggelora. Setelahnya aku beranjak dari bangku seraya berkata, "Terserahmu saja hendak kemana," sembari memalingkan wajah dari Mavi. Lalu pergi menuju tempat dimana sepedanya terpakir, mengabaikan uluran tangannya.
Entah bagaimana respon Mavi sekarang, aku tidak peduli. Tetap berjalan lurus yang diikuti olehnya. Kini kami sudah sampai di tempat sepedanya terpakir. Setelah ia merasa nyaman dalam posisi duduknya, giliran aku yang menaiki jok belakang.
"Sudah siap, La?" tanya Mavi memastikan. Aku hanya ber-emm pelan menjawabnya.
Pukul 11.30, kami pun berangkat entah kemana, hanya Mavi yang mengetahuinya. Selama perjalanan kami temani oleh semilir angin yang sangat sejuk. Membuat rambutku dan Mavi berkibar. Beruntung mataku tak kemasukan sesuatu. Udara siang ini yang tak terlalu panas sangat mendukung kegiatan perjalanan kami. Setelah memutari banyak jalan yang berliku kami pun sampai pada suatu tempat. Lagi-lagi tempat yang kami kunjungi adalah sebuah taman. Kali ini tanamannya lebih banyak dan terdapat satu air mancur di tengahnya.
Belum sempat sepeda Mavi terpakir dengan baik, aku lebih dulu turun dari joknya. Membuatnya terkejut lalu buru-buru menempatkan sepedanya di parkiran. "T-tunggu, aku La..." ucapnya sembari turun dari sepeda, lalu menjajari langkahku.
"Kenapa kita ke taman lagi?" tanyaku tanpa menatapnya.
"Apa kamu... tak suka?" tanya Mavi balik yang membuatku menggeleng pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atela's Journal [FINISHED]
Teen Fictioncover: pinterest, @linart112 Hidup bersama pasangan, bisa mengggenggam tangannya setiap hari, bukankah semua orang menginginkan ending seperti itu? Selalu menampakkan wajah ceria dengan senyun yang merekah di bibir saat menghabiskan waktu bersama. A...